Kunjungan DPR ke luar negeri: Atas nama plesir

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kunjungan DPR ke luar negeri: Atas nama plesir
Beranikah DPR RI publikasikan anggaran kunjungannya ke luar negeri?

November 2012, sekelompok anak muda menerobos dinginnya kota Berlin, Jerman, menuju Bandara Tegel.

Suhu Berlin saat itu di bawah 0 derajat. Tapi Yoga Kartiko dan anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) lainnya sepakat untuk mengintai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang baru sampai dari tanah air tersebut. 

Siangnya mereka langsung mengintai anggota DPR dan menemukan beberapa dari mereka asyik berbelanja. Lihat foto lengkapnya di sini.

Seorang anggota PPI bercerita pada saya, bahwa ada anggota DPR yang menginap di sebuah hotel kelas satu di kawasan Alexander Platz. Kawasan itu ibarat kawasan Harmoni-nya Berlin, karena pernah menjadi pusat kota Jerman, sebelum pindah ke Postdamer Platz. 

Ternyata bukan hanya satu rombongan yang datang ke Berlin, PPI pun kembali menggelar rapat hingga pukul 12 tengah malam di rumah pengurus cabang istimewa Nahdatul Ulama di Berlin, Syafiq Hashim yang saat itu sedang kuliah di Frei University.

Saya juga berada di rumah itu bersama mereka, mendengar rapat demi rapat mereka sambil ngemil gorengan buatan Mbak Dea Hasyim. Sebagai seorang wartawan, tugas saya adalah meliput, bukan ikutan tim investigasi PPI.  

Ke mana anggota DPR akan berkunjung dan dalam rangka apa?

Menurut informasi, 11 anggota Badan Legislatif DPR melakukan lawatan ke Jerman untuk merampungkan draf Rancangan Undang-Undang Keinsinyuran. Kunjungan ini dilakukan selama sepekan. 

Salah satunya tujuan mereka adalah melakukan kunjungan ke Deutsches Institutes fur Normung (DIN), yang menurut kepercayaan DPR saat itu, terkait dengan UU keinsinyuran. 

Tapi perwakilan DIN, Dr Bernd Maskos, langsung membantah. Kepada saya saat itu, Maskos menegaskan bahwa lembaganya tidak punya kompetensi dalam menjelaskan standardisasi profesi keinsinyuran.

Intinya, DPR telah salah alamat. 

Masyarakat di tanah air geram melihat tinggah laku DPR yang gemar “berjalan-jalan”. Apalagi menurut catatan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), kunjungan DPR ke Jerman menghabiskan anggaran hingga Rp 1,056 miliar.

Asumsi ini dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 84./PMK.02/2011 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2012. 

Siapa saja yang berkunjung ke Berlin? Ada Sunardi Ayub, Nanang Samodra, Paula Sinjal, dan 6 anggota Baleg lainnya. 

Kesalahan yang diulang

Tak lama berselang, setelah kunjungan ke Jerman, anggota DPR RI lainnya (dan di periode jabatan yang lain pula) kembali menjadwalkan kunjungan ke negara-negara lain. 

Sayangnya, DPR tidak pernah mengumumkan jadwal kunjungan ke luar negeri. Mereka juga tidak mengumumkan siapa saja yang berangkat dan berapa dana yang dihabiskan untuk kunjungan tersebut. 

Untuk kunjungan ke New York, Amerika Serikat, pekan lalu, DPR sudah menjadwalkan dan membagi agenda mereka. Tapi siapa saja anggota dewan yang terlibat? Hingga hari ini, jumlah anggota dewan dan stafnya yang berangkat pun masih simpang siur. 

Mengapa DPR tidak pernah belajar dari kesalahan? Padahal DPR bisa mengirim rilis lengkap ke situs dpr.go.id dan menayangkannya di TV Parlemen mengenai kegiatan mereka di luar negeri. Toh, DPR selama ini selalu terbuka soal rapat-rapat dengar pendapat. 

Tapi saat kunjungan DPR ke luar negeri, pewarta harus menebak-nebak, kapan, di mana, siapa saja yang berangkat, dan apa agendanya. Bahkan Konsulat Jenderal RI di sana juga tak terbuka. Padahal yang berkunjung kan bukan siluman.  

Soal kunjungan ke luar negeri, seorang anggota DPR pernah berkelakar pada saya. “Kita enggak mengumumkan, nanti heboh,” katanya. 

Kunjungan ke New York adalah salah satu agenda yang tidak transparan, utamanya dalam hal anggaran. Berapa anggaran yang mereka habiskan? Dan dari mana anggaran tersebut?

FITRA pun harus menebak-nebak harga hotel Rp 18 juta semalam. Meski akhirnya Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya yang ikut dalam rombongan membantah dan mengatakan bahwa, harga hotelnya semalam hanya 250 USD.  

Lawatan ke New York pekan lalu lagi-lagi juga ternodai oleh insiden politik, yakni munculnya Ketua DPR Setya Novanto dalam kampanye calon presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump.

Kehadiran Setya dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon di pidato kampanye Trump membuat netizen di tanah air tepok jidat.

Kemunculan Setya dan Fadli dianggap mempermalukan jati diri bangsa, terlebih karena Pak Ketua mengklaim bahwa orang Indonesia cinta Donald Trump. 

Apa yang harus dilakukan DPR? 

Transparansi. Jika DPR memang berniat baik, sebaiknya sejak sebulan sebelumnya, jadwal keberangkatan ke luar negeri sudah diumumkan. Kalau perlu ada halaman khusus di situs DPR bertajuk “Kunjungan ke Luar Negeri”.

Jangan lupa untuk melampirkan juga jadwal beserta biaya yang disediakan, agar rakyat tidak curiga. 

Pampang nama-nama anggota DPR yang akan berangkat ke sana, unggah proposal mereka, dan bikin forum online untuk membahas kunjungan mereka.

Biarkan rakyat membantu wakilnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah ini. Siapa tahu WNI yang sedang berada di luar negeri bisa membantu DPR berhubungan dengan lembaga-lembaga yang kompeten membahas tema yang sedang diangkat. 

Plus, siapa tahu ada yang mengundang anggota DPR menginap di rumahnya, jadi lebih hemat, enggak perlu menginap di hotel seharga Rp 18 juta per malam, bukan? —Rappler.com

BACA JUGA:

Febriana Firdaus adalah wartawan Rappler Indonesia. Ia fokus membahas isu korupsi, HAM, LGBT, dan buruh migran. Febro, panggilan akrabnya, bisa disapa di @FebroFirdaus.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!