SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia — Lima puluh tahun berlalu setelah tragedi kemanusiaan 65. Banyak orang masih terus bertanya dan mencerna.
“Mengapa sebuah gelombang pembantaian, pembunuhan, pemenjaraan, penyiksaan dan seluruh kekejian tiada tara itu seolah dianggap tak pernah ada?” ujar Yulia Evina Bhara, Direktur Perkumpulan Partisipasi Indonesia, 04 Desember 2015.
Yulia juga mempertanyakan terus-menerus kenapa tabir kelam sejarah 1965 terus ditutupi. Banyak bukti dan saksi dari artefak hingga para korban dan penyintas sanggup bercerita tentang rangkaian luka dan keperihan yang mereka alami. Tapi negara tak pernah mengakuinya.
“Sejarah macam apa yang hendak dibangun dan diwariskan di atas kebohongan demi kebohongan yang terus direproduksi?” tambahnya.
Kegelisahan inilah yang mendorong Partisipasi Indonesia berinisiatif menggelar sebuah acara bertajuk ‘Rekoleksi Memori’. Dalam kegiatan ini terdapat serangkaian kegiatan seni instalasi, film, foto, dan musik yang dipusatkan pada sebuah bangunan museum temporer yang dibangun di area Plaza Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM).
Rekoleksi Memori akan diawali dengan Festival Film Rekoleksi Memori. Terdapat 15 film yang akan diputar selama 4-10 Desember 2015, di Kineforum, TIM.
Empat film di antaranya adalah film baru yang diproduksi khusus untuk program Rekoleksi Memori: “Tida Lupa” karya sutradara Asrida Elisabeth, “Saudara dalam Sejarah” karya sutradara Amerta Kusuma, “Tarung” karya sutradara Steve Pillar Setiabudi, dan “0990” karya sutradara Bayu P. Keempat film ini bercerita tentang suara-suara dari masa lalu untuk menyatakan masa depan.
Pemutaran perdana keempat film dijadwalkan pada Sabtu, 5 Desember 2015, pukul 14.15 dan 17.00 dilanjutkan diskusi dengan para pembuat film.
Dalam penyelenggaraan Festival Film Rekoleksi Memori, Partisipasi Indonesia berkolaborasi dengan Komnas HAM dan Dewan Kesenian Jakarta.
Kendati festival film telah dimulai pada 4 Desember 2105, namun Museum Temporer baru akan dibuka pada 7 Desember 2015, pukul 19.00. Seluruh rangkaian acara Rekoleksi Memori dibuka untuk umum dan gratis.
Rangkaian gambar, foto, musik, instalasi seni dan suara-suara dalam Rekoleksi Memori disuguhkan bukan sekadar untuk mengurai kisah-kisah pedih dan segala kengerian.
Kegiatan ini diharapkan ini bisa menjadi kaca benggala bagi masyarakat Indonesia untuk belajar memahami sejarah masa lalu.
“Tanpa memahami sejarah masa lalu, kita akan tersesat sebagai bangsa yang terbelenggu dalam belukar kebohongan dan kekerasan tanpa akhir,” tutur Yulia.
Ia berharap, perbedaan apapun, ke depannya tidak boleh lagi diselesaikan dengan cara kekerasan.—Rappler.com
BACA JUGA:
- Joshua Oppenheimer pertanyakan sikap Jokowi soal korban tragedi …
- Martono: Aku si tukang listrik, korban salah tangkap tragedi 1965!
- Sejarah hubungan partai Islam dan komunis sebelum tragedi 1965
- Kalau tidak mau minta maaf, ya sudahlah Pak Jokowi
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.