6 ‘hak istimewa’ sopir angkot

Irham Duilah

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

6 ‘hak istimewa’ sopir angkot
Tragedi metromini di Angke, tak lepas dari pemberian 'hak istimewa' kepada supir angkot, seperti ugal-ugalan di jalan.

JAKARTA, Indonesia – Minggu pagi, 6 Desember 2015, di saat orang-orang sedang merencanakan liburan, tiba-tiba semua dikagetkan dengan peristiwa kecelakaan metromini di kawasan Angke, Jakarta Barat. Sedikitnya 17 orang tewas dalam peristiwa nahas ini.

Saksi mata mengatakan, peristiwa ini berawal dari dua metromini jurusan Kalideres-Jembatan Lima yang saling kebut-kebutan berebut penumpang. Salah satu metromini kemudian mendahului metromini lainnya. Sampai akhirnya kehilangan kendali menerobos perlintasan kereta api yang sudah tertutup.

Kebut-kebutan antara metromini merupakan hal yang tiap hari bisa ditemui di jalan-jalan Jakarta. Karena terlalu sering, hal ini akhirnya menjadi sesuatu yang lazim.

Saling salip antara sopir angkot dalam mencari penumpang dianggap lazim karena dalih mencari nafkah. Jika tidak begitu, maka mereka akan sulit mendapat penumpang.

Selain itu, ada juga kelakuan dan tindakan lain sopir-sopir angkot yang dianggap ‘wajar’, padahal itu melanggar aturan atau etika berlalu lintas. Kewajaran ini merupakan pemberian dari lemahnya penegakan hukum.

Kewajaran ini pada akhirnya melegitimasi serta membentuk ‘hak prerogatif’ atau hak istimewa bagi supir-supir angkot. Sopir angkot ini biasanya adalah mereka yang mengendarai kopaja, metromini, taksi, mikrolet, dan kopabun.

 

Berikut tindakan supir-supir angkot yang sangat lazim dilakukan di jalanan:

1. Kebut-kebutan

Sopir angkot punya hak prerogatif untuk kebut-kebutan sesama angkot lain, dengan dalih mengejar setoran dari penumpang. Sebagian penumpang senang karena proses perjalanan akan menjadi lebih cepat. Tapi ada juga penumpang yang gemetaran kakinya ketika turun dari angkot, karena dengan tindakan ini peluang kecelakaan semakin lebih besar.

2. Mangkal di sembarang tempat

Sopir angkot yang mangkal di sembarang tempat juga merupakan hal yang lazim. Bahkan dari satu angkot yang mangkal bisa mengakibatkan kemacetan hingga satu kilometer. Apakah ada masyarakat atau kepolisian yang bisa melarangnya? Tidak ada. Untuk itu, mangkal di sembarang tempat menjadi salah satu hak prerogatif supir angkot.

3. Menepi tiba-tiba

Pada umumnya, kendaraan yang akan menepi memberikan lampu tanda (sign) sebelum berbelok atau menepi. Tapi kebanyakan supir angkot justru melakukan sebaliknya. Mereka berbelok atau menepi dulu baru memberikan lampu sign.

Tindakan ini selain membuat pengendara di belakangnya berhenti mendadak, juga sangat rentan menyebabkan kecelakaan. Tapi kembali lagi, ini hal lazim yang ditemui di jalan-jalan Jakarta, sehingga, sekali lagi, menepi tiba-tiba supir angkot bisa masuk sebagai hak prerogatif bagi mereka.

4. Buang air kecil di balik pintu angkot

Ketika penumpang sudah kosong, sopir angkot yang tak tahan, akan buang air kecil di balik pintu kendaraan. Di mana pun lokasinya, selama ‘burung’ sopir angkot bisa tertutup dengan pintu kendaraan di situ lah tempat buang air kecil. Tapi biasanya, sopir angkot melakukan perbuatan itu di daerah-daerah terminal.

Bukan rahasia lagi, hampir seluruh terminal di tanah air ini berbau pesing. Hal ini karena sopir angkot punya hak prerogatif untuk buang air kecil di mana pun mereka berada. Ada yang melarang? Pasti tidak.

5. Berjalan pelan di tengah jalan

Agar tak bisa disalip kompetitornya, supir angkot biasanya menguasai jalan dengan berjalan pelan di tengah jalan. Tindakan ini diambil agar angkot tersebut bisa mengambil sebanyak-banyaknya penumpang yang berada di sepanjang jalan tanpa harus disalip dari belakang. Dengan begini, mereka juga bisa menepi secara tiba-tiba, atau menancap gas dengan leluasa untuk mengambil jalur di sebelah kanan.

6. Merokok di dalam kendaraan

Sopir bisa bebas merokok di dalam kendaraan dengan menghiraukan para penumpangnya. Penumpang yang membawa bayi atau anak-anak, bahkan ibu hamil pun tak bisa menghentikan sopir angkot untuk mematikan rokoknya. Tapi siapa yang berani untuk melarangnya? Sopir angkot yang seperti ini merasa bahwa sebagai pemegang kendali, ia bisa melakukan segala-galanya di dalam angkot.

Jadi bagaimana hak-hak istimewa bisa melekat ke sopir angkot? Bagaimana cara mengubah karakter sopir angkot yang suka sembarangan berkelakuan di jalan-jalan raya?

Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Husna Zahir mengatakan, sebenarnya masyarakat terganggu dengan perilaku sopir-sopir angkot tersebut. Sebab, semua tindakan yang melanggar aturan dan etika tersebut tidak dibenarkan dalam masyarakat.

“Persoalannya, kan ketika penumpang ingin menegur, itu kan agak mengkhawatirkan. Bisa-bisa mereka diminta turun di tengah jalan,” katanya kepada Rappler, Senin, 7 Desember 2015.

Menurut Husna, pemilik angkotlah yang paling bertanggung jawab dalam hal ini. “Ya, semestinya pemilik angkot itu bisa merekrut para sopir, melakukan pembinaan dan pengawasan yang baik,” lanjutnya.

Selain itu, Pemerintah DKI Jakarta di bawah Dinas Perhubungan juga perlu mengawasi pemilik-pemilik angkot. Dinas punya kewajiban untuk melakukan pembinaan dan memberikan prosedur standar kelayakan jalan baik bagi angkutan umum maupun supirnya.—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!