Manchester City vs Leicester City: Jalan lain menuju gelar juara

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Manchester City vs Leicester City: Jalan lain menuju gelar juara
Apakah laga ini menjadi penentu juara Liga Primer?

JAKARTA, Indonesia – Hanya empat tim yang pernah merasakan puncak klasemen sementara Liga Primer musim 2015/2016 ini. Mereka adalah Leicester City, Manchester City, Arsenal, dan Manchester United. Tapi, tak ada yang sekonsisten Leicester. 

Kekuasaan tim berjuluk The Foxes itu di puncak klasemen adalah yang paling lama. Mereka menduduki singgasananya selama 10 pekan. Bandingkan dengan Arsenal yang hanya dua pekan, Manchester City 9 pekan, atau United yang mengecap indahnya puncak klasemen hanya sepekan. 

Dan kekuasaan Leicester tersebut tidak semuanya diraih melalui bentrok langsung dengan tiga tim itu. Pasukan Claudio Ranieri justru kalah 2-5 dengan Arsenal, imbang tanpa gol dengan City, dan kembali imbang 1-1 dengan United. 

Leicester menunjukkan jalan lain menuju puncak klasemen: konsisten melawan tim-tim non favorit juara. Melawan para raksasa, mereka cukup bermain seri. Sebab, mereka akan “mengkompensasi” hasil seri tersebut ke pertandingan lainnya dengan hasil maksimal, tiga poin.

Sebaliknya, para raksasa justru kerap terjatuh saat melawan tim-tim menengah atau bahkan tim bawah. 

Kesimpulan itu bukan tanpa dasar. Di Liga Primer, Leicester adalah tim yang paling sedikit menderita kekalahan. Hanya dua kali. Bandingkan dengan City dan Arsenal yang menelan lima kekalahan, dan Manchester United enam kekalahan. Saingan terdekat Leicester hanya Tottenham Hotspur yang tiga kali kalah. 

Selain jarang kalah, Leicester lebih sering menang. Di saat Arsenal seri melawan tim-tim kecil seperti Norwich City (1-1), Stoke City (0-0), dan kalah 1-2 melawan West Bromwich Albion, Leicester justru perkasa melawan Liverpool (2-0), Stoke (3-0), dan Chelsea (2-1). 

Pendek kata, klub yang bermarkas di King Power Stadium itu menerapkan filosofi kemenangan yang populer di dunia modern. Kamu boleh kalah dalam pertarungan tapi kamu harus memenangkan peperangan.

Karena itu, menjamu Leicester di Etihad Stadium, pukul 19.45 WIB, Sabtu 6 Februari, manajer City, Manuel Pellegrini, menolak menyebutnya sebagai penentu gelar juara Liga Primer. “Masih banyak yang akan terjadi setelah pertandingan ini,” katanya seperti dikutip BBC.

Ya, duel keduanya menandai pekan ke-25 Liga Primer. Masih ada 13 laga lagi yang harus dihadapi kedua tim. Leicester, misalnya. Pekan depan mereka gantian ditantang Arsenal di markas The Gunners, Emirates Stadium. 

Begitu juga City. Agenda laga mereka setelah menghadapi Leicester justru lebih berat. Mereka beruntun harus menghadapi tim peringkat ketiga Spurs dan juara bertahan Chelsea. 

“Ini bukan pertandingan terbesar musim ini. Kami bisa menang atau kalah di sini tapi gelar Liga Primer tidak akan berakhir di sini,” kata Pellegrini.

Manajer asal Chile itu mengisyaratkan konsistensi adalah yang utama. Laga-laga tertentu tidak menjamin gelar juara. Masalahnya, konsistensi justru adalah menjadi persoalan utama klub milik taipan Timur Tengah Sheikh Mansour tersebut.

Performa mereka tidak konsisten seiring absennya kapten Vincent Kompany. Mereka juga kerap keteteran saat harus menjalani laga tandang. 

Klub berjuluk The Citizens itu tidak meraih hasil maksimal menghadapi lawan-lawan yang levelnya berada di bawah mereka. City keok 0-2 melawan Stoke City, ditahan seri 0-0 tim di zona degradasi Aston Villa, seri melawan tim papan 0-0 tengah Everton, dan kalah 1-2 melawan West Ham di depan pendukungnya sendiri. 

“Masih ada 39 poin yang tersedia untuk diperebutkan setelah pertandingan ini. Siapa yang paling banyak meraihnya dia baru bisa disebut juara,” kata Pellegrini.

Komentar Ranieri kurang lebih berada dalam koridor yang sama dengan Pellegrini. “Rasanya pertandingan akan berakhir seri,” kata manajer asal Italia itu.

Skema serangan balik bakal repotkan City

Saat Chelsea masih ditangani Jose Mourinho, manajer asal Portugal itu mendata ada empat plot serangan Leicester. Sepanjang latihan, John Terry dan kawan-kawan berlatih untuk meredamnya. 

Tapi dalam pertandingan, Chelsea tetap kalah 1-2. Dan dua gol tersebut terjadi persis seperti yang dibayangkan Mourinho. Salah satunya, striker Jamie Vardy berada sedikit jauh dari garis pertahanan untuk berlari cepat menyongsong assist tepat di depan mulut gawang. 

Selain itu, klub milik Asian Football Investments itu juga lebih banyak mengandalkan serangan balik. Terutama melalui dua sayapnya. Dua gol Leicester yang dilesakkan ke gawang Liverpool pada 3 Februari lalu berasal dari skema tersebut.

Bahkan, hanya dibutuhkan dua umpan untuk bisa mencetak gol ke gawang Liverpool. Winger Riyad Mahrez yang mendapat umpan dari bek melepas bola lambung ke depan. Vardy berlari menyambutnya dan melepas tembakan voli dari luar kotak penalti. 

Rasanya, hampir semua manajer top Liga Primer juga mengetahui skema tersebut. Tapi semuanya tak berdaya ketika berada di lapangan. 

City yang kerap bermain dengan garis pertahanan tinggi bakal kerepotan menghadapi serangan balik cepat tersebut. Apalagi salah satu senjata andalan Vardy adalah kecepatannya. Begitu juga Mahrez. 

Umpan-umpan terobosan bakal merepotkan dua bek City, Martin Demichelis dan Nikolas Otamendi. Dengan Demichelis sudah melambat karena usia, praktis hanya Otamendi yang jadi andalan. Dan Otamendi adalah salah satu penyebab City kebobolan gol kedua West Ham United pada 24 Januari lalu. 

Pertahanan City memang dalam bahaya saat menghadapi para penyerang Leicester. Tapi, City juga memiliki lini serang yang bagus. Paket Sergio Aguero-Raheem Sterling, dan David Silva bakal mengancam gawang Kasper Schmeichel. Untungnya, Kevin De Bruyne absen dalam laga ini karena cedera.

Namun, Ranieri masih menganggap para penyerang City lainnya menjadi ancaman serius. “Pemain kunci mereka banyak. Kami tidak bisa hanya fokus pada beberapa saja,” katanya.—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!