Indonesia dan Filipina diskusi opsi untuk bebaskan 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indonesia dan Filipina diskusi opsi untuk bebaskan 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf

ANTARA FOTO

TNI siap membantu Filipina untuk menghadapi pembajak jika dibutuhkan.

 

JAKARTA, Indonesia – [UPDATED] Indonesia terus berdiskusi dengan Filipina mengenai berbagai opsi untuk membebaskan 10 awak kapal tunda Brahma 12 yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina selatan.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pihaknya telah mengkomunikasikan berbagai opsi kepada mitranya Menlu Filipina, Jose Almendras.

“Dalam tiga hari terakhir, komunikasi dan koordinasi semakin diintensifkan. Komunikasi terakhir saya dengan beliau dilakukan hari ini pada pukul 08:13 WIB,” kata Retno ketika memberikan keterangan pers di Kementerian Luar Negeri pada Kamis, 31 Maret.

Hasil komunikasi di antara keduanya, kata Retno, akan diteruskan oleh Almendras kepada para mitranya.

Belum diketahui apa opsi yang akan ditempuh Indonesia atau ditawarkan ke Filipina.

“Seperti yang telah saya sampaikan, keselamatan 10 ABK masih menjadi acuan utama,” Retno menambahkan.

Dia mengatakan dukungan dari Pemerintah Filipina untuk membebaskan 10 WNI itu sangat penting. Oleh sebab itu, Indonesia menghargai dukungan dan kerjasama dari Filipina.

Retno mengatakan otoritas terkait telah mengetahui pergerakan dan posisi para sandera dari waktu ke waktu. Dia tidak mau menyebut lokasinya para sandera demi keselamatan mereka.

Selain menjalin komunikasi dengan rekannya di Filipina, Kemlu juga menghubungi pihak keluarga awak kapal yang disandera.

Kelompok Abu Sayyaf pernah menuntut uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp 15 miliar.

Sementara, Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), Sutiyoso, mengatakan pemerintah masih terus bernegosiasi agar 10 WNI itu bisa dibebaskan. Dia pun tidak menyalahkan Pemerintah Filipina yang tak bersedia menerima bantuan militer Indonesia untuk menangkap pelaku pembajakan kapal tunda Brahma 12 dan Anand 12.

“Ya, mungkin mereka juga memiliki harga diri dan reputasi yang harus dipertahankan. Kita juga kalau ada penyanderaan di sini (Indonesia) juga akan diselesaikan sendiri, oleh sebab itu dalam isu ini masih membutuhkan koordinasi. Kita lihat saja,” ujar Sutiyoso di Istana Negara pada Kamis, 31 Maret.

Lalu, apa yang akan dilakukan pemerintah mengingat tenggat waktu penyerahan uang tebusan akan berakhir tanggal 8 April? 

“Karena itu kami masih terus bernegosiasi. Ini kan kita masih memiliki waktu hingga tanggal 8 nanti,” kata dia.

BIN, Sutiyoso menjelaskan, terus bekerja sama dengan intelijen Filipina untuk mengikuti perkembangan. Semua informasi yang ada diteruskan ke semua pihak yang terkait seperti Panglima TNI dan Menlu. 

Sutiyoso pun mengetahui selain WNI, juga terdapat 11 warga asing lainnya yang sudah lebih dulu disekap oleh Abu Sayyaf. Mereka merupakan warga Norwegia, Belanda, Kanada dan Filipina. 

“Tentu tidak akan mudah membuat opsi dengan cara menyerang, karena selain aspek taktis kita juga perlu mempertimbangkan aspek politisnya,” tutur Sutiyoso.

TNI siap bantu

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan TNI siap membantu pasukan Filipina untuk menghadapi kelompok pembajak yang menyandera 10 awak kapal Indonesia itu. Namun, dia mengaku tidak ingin terburu-buru dan masih menanti respons dari Filipina.

“Saya rasa tentara sudah siap semua, tinggal tergantung dari sana (Filipina). Karena ini ‘rumah’ orang. Kalau dia (Filipina) bilang siap kita nonton saja, kalau dia minta bantuan kami akan tangani,” kata Ryamizard di Kemhan pada Selasa, 29 Maret.

Dia mengatakan, TNI sudah menyiapkan kapal-kapal patroli. Tetapi, sekali lagi dia menegaskan militer Indonesia tidak bisa seenaknya melakukan operasi di wilayah Filipina tanpa izin dari pemerintah setempat.

“Itu negara orang. Kalau enggak boleh masuk, jangan maksa-maksa. Kalau mereka siap menyelesaikan kita tunggu saja, (kalau) dia perlu bantuan, kita masuk. Jangan nyelonong, nanti urusan panjang lagi,” kata Ryamizard.

Menurut Ryamizard, pembebasan 10 WNI sebaiknya dilakukan tanpa perlu memenuhi tuntutan uang tebusan sebesar 50 juta Peso atau setara Rp15 miliar. -dengan laporan ANTARA/Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!