Masihkah Surabaya ramah untuk anak?

Amir Tedjo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Masihkah Surabaya ramah untuk anak?
Risma mengatakan pengawasan terhadap anak-anak tidak bisa diserahkan kepada pemerintah atau polisi saja

 

SURABAYA,Indonesia – Dengan suara bergetar menahan kecewa, Walikota Surabaya Tri Rismaharini bertanya kepada delapan orang anak yang berdiri di depannya.

“Kamu mau masuk penjara? Siapa yang mengajar kamu berbuat seperti ini? Kalau dari warnet, sebutkan warnet mana? Akan saya tutup,” kata Risma di Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis, 12 Mei.

Risma sengaja datang ke Mapolrestabes untuk berdialog dengan delapan anak yang melakukan pencabulan terhadap Bunga (13 tahun), siswi kelas 1 SMP di  Surabaya. Mereka berumur antara 9 sampai 14 tahun.

Kasus pencabulan yang dialami Bunga ini sebenarnya sudah berlangsung sejak dia masih berusia 4 tahun, ketika dia dicabuli oleh tersangka AS yang kebetulan teman sepermainannya di kampung. Bunga juga sudah dicekoki dengan pil double L sejak umur lima tahun.

Penangkapan delapan orang ini bermula dari laporan warga yang menyebutkan adanya anak-anak yang biasa mabuk di makam Jalan Ngagel. Satuan Polisi Pamong Praja menindak lanjuti laporan itu.

Saat ditangkap di makam, Bunga sedang teler.  Dia kemudian dibawa untuk dimintai keterangan oleh anggota Satpol PP dan terkuaklah kejadian-kejadian sebelumnya.

 

Risma mengatakan kasus Bunga ini sebenarnya sisa-sisa dampak dari keberadaan lokalisasi Dolly. Menurut Risma, dampak Dolly tehadap anak-anak sebenarnya sudah menjadi gunung es. 

“Kalau melihat kronologisnya, ini dampak dari Dolly. Bunga terbiasa melihat itu. Tapi saya tak mau menjelaskan hubungannya, Makanya saya ngotot untuk Dolly ditutup,” kata Risma.

Saat mengetahui kasus ini, Risma langsung berkomunikasi dengan Kapolrestabes Surabaya Kombes Iman Sumantri.  Risma mengatakan kepada Iman Sumantri kasus ini harus dibuka ke masyarakat agar para orangtua waspada terhadap lingkungan pergaulan anak-anak mereka.

“Dari kejadian ini, mari pengawasan kita lebih ketat kepada anak. Meski mereka masih SD atau SMP. Tak bisa semua pengawasan diserahkan kepada pemerintah kota atau polisi,” ujarnya. 

Sementara itu, Iman Sumantri menyatakan meski kasus ini melibatkan anak-anak, proses hukum harus tetap berjalan.  “Ada undang-undang Perlindungan Anak. Tapi untuk para pelaku proses hukumnya lanjut terus,” kata Sumantri.

Risma tak mau menjawab dengan tegas soal proses  lanjutan terhadap anak-anak ini. “Saya tak mau berkomentar soal sanksi. Jangan sampai ada pikiran, halaah  paling kalau melakukan perbuatan seperti ini, hukumannya cuma itu,” ujar Risma.

Joris Lato, aktivis perlindungan anak, menyesalkan sikap Risma dan Iman Sumantri.

“Meski ada pelakunya, namun dalam perspektif perlindungan anak, mereka semua korban,” ujar dia.

Joris juga mengatakan status Surabaya sebagai kota ramah anak harus dipertanyakan karena kasus-kasus pencabulan dengan korban anak sudah semakin banyak.

Dia menganjurkan sudah saatnya pemerintah mempertimbangkan jam malam untuk anak untuk menjauhkan anak dari pergaulan negatif.  – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!