Bagaimana cara ISIS merekrut jihadis muda?

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bagaimana cara ISIS merekrut jihadis muda?
ISIS memiliki cara tersendiri untuk menyasar para kaum muda supaya bergabung dengan mereka. Apakah trik mereka untuk merekrut tentara remaja dari seluruh penjuru dunia?

JAKARTA, Indonesia – Film Jihad Selfie besutan Noor Huda Ismail mengungkap cara Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) merekrut para kaum muda untuk bergabung menjadi tentara mereka. Rupanya, mereka tidak menyinggung ideologi keagamaan, melainkan sisi pencarian jati diri.

Huda menunjukkan cara ini lewat kisah Teuku Akbar Maulana, remaja 17 tahun asal Aceh, yang nyaris menjadi tentara Abu Bakr Al-Baghdadi.

Berikut hal-hal yang kamu perlu tahu soal taktik baru ISIS dalam mendekati kaum muda:

1. Menyasar lewat media sosial

ISIS tak lagi bergantung pada pertemuan maupun doktrinasi kelompok. Propaganda media sosial mereka, baik lewat Facebook, menunjukkan kesan kalau para prajurit yang memamerkan fotonya di media sosial terkesan “maskulin dan gagah.”

Salah satu yang termakan adalah Akbar, dengan melihat foto kakak kelasnya, Yazid, memegang senapan AK47 di laman Facebook-nya. Sejak tahun 2014 lalu, seniornya itu sudah tinggal di Suriah selama 5 bulan sebagai pejuang ISIS.

“Waktu lihat dia bawa senapan, kayaknya gagah betul, keren,” kata dia dalam diskusi di The Reading Room, Jakarta, pada Ahad, 25 Juli 2016. Belum lagi, banyak komentar yang memuji kegagahan Yazid di foto tersebut, sehingga Akbar ingin mengikuti jejaknya.

Pada April 2014, ia mengontak Yazid untuk menanyakan kondisi di Suriah sana. Jawaban yang diberikan Yazid menggambarkan tempat ISIS seperti surga dunia. 

Akbar yang saat itu masih berusia 16 tahun dan tengah mencari jati diri, akhirnya tergoda untuk menyusul seniornya asal Surabaya itu.

Huda mengatakan memang arah propaganda kelompok radikal ini akan terus bergeser ke sana. Tak hanya lewat Twitter, Facebook, dan lainnya. Bahkan fitur seperti WhatsApp juga sudah mulai digunakan untuk penyebaran. “Pemerintah perlu melakukan pendekatan sosial untuk mengatasi hal ini,” kata dia.

2. Bukan ideologi

Huda melihat ketertarikan para jihadis muda untuk bergabung dengan ISIS bukan lagi karena ideologi, tetapi ada beberapa faktor lainnya. “Kalau kita lihat, mereka mau ikut karena diajak sama temannya. Jadi ada keterikatan atau attachment di sana,” kata dia.

Ideologi baru ditanamkan kemudian setelah mereka masuk dalam kelompok tersebut. Maka, salah bila mengira semua orang tertarik masuk kelompok ekstrem ataupun jaringan teroris karena kesamaan ideologi.

“Memang ada yang seperti itu, tapi dari 1.255 teroris yang sudah tertangkap, jumlah yang benar-benar paham ideologinya itu sedikit sekali,” kata pria yang pernah berprofesi sebagai jurnalis ini.

Bila sudah ada teman dan lingkungan tersebut nyaman, maka akan sangat mudah bagi seseorang untuk bergabung dengan suatu kelompok.

Huda melanjutkan kalau saat ini, proses perekrutan jauh berbeda dengan saat ramai-ramainya masyarakat Indonesia ke Afghanistan pada tahun 1980-an. Huda menjelaskan fenomena dulu menggunakan metode kolektif.

“Kalau dulu mereka melakukan pengumpulan, kalau sekarang mereka sepemahaman saja lewat media sosial baru pergi,” kata dia.

3. Masalah keluarga

NYARIS DIREKRUT ISIS. Teuku Akbar Maulana, pemuda asal Aceh dan tengah menuntut ilmu di Turki nyaris direkrut oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menjadi pengikutnya.

Kedekatan dengan orang tua juga berperan penting bagi seorang anak untuk memutuskan apakah ia akan bergabung dengan ISIS atau tidak. Akbar adalah salah satu contoh yang menggagalkan niatnya menjadi tentara di Suriah lantaran kepikiran orangtuanya.

Ia hanya tinggal menyeberangi perbatasan Turki ke Suriah, sebelum tiba-tiba teringat kalau ada dua orang tua yang harus ia bahagiakan. Akhirnya, ia memilih untuk tidak bergabung dengan ISIS dan kembali ke Aceh.

“Saya dan orang tua dekat (hubungannya), waktu di Turki juga rutin Skype. Minimal seminggu sekali,” kata dia. Ibunya juga pernah mengungkapkan kesedihan saat ia memamerkan foto Yazid dengan senjata.

“Kasihan, gimana orang tuanya ya?” kata Akbar menirukan sang ibu. Kata-kata itu ampuh untuk mengukuhkan niatnya tetap kembali ke Tanah Air.

Sementara Huda sendiri menemukan kalau remaja lain yang sudah berangkat ke sana -bahkan yang sudah tewas -rupanya tak terlalu harmonis dengan kedua orangtuanya. Bahkan, ada yang berangkat tanpa memberitahu keluarganya.

Seperti Yazid, ia pergi begitu saja sehingga sang ibu meminta kawan-kawannya di Turki untuk membujuk kembali. “Tapi ya gimana, orangtuanya minta saja gak didengar, apalagi teman,” kata Akbar.

Belakangan terungkap kalau Yazid sangat tertutup dan jarang bercerita, bahkan dengan keluarganya sekalipun. Waktunya habis di depan layar komputer, untuk menjelajahi dunia maya.

Huda mengatakan perlu ada refleksi dari para pengurus anak untuk mewaspadai fenomena ini. “Koneksi itu penting,” kata dia.

Daripada membiarkan anak-anaknya di depan komputer, lebih baik dibuat kegiatan luar ruangan yang bermanfaat. 

4. Pendekatan berbeda

Penemuan perbedaan motif ini, kata Huda, membutuhkan cara penanggulangan dan pencegahan yang menyesuaikan. “Tak bisa disamakan antara yang memang ideologi, sama yang motifnya lain,” ujarnya.

Ini pula yang mendorong munculnya film Jihad Selfie, sebagai upaya pemahaman ide bagi kaum remaja. ISIS juga sering menyiarkan video-video propaganda, maka perlu ditandingi dengan cara serupa.

Bagaimanapun juga, tidak ada orang yang terlahir sebagai teroris. Mereka yang sekarang tertangkap, kata Huda, terbentuk dari proses. Negara harus berperan dalam memerangi proses tersebut untuk mencegah timbulnya bibit-bibit baru.

Hingga April 2016 lalu, jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) di Suriah diperkirakan berjumlah sekitar 1000 orang. Sementara itu, jumlah yang tergabung dengan ISIS sendiri, menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sekitar 500 orang di antaranya telah bergabung dengan kelompok ISIS. -Rappler.com

BACA JUGA:

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!