DPR Papua: Selesaikan dugaan pelanggaran HAM sebelum bangun pangkalan militer

Kanis Dursin

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

DPR Papua: Selesaikan dugaan pelanggaran HAM sebelum bangun pangkalan militer
Masyarakat Papua masih takut dan trauma dengan polisi dan militer

JAKARTA, Indonesia – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua menyerahkan aspirasi masyarakat yang menolak rencana pembangunan pangkalan militer di Biak kepada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) di Jakarta pada Kamis, 15 Septmber.

Aspirasi tersebut diserahkan oleh empat aggota Komis I DPR Papua dalam pertemuan tertutup dengan Mayjen Yoedhi Swastono, Deputi I Bidang Koordinsi Politik Dalam Negeri Menko Polhukam.

“Mereka menyampaikan aspirasi sebagian masyarakat Biak yang menolak rencana pemerintah membangun pangkalan militer di sana,” kata Yoedhi kepada Rappler.

“Karena tugas kami hanya melakukan koordinasi, kami akan meneruskan aspirasi tersebut kepada kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Pertahanan,” lanjut Yoedhi.

Keempat anggota DPR Papua yang bertemu dengan Yoedhi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan adalah Wilhemus Pigai dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Tan Wie Long dari Golkar, Kusmanto dari Partai Keadilan Sejahtera, dan Laurenzus Kadepa dari Partai Nasional Demokrat (NasDem),

Dalam kunjungannya ke Biak bulan April lalu, Panglima TNI Jen. Gatot Nurmantyo mengatakan pemerintah akan membangun pangkalan militer di Natuna di Kepulauan Riau, Morotai di Maluku Utara, Saumlaki di Kepulauan Tanimbar, Maluku, dan Biak di Papua sebagai bagian dari usaha mengamankan wilayah perbatasan.

Pernyataan tersebut mengundang protes dari masyarakat Papua, khususnya Biak. Pada akhir Agustus lalu, masyarakat Biak melakukan protes di Kantor DPR Papua di Jayapura.

“Baru-baru ini masyarakat Biak melakukan demo damai di kantor DPR Papua. Mereka menolak rencana pembangunan pangkalan militer tersebut. Hari ini, kami membawa aspirasi itu ke Menko Polhukam,” katanya Wilhemus Pigai, salah satu anggota legislatif Papua yang diutus untuk menyerahka aspirasi tersebut.

Masyarakat Papua, kata politisi yang biasa dipanggil Mus, menunggu Presiden Joko “Jokowi” Widodo memenuhi janji-janjinya untuk membangun Papua, termasuk infrastruktur jalan, gedung sekolah, dan fasilitas kesehatan, tetapi bukan pangkalan militer.

“Kami mendukung rencana pemerintah, tetapi kami minta pemerintah mendengar keinginan masyarakat Papua,” kata Mus, politisi dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)  ini.

Pemerintah pusat, menurut Mus, perlu menjelaskan rencana pembagunan pangkalan militer itu kepada  masyarakat Papua umumnya, Biak khususnya. “Kalau setelah sosialisasi masyarakat Biak tetap menolak, pemerintah harus menghargai keinginan mereka,” katanya.

“Kalau masyarakat menerima rencana terebut, pemerintah harus menghargai hak ulayat masyarakat lokal atas tanah seperti tertera dalam Perdasus No. 23, 2008 tentang Hak Ulayat,” kata Mus.

Laurenzus Kadepa, anggota DPR Papua yang juga bertemu dengan Youdhi, mengatakan kepada Rappler bahwa lembaganya mendukung aspirasi masyarakat Biak, yang menurut dia juga keinginan masyarakat Papua secara keseluruhan.

“Masyarakat Papua pada umumnya masih takut dan trauma dengan segala sesuatu yang berbau militer dan polisi karena pengalaman pahit selama Papua menjadi daerah operasi militer,” kata Laurenz.

Sejak penentuan pendapat rakyat (Pepera) pada 1969, Jakarta telah berkali-kali melakukan operasi militer di Papua, sampai beberapa bulan setelah Suharto mundur pada Mei 1998.

“Ada rasa ketidakpercayaan yang cukup tinggi di antara masyarakat Papua terhadap polisi dan militer. Karena itu, yang paling penting sekarang, pemerintah harus mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat Papua terhadap polisi dan tentara, dengan menyelesaikan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu di Papua,” kata Laurenz.

Pada Mei 2016 lalu, Menkopolhukam saat itu, Luhut Binsar Panjaitan, membentuk Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat. Sampai sekarang, tim tersebut belum pernah mengumumkan hasil kerja mereka.

Menurut Laurenz, DPR Papua telah menyampaikan penolakan masyarakat Papua ke Presiden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui surat.

“Dalam surat tersebut, kami menyatakan mendukung aspirasi masyarakat Biak khususnya, dan Papua umumnya,” kata politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini. – Rappler.com

BACA JUGA:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!