Terbukti menerima suap, politisi PDIP dihukum 4,5 tahun penjara

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Terbukti menerima suap, politisi PDIP dihukum 4,5 tahun penjara
Mantan anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Damayanti Wisnu Putranti juga didenda Rp500 juta

JAKARTA, Indonesia – Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Damayanti Wisnu Putranti dihukum 4,5 tahun penjara pada Senin, 26 September, karena terbukti menerima suap sebesar S$278.700 dan Rp1 miliar di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

“Menyatakan terdakwa Damayanti Wisnu Putranti terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” kata Ketua Majelis Hakim Sumpeno dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Koruspi Jakarta, Senin.

 Mantan anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu juga didenda Rp500 juta. Bila tidak mampu membayar denda, Damayanti dipenjara 3 bulan sebagai tambahan.

Baik Damayanti maupun Damayanti menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum meminta hakim menghukum Damayanti enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan serta pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak selesai menjalani pidana pokok.

Majelis hakim, terdiri dari Sumpeno, Mas’ud, Baslin Sinaga, Titik, dan Sigit Herman Binaj, tidak memenuhi tuntutan jaksa KPK tersebut.

“Dalam alam demokrasi masyarakat Indonesia sudah cerdas dalam menggunakan hak pilihnya untuk menentukan pilihannya dalam jabatan publik tertentu baik eksekutif maupun legislatif sehingga majelis berpendapat sebaiknya diserahkan ke masyarakat untuk menilai integritas dan kapasitas calon pejabat publik tersebut,” kata Sigit.

Majelis juga memberikan status kolaborator keadilan kepada Damayanti sesuai dengan surat keputusan Pimpinan KPK No. Kep-911/01-55/08/2016 tanggal 19 Agustus 2016.

Sigit mengatakan terdakwa membuka keterlibatan rekannya Dessy Ariyati Edwin, Julia Praetyarini, dan Abdul Khoir serta mengungkap pihak-pihak yang menerima dana aspirasi seperti Budi Supriyanto.

Terdakwa, menurut Sigit, juga menerangkan skenario pihak-pihak tertentu di Komisi V DPR dan Kementerian PUPR dalam rangka pengesahkan persetujuan perubahan APBN 2016 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dari orang-orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yaitu Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, dan Amran Hi Mustary.

“Sehingga majelis sependapat dengan JPU KPK bahwa terdakwa patut disematkan status justice collaborator yaitu pelaku yang bekerja sama untuk mengungkap kejahatan yang dilakukan sendiri dan pihak lain,” kata Sigit.

Suap dari Abdul Khoir, direktur utama PT Windhu Tunggal Utama,  kepada Damayanti ditujukan agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan menggerakkan rekannya sesama anggota komisi Budi Supriyanto agar mengusulkan kegiatan pekerjaan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara sebagai usulan “program aspirasi” anggota Komisi V DPR sehingga masuk ke dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian PUPR 2016 dan nantinya dikerjakan oleh PT Windhu Tunggal Utama.

Tawaran tersebut pertama datang dari Kepala BPJN IX Amran Hi Mustary pada September 2015 di hotel Le Meredien pada sela-sela Rapat Dengar Pendapat antara Komisi V DPR dan Kementerian PUPR. 

Sebagai tindak lanjut dilakukan beberapa kali pertemuan di Hotel Ambhara Jakarta Selatan pada Oktober 2015 antara Damayanti, Dessy, Julia, Budi Supriyanto, Amran Hi Mustary, anggota Komisi V dari fraksi PKB Fathan dan Alamuddin Dimyati Rois serta beberapa staf BPJN IX. 

Amran menyampaikan adanya bayaran 6 persen dari nilai proyek kepada masing-masing anggota Komisi V DPR yang mau mengusulkan program tersebut sebagai “program aspirasinya”.

Program aspirasi yang diusulkan adalah pelebaran jalan Tehoru-Laimu milik Damayanti senilai Rp41 miliar yang diberi kode 1E sedangkan rekonstruksi jalan Werinama-Laimu senilai Rp50 miliar dari Budi Supriyanto diberi kode 2D, namun program aspirasi milik Fathan dan Alamuddin tidak terdapat dalam daftar program aspirasi yang dikeluarkan Kementerian PUPR.

Uang S$328 ribu diberikan pada 25 November 2015 oleh Abdul Khoir kepada Damayanti, Dessy dan Julia di restoran Meradelima Kebayoran Baru.

Rincian pembagiannya, S$245.700 untuk Damayanti dan masing-masing $$41.150 untuk Dessy dan Uwi.

Abdul Khoir masih mengeluarkan uang Rp1 miliar pada 26 November 2015 yang diserahkan kepada Dessy.

Uang itu selanjutnya diberikan kepada calon Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi sebanyak Rp300 juta, pasangan calon bupati dan wakil bupati Kendal Widya Kandi Susanti dan Gus Hilmi masing-masing Rp150 juta, Dessy dan Uwi masing-masing Rp100 juta dan Damayanti Rp200 juta. 

Selanjutnya uang S$404 ribu diberikan pada 7 Januari di Foodcourt Pasaraya Blok M dari Abdul Khoir ke Uwi sebagai bayaran program aspirasi milik Budi Suriyanto. 

Namun Budi hanya diberi S$305 ribu karena sisanya sejumlah S$99 ribu dibagi 3 untuk Damayanti, Dessy dan Uwi.
– dengan laporan Antara/Rappler.com.

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!