SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia — Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama akan menjalani sidang dugaan penistaan agama perdana pada Selasa, 13 Desember.
Ia terancam hukuman hingga 6 tahun penjara. Bagaimana awalnya kasus ini berkembang hingga Ahok dijadikan tersangka?
Berikut hal-hal yang perlu kamu tahu terkait sidang kontroversial ini:
1. Apa penyebabnya?
Semua berawal dari ucapan Ahok saat melaksanakan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada akhir September lalu. Di sana, ia mengatakan kepada penduduk setempat bahwa tak menjadi masalah baginya seandainya ia tak terpilih lagi di pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 karena pemilihnya “dibohongi pakai surah Al-Maidah [ayat] 51”.
Ayat tersebut, menurut Ahok, sering dimanfaatkan pihak-pihak tertentu —utamanya lawan politiknya— supaya pemilih Muslim tidak menggunakan suara mereka untuk calon kepala daerah non-Muslim.
Potongan video tersebut lantas menjadi viral di media sosial dan menimbulkan kemarahan kalangan Muslim konservatif, yang menganggap hal tersebut sebagai penistaan kitab suci mereka.
Meski Ahok sudah meminta maaf, hingga 4 kali, namun permintaan maafnya tak meredakan suasana. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan menyatakan kalau kalimat Ahok tersebut memang merupakan penistaan Al-Qur’an.
Kemarahan massa berlanjut dengan 3 aksi yang bermula sejak Oktober hingga awal Desember lalu, di mana ratusan ribu umat Islam dari berbagai daerah berkumpul di ibu kota. Mereka menuntut supaya Ahok segera diproses hukum, bahkan dipenjara.
2. Lokasi sidang
Karena sidang ini menarik perhatian banyak orang, polisi sempat kelimpungan mencari tempat yang sesuai.
Awalnya, sidang direncanakan berlokasi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun, mendadak beredar pemberitaan kalau Kapolisian akan memindahkannya entah ke Kemayoran, Jakarta Pusat hingga ke Cibubur, Jakarta Timur. Alasannya adalah keamanan.
Empat hal yang menjadi pertimbangan polisi adalah, orang yang hadir harus merasa aman dan nyaman; lokasi aman dari gangguan; benda-benda di sekitarnya harus dijamin aman; dan kegiatan yang ada harus dijamin berjalan lancar.
Akhirnya, pilihan jatuh pada gedung bekas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada Nomor 17. Polisi akan mengatur arus lalu lintas yang terhubung ke lokasi atau melintasi lokasi sidang.
3. Sidang disiarkan?
Selain lokasi, ada juga perdebatan apakah sebaiknya sidang Ahok disiarkan atau tidak. Awalnya, ada rencana perjalanan proses persidangan akan ditayangkan oleh stasiun televisi nasional seperti persidangan kasus kopi beracun.
Namun, pada akhirnya, pimpinan stasiun televisi bersepakat untuk tidak menyiarkannya langsung. Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan, kalau disiarkan langsung sidang ini bisa berimplikasi pada disintegrasi bangsa.
“Akan ada banyak pihak yang bertikai di luar persidangan,” kata Yosep usai pertemuan dengan para pimpinan media.
Sesi persidangan yang disiarkan langsung juga dapat menghilangkan asas praduga tak bersalah, yang seharusnya menjaga tak membuat seseorang sudah dicap bersalah meski proses hukum masih berlangsung.
Meski demikian, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengecam keputusan ini. Menurut mereka, kesepakatan stasiun televisi untuk tidak menayangkan langsung sidang Ahok sudah masuk dalam upaya penyensoran.
Ahok sendiri berpendapat ia tak keberatan jika sesi persidangannya disiarkan langsung. Justru dengan cara itu, publik bisa menilai secara langsung proses yang berjalan.
Ia juga tak masalah seandainya televisi pada akhirnya tidak melakukan siaran langsung. “Ya, kami patuh saja. Kami tidak bisa melarang orang mau live [langsung] atau tidak, kan tidak bisa,” kata Ahok.
4. Setelah sidang?
Pengadilan ini akan memutuskan nasib Ahok di Pilkada DKI Jakarta. Bila dinyatakan bersalah, maka otomatis pencalonannya gugur.
Sejauh ini, meski sudah menyandang status tersangka, Ahok tetap bisa melakukan kegiatan kampanye seperti biasa. Bila ia gugur, maka akan menguntungkan dua pesaingnya, yakni Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies Rasyid Baswedan.
Front Pembela Islam (FPI) dan kelompok Islam lainnya berjanji untuk terus menekan persidangan Ahok hingga ia ditindak. Hal ini justru menimbulkan kekhawatiran kelompok progresif dan pluralis, kalau Indonesia sudah tidak lagi menjunjung tinggi keberagaman dan tunduk pada tekanan kelompok mayoritas.—Rappler.com
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.