Melanie Subono protes maskapai Sriwijaya Air angkut lumba-lumba ke Balikpapan

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Melanie Subono protes maskapai Sriwijaya Air angkut lumba-lumba ke Balikpapan
Taman Impian Jaya Ancol keberatan jika mereka disebut telah menjadikan lumba-lumba sebagai atraksi sirkus

JAKARTA, Indonesia – Aktris dan aktivis Melanie Subono mengunggah sebuah foto lumba-lumba yang membuat publik mengernyitkan dahi. Dalam foto tersebut, terlihat seekor lumba-lumba hidung botol yang dimasukkan ke dalam wadah yang sempit tanpa air dan hanya diselimuti oleh handuk yang basah.

Di kulitnya terlihat diolesi Vaseline agar tetap lembab. Hewan mamalia itu kemudian dimasukan ke dalam bagasi maskapai Sriwijaya Air dan diangkut dari Jakarta menuju ke Balikpapan. Melanie kemudian meminta agar foto yang dia unggah melalui akun media sosialnya itu disebar luaskan ke publik.

Belakangan diketahui hewan mamalia itu berasal dari Taman Impian Jaya Ancol dan dipinjamkan ke sebuah tempat edukasi satwa di Balikpapan. Kicauan Melanie itu sempat mendapat respons dari maskapai Sriwijaya Air. Corporate Secretary Sriwijaya Air, Agus Sujono mengatakan maskapai mereka memang bisa digunakan untuk mengangkut hewan hidup.

“Kami angkut dan catatan-catatannya kami tanyakan untuk apa, kemarin (disebutnya) untuk edukasi dan konservasi,” ujar Agus seperti dikutip media.

Agus juga membela diri bahwa metode pengangkutan sudah memenuhi standar dari konservasi binatang. Walaupun pada faktanya tidak dibolehkan mengangkut lumba-lumba dalam keadaan kering.

Didampingi tim medis

Bantahan juga disampaikan oleh Taman Impian Jaya Ancol (TIJA) yang menyebut mereka adalah lembaga konservasi dan bukan sirkus. Corporate Secretary Manager TIJA, Rika Lestari membenarkan jika seekor hewan lumba-lumba pada Selasa, 17 Januari diangkut menggunakan pesawat dari Jakarta menuju ke Balikpapan.

Tetapi, lagi-lagi mereka berkilah dengan menyebut telah mematuhi standar yang dibutuhkan yakni Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor P.1/IV-SET/2014 dan standar yang ditetapkan Asosiasi Internasional Transportasi Udara (IATA).

“Kami tidak akan berani melanggar apa yang sudah dituliskan tentunya karena akan berakibat fatal bagi mamalia itu. Safety first, itu yang kami utamakan,” ujar Rika yang dihubungi Rappler melalui telepon pada Rabu malam, 18 Januari.

Rika menjelaskan selama keberangkatan menuju ke Balikpapan, ada seorang dokter hewan yang ikut mendampingi untuk memeriksa kondisi lumba-lumba tersebut.

“Yang mendampingi biasanya satu (dokter hewan) dan itu sudah sesuai standar, karena kami dalam hal ini tidak mau coba-coba apalagi terhadap sesama mahluk hidup,” katanya.

Rika juga keberatan jika ada sebagian pihak yang menyebut lumba-lumba itu digunakan untuk atraksi sirkus. Sebab, lembaga konservasi di TIJA tidak pernah mengeskploitasi hewan-hewan tersebut.

“Pada prinsipnya, kami hanya ingin mendekatkan publik dengan mamalia laut yang cukup cerdas dan bisa memberikan manfaat untuk mahluk hidup,” katanya.

Sejauh ini, di TIJA ada 24 ekor lumba-lumba hidung botol. Angka itu diprediksi akan terus bertambah, karena setiap tahun selalu lahir lumba-lumba baru di lembaga konservasi.

Perbuatan yang kejam

SIRKUS LUMBA-LUMBA. Para aktivis tengah melakukan aksi teatrikal menolak keberadaan aktivitas sirkus lumba-lumba di depan Gedung Indosat. Foto oleh Rivan Awal Lingga/ANTARA

Sementara, Koordinator LSM Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Femke Den Haas mengaku geram karena atraksi sirkus lumba-lumba masih dipertahankan di Indonesia. Sejauh ini, ada tiga penyelenggara yang memiliki izin mengadakan sirkus lumba. Mereka adalah Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Taman Safari Indonesia, dan Wersut Seguni.

Bagi Femke, apa pun pembelaan yang disampaikan TIJA, itu tidak lebih dari sebuah kebohongan.

“Jika benar mereka sudah melakukan sesuai dengan standar IATA, maka wadah akan diisi air. Lagipula, peraturan Dirjen yang ada di Indonesia standarnya sangat rendah dan tidak mengikuti standar internasional,” ujar Femke yang dihubungi Rappler pada Rabu malam, 18 Januari.

Sebagai manusia yang memiliki akal sehat, Femke bertanya kepada publik, apakah etis melihat seekor lumba-lumba dipindahkan ke kota lain hanya untuk menghibur orang. Padahal, habitat lumba-lumba seharusnya ada di laut lepas.

JAAN, kata Femke akan tetap menolak dengan keras aktivitas sirkus lumba-lumba yang digelar oleh TIJA. Sebab, sejak awal TIJA tidak pernah berniat membebaskan lumba-lumba itu ke alam bebas.

“Mereka hanya dijadikan properti dan badut,” katanya tegas.

Femke menjelaskan selama berada di dalam pengawasan TIJA, lumba-lumba dipaksa untuk berperilaku yang tak sesuai dengan habitat alamnya seperti menari dan mendengarkan musik yang keras. Belum lagi, mereka harus berada di dalam kolam sempit dan ditaburi klorine.

“Ini merupakan kekejaman terhadap satwa yang nyaris punah dan dilakukan secara luar biasa,” tutur Femke.

Belum lagi, selama berada di bawah pengawasan TIJA atau wahana sirkus lainnya, hewan mamalia itu dibiarkan kelaparan. Idealnya, kata Femke, lumba-lumba akan menangkap ikan segar dari laut dengan menggunakan sonar mereka.

“Tetapi ini, jika mereka tidak menari, maka tidak diberi makanan. Itu pun ikan yang diberikan adalah ikan yang tidak segar. Akhirnya banyak lumba-lumba yang memiliki masalah di usus mereka,” ujar Femke. – dengan laporan Santi Dewi/Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!