Walau dikritik, Pemprov DKI tetap lanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Walau dikritik, Pemprov DKI tetap lanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta

ANTARA FOTO

Namun, masa depan kelanjutan proyek berada di tangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

JAKARTA, Indonesia — Pelaksana tugas (Plt.) Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat memastikan megaproyek reklamasi Teluk Jakarta akan tetap berjalan. Pihak pengembang akan tetap dibebankan kontribusi tambahan 15 persen sebagai syarat keluarnya izin.

“Karena sudah jadi pengetahuan bagi masyarakat, kontribusi 15 persen tetap kita berlakukan karena itu kita biro hukum, Bappeda, kirim surat ke DPRD dan kementerian terkait tentang keputusan kita kalau sampai reklamasi terus dilanjutkan,” kata dia di Balai Kota, Jakarta, pada Rabu, 10 Mei.

Soal retribusi tambahan ini pun akan didorong menjadi peraturan daerah supaya mengikat. Dengan demikian, saat pergantian administrasi terjadi pun, para pengembang tetap terikat kewajiban kontribusi.

Meski akan tetap melanjutkan proyek, Djarot mengatakan masa depan final proyek tersebut berada di tangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Proses bermasalah

MORATORIUM REKLAMASI. Petugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memasang plang Pemberhentian Sementara (moratorium) di Pulau G, Jakarta, Rabu, 11 Mei. Foto oleh Teresia May/ANTARA

Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menolak rencana pemerintah melanjutkan proses reklamasi di Teluk Jakarta karena proses tersebut dinilai melanggar hukum.

“Koalisi menilai Pemprov Jakarta dengan Pemerintah Pusat untuk kesekian kalinya melanggar berbagai hukum untuk meneruskan proyek reklamasi Jakarta,” demikian pernyataan tertulis Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Minggu 7 Mei.

Koalisi menilai keputusan pemerintah melanjutkan reklamasi tanpa melibatkan seluruh pemangku hak aasi yang akan terdampak oleh proyek reklamasi tersebut.

Beberapa keputusan yang diambil tanpa melibatkan pemangku hak asasi antara lain perpanjangan sanksi moratorium secara diam-diam, perubahan dokumen dan perizinan Lingkungan, KLHS yang sengaja tidak melibatkan publik yang kritis.

“Semuanya dilakukan tanpa transparasi dan partisipasi.”

Seperti diketahui, sejak April 2016, Menteri Koordinator Maritim menyatakan Reklamasi Teluk Jakarta dihentikan. Sebagai tindak lanjut moratorium tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan tiga surat keputusan pada 10 Mei 2016.

Dalam tiga keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan tenggat waktu 120 hari sejak diterbitkannya keputusan tersebut. Namun ternyata telah diperpanjang dua kali secara diam-diam tanpa pernah diketahui masyarakat termasuk oleh Koalisi yang harus terlebih dahulu meminta informasi publik.

Padahal, jika merujuk kepada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sanksi administratif dapat ditingkatkan menjadi pencabutan Izin Lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa ada upaya mengelabui masyarakat untuk mengetahui masalah lingkungan hidup dan terus berupaya mengamankan proyek reklamasi.

Pemenuhan kewajiban dalam sanksi penghentian sementara tidak pernah terbuka kepada publik, termasuk perubahan dokumen dan perizinan Lingkungan hidup. Masyarakat umum dan Koalisi khususnya komunitas nelayan tradisional tidak pernah dilibatkan dalam proses penegakan.

Yang ada konsultasi publik dibuat secara diam-diam tanpa diperbolehkan mengikutinya secara luas yang hanya dilakukan sekali tanpa ada proses pemberian informasi dengan benar. Masyarakat mengetahui bocoran sosialisasi dari pihak warga yang masih berkomitmen menolak reklamasi.

Salah satu yang terjadi adalah konsultasi publik yang tertutup sehingga tidak dapat dianggap telah ada konsultasi publik. Selain itu konsultasi publik dilakukan malam hari dimana perempuan nelayan yang akan juga terdampak tidak dapat terlibat.

Saluran untuk keberatan tidak dibuka dengan luas dengan informasi melalui internet baik website dan sosial media tanpa memberikan ruang-ruang partisipasi yang lebih luas mengingat kerumitan kasus proyek reklamasi.

Selain itu Kajian Lingkungan Hidup Strategis memang sengaja tidak melibatkan publik yang kritis. Hal ini terungkap dari agenda konsultasi publik Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta pada Jumat, 10 Maret di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Sangat jelas Pemprov Jakarta menutupi partisipasi publik dengan mengirim undangan dengan tidak patut dalam waktu kurang dari satu hari H-1, tidak memberikan kerangka acuan, termasuk menutupi materi KLHS yang akan dikaji secara bersama termasuk ahli dan akademisi dan organisasi yang kritis terhadap proyek ini hanya dicatut namanya. Terlihat jelas KLHS ini bentuk partisipasi semu dan manipulasi yang dibuat hanya untuk memenuhi ketentuan prosedural.

Selain itu, Reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta adalah praktik buruk pada perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang di Jakarta. Dengan dikeluarkannya izin pelaksanaan reklamasi dan KLHS sesudah pulau C dan D, serta sebagian pulau G, menunjukkan buruknya kualitas Pemprov DKI Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintan dan pengawasan pembangunan.

Hingga saat ini, di atas lahan Pulau D telah berdiri bangunan ruko dan rumah tanpa IMB dan bahkan tanpa Peraturan Daerah Zonasi Kawasan Pantura Jakarta.

Koalisi mempertanyakan keterbukaan informasi dari Kementerian Koordinator Maritim, khususnya setelah perubahan kepemimpinan dari Rizal Ramli menjadi Luhut Pandjaitan dengan serampangan dan tidak konsisten karena melanjutkan reklamasi.

Koalisi telah mengajukan informasi publik kepada institusi Menko Maritim yang menjadi penanggungjawab dari Tim Komite Gabungan untuk melakukan diskusi, rapat, kajian, telaah, memberikan masukan, rekomendasi dan upaya-upaya lain dalam rangka penyelarasan aturan evaluasi syarat – syarat yang terkait dengan reklamasiserta melaksanakan audit terhadap proses pelaksanaanpembangunan masing – masing perizinan.

Komite Bersama Reklamasi Pantai Utara Jakarta telah selesai bekerja terbukti dengan pernyataan yang menyatakan adanya pelanggaran berat dari salah satu pulau reklamasi dan menyampaikan laporan kepada Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya.

Namun hingga detik ini, tidak ada keterbukaan dari Menko Maritim untuk membuka kajian dan data terkait hasil komite gabungan dan informasi dari proyek reklamasi Jakarta. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!