Dituding mengandung pornografi, polisi batalkan izin diskusi novel Enny Arrow

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dituding mengandung pornografi, polisi batalkan izin diskusi novel Enny Arrow
Polisi membantah batal memberikan izin karena adanya desakan dari kelompok tertentu

SEMARANG, Indonesia – Komite Dewan Kesenian Semarang (Dekase) mengaku kecewa terhadap pihak kepolisian karena batal memberikan izin kegiatan diskusi sastra novel karya Enny Arrow. Kegiatan bertajuk ‘Diskusi Sastra Erotika Membaca Enny Arrow’ itu semula digelar pada Senin, 25 Juli di Kopium Kafe, Jalan Tusam Raya, Semarang.

Daniel Hakiki, Sekretaris Dekase mengaku tidak habis pikir mengapa polisi batal memberikan izin. Berdasarkan informasi yang dia terima, alasan polisi tidak mengizinkan karena novel karya Enny mengandung unsur pornografi. Sehingga, dikhawatirkan dapat memicu kegaduhan di masyarakat.

“Kami mendapat informasi bahwa panitia yang sedang mempersiapkan acaranya di Kopium Kafe tiba-tiba didatangi tiga anggota kepolisian pada malam hari. Tanpa tahu apa penyebabnya, petugas meminta kepada kami agar tidak melaksanakan diskusinya. Kalaupun digelar, pilihannya jangan di lokasi yang sama,” ujar Daniel ketika ditemui Rappler di kantor Dekase Kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) pada Jumat, 21 Juli.

Padahal, pihak panitia hanya ingin menggelar diskusi karya sastra bersama komunitas pemuda setempat tanpa melihat dari sisi pornografinya.

“Kami bukan fokus pada sisi pornonya. Lagian hal-hal seperti ini kan sering digelar di beberapa tempat di Semarang maupun Yogyakarta. Toh ketika dulu saya pernah berdiskusi soal buku G30S PKI di sini juga enggak masalah kok. Baru sekarang dihambat oleh polisi,” kata dia kesal.

Daniel menjelaskan diskusi buku-buku sastra memang rutin digelar di Kopium Kafe dengan konsep ngaji atau sinau sastra. Hal itu, sesuai dengan ide dari pihak panitia yang notabene memang jebolan pondok pesantren.

Oleh sebab itu, ia berpendapat apa yang dilakukan pihak kepolisian adalah bentuk dari arogansi dan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum.

“Saya yakin mereka yang membuat kebijakan di lapangan pasti mengenal dekat sosok Enny Arrow semasa hidupnya. Banyak anak di era 80’an pernah membaca novelnya yang bergaya stensilan termasuk saya yang membacanya walau secara sembunyi-sembunyi,” katanya lagi.

Lantaran, tidak diberikan izin, panitia kemudian menunda diskusi tersebut hingga waktu yang tidak ditentukan. Ia mengaku akan mencoba menggelar diskusi tersebut di lingkungan kampus agar peristiwa serupa tidak terulang.

Langkah mundur kebebasan berekspresi

Dengan adanya kejadian itu menandakan adanya kemunduran dalam berekspresi di Indonesia. Sebagian masyarakat ternyata tidak memahami soal seni kesusastraan.

Masyarakat dianggap semakin menonjolkan sikap arogan dengan memandang sesuatu sebelah mata.

“Pikiran masyarakat masih kolot dan cenderung punya sifat fanatisme sehingga menolak menerima pemikiran yang berbeda. Banyak orang yang suka memaksakan kebenarannya sendiri,” kata dia.

Kondisi itu diperparah karena beberapa pemerintah daerah justru secara terang-terangan mendukung aksi intoleran dengan memberikan ruang bagi kelompok tertentu untuk bertindak arogan. Akibatnya fatal, banyak karya seni belakangan ini justru diprotes tanpa alasan jelas. Mulai dari pemasangan patung instalasi di Bandung, pembredelan buku-buku hingga kecamatan masyarakat terhadap isi sebuah film yang dianggap telah menodai agama tertentu.

“Praktis, hanya karena dorongan pihak tertentu, saat ini tidak ada lagi penghargaan apapun pada sebuah karya seni. Kondisi ini sudah sangat parah. Apa saja bisa jadi masalah yang tidak bisa dinalar. Masyarakat tidak bisa lagi menerima logika yang berkembang belakangan ini,” ujarnya mengeluhkan.

Menjual sensualitas

Sementara, ketika dikonfirmasi ke Polsek Banyumanik, mereka membantah telah disetir oleh kelompok tertentu agar tidak memberikan izin. Kapolsek Banyumanik Komisaris Polisi Retno Yuli berdalih apa yang ditampilkan di dalam buku karya Enny Arrow itu mengandung pornografi dan menjual sensualitas perempuan belaka.

“Kami tidak melarang tapi hanya mengimbau jangan digelar di situ. Karena semua kegiatan berbau pornografi seyogyanya tidak diadakan di wilayah kami,”

Retno mengaku akhirnya memutuskan batal memberikan izin usai menerima laporan dari Kasat Intelnya.

“Saya memang menerima laporan dari Kasat Intel ada unsur pornografi dan erotis di dalam buku. Untuk itu, saya merekomendasikan agar tidak perlu dibuatkan izinnya,” kata dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!