BEKRAF umumkan kerja sama ICINC dengan Torino Film Lab

Yetta Tondang

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

BEKRAF umumkan kerja sama ICINC dengan Torino Film Lab
Tujuan utamanya adalah untuk membawa film Indonesia masuk ke ekosistem film global

JAKARTA, Indonesia – Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) terus berupaya untuk mengemas berbagai strategi untuk memajukan industri film nasional, sebagai salah satu sektor yang diampunya.

Yang terbaru adalah dengan digagasnya Indonesian Creative Incorporated (ICINC) yang bertujuan untuk mengembangkan ekosistem film di Indonesia untuk bisa bersaing di industri film secara global.

Gagasan ini merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia melalui Bekraf untuk menangkap “momen” pergerakan film Indonesia yang mulai menanjak. Buktinya, dari sisi jumlah penonton saja, terjadi peningkatan sebesar 103 persen dari tahun 2015 ke 2016 lalu. Di tahun 2015 jumlah penonton diperkirakan sejumlah 16 juta, tapi melonjak hingga 30 juta di tahun 2016.

“Ini adalah industri yang besar. Apalagi setelah kebijakan baru pencabutan film dari Daftar Negatif Investasi (DNI), akan semakin banyak investor asing yang ingin menanamkan modalnya di film,” kata Triawan Munaf, Kepala Bekraf, saat gelaran press conference ICINC di Kementerian BUMN, Rabu, 8 Februari.

Ekosisitem global

Menurut Wakil Kepala Bekraf, Ricky Joseph Pesik, bicara soal film tidak hanya skala nasional saja, tapi juga sebagai bagian dari konstelasi pasar internasional. Karena itu, sudah saatnya Indonesia memiliki strategi untuk bisa masuk ke ekosistem film global. Untuk itulah ICINC diciptakan.

Nantinya, ICINC tak hanya bergelut di urusan film tapi mencakup seluruh sektor yang menjadi tanggung jawab Bekraf. Namun saat ini, film dinilai yang paling siap dan dijadikan prioritas.

Tak berhenti di sana, ICINC pun lantas resmi menjalin kerja sama dengan Torino Film Lab (TFL) untuk membantu sineas Indonesia masuk ke pasar film global.

Film lab adalah cara yang tepat untuk menjadi jaminan bagi para pembuat film Indonesia untuk bisa masuk ke ekosistem film global. Karena itu ICINC bekerja sama dengan TFL. Setiap tahunnya akan ada dua film Indonesia yang masuk ke TFL,” ujar Ricky.

Meiske Taurusia, seorang produser film, bercerita lebih lanjut soal film lab. Sebelumnya, wanita yang akrab disapa Dede ini pun sudah pernah mengikuti TFL di tahun 2009 dengan filmnya yang bertajuk Postcards from the Zoo.

“Bedanya, waktu itu saya pakai biaya sendiri dan semua dilakukan sendiri. Fungsinya mengikuti film lab seperti TFL adalah untuk film Indonesia bisa masuk ke film market dan bisa dipasarkan secara global. Film Lab itu seperti A to Z-nya untuk keseluruhan film,” kata Dede.

Selama ini yang terjadi dalam ekosistem film global adalah sebuah gagasan dan ide film digodok di film lab. “Belum film jadi, ya. Seperti skenario draft satu, director’s treatment dan sinopsis. Dari sana para mentor akan membimbing dan memberi pelatihan tentang banyak hal, termasuk budgeting yang akan dibedah dan bagaimana cara memasarkan film,” tambah Dede.

Dan TFL dinilai cocok dan sesuai untuk menyaring ide-ide kreatif para sineas Indonesia kelak. Apalagi, TFL dikenal dengan reputasi baik. Tahun lalu saja, ada dua film jebolan TFL yang masuk ke nominasi Best Foreign Film di Oscar. Banyak film lainnya pun berjaya di festival film internasional ternama dunia.

“Tahapannya dari film lab, berlanjut ke project market, festival dan terakhir adalah film market untuk bisa menjual film ke pasar global,” tambah Ricky.

Kesempatan untuk bisa terlibat di TFL ini terbuka untuk sineas Indonesia dari seluruh wilayah Nusantara. Proyek film bisa didaftarkan melalui Feature Lab-360 di www.torinofilmlab.it sebelum 1 Maret 2017.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!