Ada kepentingan Jokowi dalam konflik Golkar

Tasa Nugraza Barley

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ada kepentingan Jokowi dalam konflik Golkar

EPA

Pertarungan antara kubu Ical dan Agung akan menjadi kunci masa depan KMP di peta politik Indonesia. Secara Golkar memiliki akar yang sangat kuat dalam arena politik Indonesia.

 

Konflik internal partai Golkar sepertinya masih jauh dari selesai. 

Kedua kubu, baik yang dipimpin oleh Aburizal “Ical” Bakrie atau Agung Laksono, sama-sama merasa sebagai pihak yang benar. Walau konflik seperti ini sudah menjadi hal yang lumrah di dalam arena politik nasional, namun disayangkan bahwa Golkar juga akhirnya harus mengalami hal yang sama, pertama kalinya dalam 50 tahun. 

Sebagai salah satu partai politik terbesar di negeri ini, dengan sejarah yang begitu panjang dan sudah mengakar, konflik di dalam tubuh Golkar akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap arah politik nasional ke depannya.   

Ada beberapa hal menarik yang dapat kita bahas dari konflik internal partai Golkar ini. 

Pertama, Ical menyatakan bahwa Golkar di bawah kepemimpinannya akan tetap solid mendukung Koalisi Merah Putih (KMP), yang mendukung mantan calon presiden Prabowo Subianto. Kemudian sesaat setelah pelantikan dirinya sebagai ketua umum versi Musyawarah Nasional (Munas) di Bali, di hadapan para wartawan Ical mengatakan bahwa Golkar akan menolak Perppu Pilkada dan mendorong pelaksanaan pilkada tidak langsung, sehingga akan lebih banyak kader Golkar yang menjadi pemimpin daerah. 

Namun, secara tiba-tiba Ical mengubah sikapnya dan bersama-sama partai lain di dalam KMP mendukung Perppu Pilkada. 

Di lain sisi, sedari awal kubu pimpinan Agung Laksono sudah menyatakan keinginannya agar Golkar keluar dari KMP. Menurutnya, tidak pernah di dalam sejarahnya Golkar menjadi sebuah partai oposisi. Di dalam benaknya, Golkar harus selalu berdampingan dengan pemerintah yang berkuasa. 

Apabila kita melihat dari berbagai manuver politik yang dilakukan oleh kader-kader partai Golkar dan partai politik lainnya, maka ada satu hal yang dapat disimpulkan: KMP sudah semakin goyah dan terancam bubar. 

Memang harus diakui bahwa di awal-awal pembentukannya, KMP mampu memberikan warna yang berbeda di dalam ranah politik Indonesia. Walau sempat diragukan, kenyataannya KMP tetap solid ketika akhirnya pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusungnya kalah. Dengan menguasai mayoritas kursi di DPR, KMP bisa memberi tekanan kepada Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo. 

KMP segera bubar? 

Namun secara perlahan kekompakan partai-partai politik di dalam KMP memudar. Seperti halnya Golkar, hal yang sama juga terjadi di internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 

Secara perlahan kekompakan partai politik di KMP memudar. Seperti Golkar, hal yang sama juga terjadi di PPP.

Secara mengejutkan, Achmad Dimyati Natakusumah, Sekretaris Jenderal PPP kubu Ketua Umum Djan Faridz, mengatakan bahwa ia dan kader PPP lainnya tidak merasa mendapatkan manfaat dengan bergabung di dalam KMP. Menurutnya, sejauh ini PPP tidak mendapatkan posisi-posisi penting baik di DPR maupun di MPR. Secara implisit ia membuka kemungkinan untuk bergabung dengan KIH.

Untuk mempersatukan partai-partai yang ada di dalam KMP memang bukan perkara mudah. Alasannya sederhana saja, yaitu karena KMP hanya berkuasa di parlemen sehingga tidak ada banyak “jatah” yang bisa dibagi-bagi kepada para politisi. Di sisi lain, KIH, sebagai penguasa eksekutif, memiliki ketersediaan jabatan-jabatan strategis yang jauh lebih banyak. Suka atau tidak suka, kekuasaan selalu menjadi salah satu tujuan politik.

Dinamika yang terjadi ini pasti sudah dipahami betul oleh para petinggi di KMP, terutama Prabowo Subianto, Ketua Umum partai Gerindra. 

Prabowo, bersama pimpinan KMP lainnya, langsung bergerak cepat dan mengubah haluan mereka, setelah mendapat ancaman halus dari mantan Presiden yang juga Ketua Umum partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selain mengingatkan perihal perjanjian antara KMP dan Demokrat yang dibuat pada 1 Oktober, SBY juga bertemu dengan Jokowi di Istana Merdeka.

KMP langsung menyatakan dukungannya terhadap Perppu Pilkada, dengan harapan Demokrat bisa tetap berada di KMP atau minimal sebagai partai yang netral, yaitu tidak masuk di dalam kedua koalisi yang ada. 

Dengan situasi yang ada seperti saat ini, tidaklah mengherankan apabila KIH dan pemerintahan Jokowi turut bermain, walaupun mungkin disangkal.

Campur tangan Jokowi?

Belajar dari kepemimpinan SBY selama sepuluh tahun, Jokowi pasti tahu betul betapa perlunya ia mendapatkan dukungan parlemen. Berbagai kebijakan pemerintahannya hanya bisa berjalan dengan mulus apabila ia bisa sedemikian rupa mengurangi kebisingan politik. Dan sejauh ini, ia belum bisa mendapatkan hal tersebut dikarenakan KIH masih kalah suara di dalam DPR. 

Sejauh ini berbagai pernyataan dan sikap yang dikeluarkan atau ditunjukkan oleh pemerintahan Jokowi memperlihatkan bahwa mereka menginginkan pelemahan KMP. 

Dalam kasus Golkar, misalnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak bertindak secepat ketika ia mengesahkan Romahurmuziy selaku pimpinan PPP. Padahal secara kasat mata terlihat bahwa jumlah kader yang hadir ke munas Golkar versi Ical jauh lebih banyak dibandingkan munas versi Agung, sama halnya dengan munas PPP versi Romahurmuziy apabila dibandingkan dengan munas versi Suryadharma Ali. 

Wakil Presiden Jusuf Kalla, di saat yang bersamaan, secara implisit condong mendukung Golkar kubu Agung. Jusuf Kalla sendiri memiliki sejarah yang kurang harmonis dengan Akbar Tanjung, pimpinan lama Golkar yang berada di kubu Ical.  

Pertarungan antara kubu Ical dan Agung akan menjadi kunci masa depan KMP di peta politik Indonesia. Apabila Ical kalah dari Agung, maka bisa dipastikan KMP akan benar-benar rontok. Dengan keluarnya Golkar dari KMP maka langkah partai-partai lebih kecil lainnya untu keluar dari KMP semakin tidak terbendung. 

Apabila itu akhirnya terjadi, Jokowi bisa tidur nyenyak. —Rappler.com

Tasa Nugraza Barley adalah seorang konsultan komunikasi yang pernah menjadi jurnalis selama dua tahun di sebuah koran berbahasa Inggris di Jakarta. Ia suka membaca buku dan berpetualang, dan ia sangat menikmati cita rasa kopi tubruk yang bersahaja. Follow Twitter-nya di @barleybanget

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!