Siswi SMA di Aceh dikeluarkan karena menikah

Nurdin Hasan

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Siswi SMA di Aceh dikeluarkan karena menikah

AFP

Untuk memperjuangkan agar Syarifah bisa sekolah lagi, keluarga mengirim surat ke Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Sabang pada 12 Januari 2015.

BANDA ACEH, Indonesia – Syarifah Zakiyah, 17, seorang siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sabang di Provinsi Aceh, dikeluarkan dari sekolahnya karena statusnya sudah menikah.

Sayed Djamaludin, ayah mertua Syarifah, kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (22/1), menyatakan, pihaknya tidak dapat menerima keputusan Kepala SMA Negeri 1 Sabang karena tak ada satupun aturan hukum yang dilanggar menantunya.

Sebelumnya Syarifah yang kini duduk di kelas XI dikeluarkan dari sekolah pada 8 Januari lalu lewat sepucuk surat yang dikirimkan kepada wali siswa. “Sejak tanggal 9 Januari 2015, menantu saya tidak bersekolah lagi padahal dia ingin melanjutkan sekolah,” kata Sayed.

Dia menambahkan bahwa Syarifah menikah dengan putranya, Sayed Ghalab Shah, 36, yang baru saja menyelesaikan pendidikan master jurusan Perkapalan di sebuah universitas di Jerman.

“Ketika anak saya pulang, saya minta supaya dia mencari calon istri. Lalu, dia pergi ke rumah seorang family kami di Desa Tualang Cut, Kabupaten Aceh Timur, untuk minta dicarikan istri,” jelas Sayed.

“Ternyata begitu melihat Syarifah yang waktu itu sedang liburan sekolah, anak saya tertarik sehingga kami memutuskan untuk menikahkan mereka,” ujar Sayed seraya menambahkan, waktu itu Syarifah bersekolah di SMA Negeri Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar.

Karena masih ada hubungan keluarga, Sayed memutuskan untuk memindahkan sekolah Syarifah ke Kota Sabang di Pulau Weh setelah mendapat persetujuan dari kedua orangtuanya, pada 4 Agustus 2014. Syarifah kemudian tinggal bersamanya.

Seminggu kemudian, Syarifah dan Sayed Ghalab menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Meuraxa, Kota Banda Aceh, pada 11 Agustus 2014. Ketika menikah, Syarifah masih berusia 16 tahun dua bulan.

“Menantu saya sempat sekolah 1 semester di SMA Negeri 1 Sabang. Kami kaget begitu mendapat surat pemberhentian dia dari sekolah,” kata Sayed.

Sayed sempat bertemu kepala sekolah agar mengizinkan Syarifah tetap sekolah. “Bila perlu dibuat surat perjanjian selama sekolah dia tidak hamil, tapi pihak sekolah tetap menolaknya,” jelas Sayed.

Dalam surat yang ditandatangani Kepala SMA Negeri 1 Sabang, Nur Cahaya, disebutkan bahwa keputusan mengeluarkan Syarifah diambil dalam rapat dewan guru yang dilaksanakan pada 15 Desember 2014.

Dalam surat yang dibagikan kepada wartawan oleh Sayed juga disebutkan, “memang tak ada undang-undang tertulis yang menyatakan bahwa tidak dibenarkan siswi yang sudah menikah bersekolah pada SMA.”

Alasan Syarifah dikeluarkan dari SMA Negeri 1 Sabang karena pada sekolah tingkat dasar dan menengah tidak lazim memberikan tempat bagi siswi yang telah menikah karena mereka masih kelompok di bawah umur untuk menikah. Selain itu, tak ada sejarah di SMA Negeri 1 Sabang ada siswa yang telah menikah bersekolah.

Dalam poin menimbang tentang alasan dikeluarkan Syarifah disebutkan, “untuk menghindari risiko dan dampak negatif yang serius terhadap murid serta fungsi sekolah juga kredibilitas sekolah.” Dalam surat itu juga tercantum pihak sekolah memberikan kesempatan kepada Syarifah untuk dipindahkan ke sekolah lain.

Kepala SMA Negeri 1 Sabang, Nur Cahaya yang dikonfirmasi via telepon mengakui tak ada aturan hukum yang dilanggar Syarifah. “Tetapi kami ada kebiasaan-kebiasaan yang diakui sebagai aturan tak tertulis di tengah masyarakat.”

“Kami memikirkan dampak sosial bila tetap memberikan kesempatan kepadanya untuk bersekolah. Misalnya kalau sampai dia bercerita kepada teman-temannya padahal usia siswa SMA masuk dalam kelompok di bawah umur,” katanya seraya menyebutkan, pihaknya telah menawarkan solusi agar Syarifah mengikuti Paket C.

“Sebelum keputusan ini diambil, kami berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Sabang. Beliau mendukung keputusan yang kita ambil karena khawatir dampak yang akan muncul di masa mendatang,” kata Nur Cahaya. 

Surati DPR

Untuk memperjuangkan agar Syarifah bisa sekolah lagi, dia mengirim surat ke Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Sabang pada 12 Januari 2015, karena keputusan SMA Negeri 1 Sabang itu dianggap tak mendidik, tanpa mencarikan solusi yang baik.

“Kami mengharapkan kepada anggota DPRK Sabang untuk mencari jalan terbaik agar anak kami tidak menjadi korban, karena Syarifah masih berminat untuk bersekolah,” kata Sayed.

“Agar tidak terlalu lama anak kami kehilangan waktu belajar, kami meminta kepada anggota DPRK Sabang segera memerintahkan Kepala SMA Negeri 1 Sabang untuk menerima kembali siswi tersebut mengikuti pelajar di sekolah.”

Sayed menambahkan, hingga kini pihaknya belum mendapat tanggapan dari DPRK Sabang. Dalam surat itu juga disebutkan pihaknya siap membuat perjanjian di depan notaris demi solusi terbaik karena yang penting adalah Syarifah tetap bersekolah.

Nur Cahaya menyatakan, pihaknya telah dipanggil oleh DPRK Sabang, Senin (19/1) lalu, terkait dikeluarkan Syarifah dari sekolah. “Dalam pertemuan itu, kami jelaskan alasan dan dampak yang akan muncul. Pihak dewan dapat menerima keputusan yang kami ambil,” katanya. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!