Jenazah TKI yang dibunuh di Hong Kong dimakamkan di Malang

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jenazah TKI yang dibunuh di Hong Kong dimakamkan di Malang
Wiji Astutik lepaskan paspor Indonesia dan bukan lagi merupakan WNI, menurut staf KJRI Hong Kong.

MALANG, Indonesia – Jenazah Wiji Astutik, 34 tahun, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Malang, Jawa Tengah, akhirnya tiba di kediaman orang tuanya, Selasa petang, dan dikebumikan Rabu, 24 Juni 2015.

“Almarhum Wiji Astutik ditemukan tewas pada 8 Juni 2015 oleh warga Hong Kong. Kami mendapat laporan dari kepolisian setempat pada 9 Juni 2015,” kata staf Konsulat Jenderal RI di Hong Kong Agustav Ilyas di hadapan keluarga, warga, dan jurnalis, Rabu, usai pemakaman.

“Pada 11 Juni, aparat kepolisian setempat menangkap dua tersangka yang diduga terlibat dalam tewasnya Wiji Astutik,” kata Agustav.

Menurut Agustav, seorang tersangka merupakan seorang warga Pakistan berusia 30 tahun, sedangkan satu lagi berkebangsaan India, 22 tahun.

Saat rekonstruksi adegan, staf KJRI Hong Kong menyaksikan bagaimana WNA Pakistan mengaku menendang Wiji satu kali dan menamparnya dua kali. Ditemukan juga luka bekas tusukan benda bagian tajam di bagian kepala, tangan, dan kaki korban.

Namun hingga kini, pihak KJRI Hong Kong belum dapat menyimpulkan motif pembunuhan tersebut.

Menurut staf fungsional diplomat Kementerian Luar Negeri Devi Melisa Silalahi, peran WNA India adalah membantu WNA Pakistan saat ia hendak kabur ke Tiongkok dengan menggunakan kapal feri. 

“Peran teman tersangka yang asal India adalah membantu tersangka kabur ke RRT. Mereka ditangkap aparat saat hendak kabur menggunakan kapal feri,” kata Devi dalam kesempatan yang sama. 

Berstatus pengungsi di Hong Kong

Terkait status Wiji, Agustav menyebut TKI yang telah tinggal sekitar 10 tahun di Hong Kong itu bukan lagi merupakan WNI karena telah mengantungi recognition paper dari imigrasi Hong Kong. Surat tersebut diperoleh Wiji pada 2008 setelah melepas paspor dan mengajukan diri sebagai pengungsi. 

Menurut Agustav, saat ini ada sekitar 1.500 TKI yang berstatus overstayer dan memanfaatkan celah recognition paper untuk tinggal di Hong Kong.

“Dengan recognition paper, mereka bisa tinggal di Hong Kong dengan syarat tak boleh bekerja. Pemegang paper ini sudah berarti bukan WNI, karena mereka secara sadar dan sengaja melepas paspor,” kata Agustav kepada wartawan.

Menurutnya, pemerintah Indonesia melalui KJRI Hong Kong tak bisa memaksa WNI pemegang recognition paper untuk pulang ke tanah air. 

Meskipun demikian, KJRI akan tetap memulangkan mereka ke Indonesia jika menginginkan pulang. 

“Pemegang recognition paper serupa dengan pengungsi yang berharap untuk tinggal di negara ketiga.

Recognition paper mengharapkan negara ketiga untuk menampung mereka. Mereka dianggap sebagai warga negara Hong Kong dengan pengakuan recognition paper. Kami tak bisa memaksa pulang karena itu bisa masuk pelanggaran HAM,” kata Agustav.

Selain bisa tinggal di Hong Kong tanpa paspor, pemegang recognition paper mendapatkan bantuan berupa uang subsidi sebesar 1.200 dolar Hong Kong atau sekitar Rp 2 juta setiap orang per bulan. Namun, mereka tidak mendapat tempat tinggal, tapi mendapatkan subsidi dengan syarat tak boleh bekerja.

Tinggalkan anak yatim piatu

Sementara itu, pihak keluarga sudah menanti kedatangan Wiji sejak Selasa, 23 Juni. 

Adik Wiji, Rinda Lestari, sengaja mengajukan cuti selama dua minggu kepada majikan tempatnya bekerja di Taiwan untuk mengurus kepulangan jenazah kakaknya. 

Ia berharap dua pelaku bisa diadili sesuai dengan aturan yang berlaku. “Kami berterima kasih pada pemerintah karena membantu pemulangan jenazah tanpa biaya dari kami. Kami berharap pelakunya bisa dihukum sesuai aturan di sana,” kata Rinda.

Menurutnya, semasa hidup mendiang kakaknya tak pernah mengeluh dan mengisahkan tentang kekerasan yang dialaminya. (BACA: TKI yang tewas di Hong Kong tinggalkan seorang putri)

Wiji yang kini meninggalkan seorang anak perempuan bernama Rahayu Putri hanya berpesan padanya agar mengurus keluarga dan anaknya. “Dia tak pernah pulang karena masih mengumpulkan uang. Wasiatnya dia titip keluarga dan anaknya kepada saya,” ujar Rinda. 

Sejak tahun 2005, Wiji telah merantau ke Hong Kong dan tak pernah pulang ke Malang sejak itu. Suami Wiji telah meninggal dalam sebuah kecelakaan di Singosari, Malang, pada 2014. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!