SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia – Sore itu, lantunan tembang Jawa berkumandang pelan di seberang Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Dua orang berpakaian adat Jawa duduk bersimpuh di atas aspal jalanan, tampak khidmat bernyanyi dengan bantuan toa.
Uwis cukup
Cetha pralambang kadulu
Monggo padha-padha
Den titeni aning ati
Jo kaduwung mring opo kang bakal klakon
(Sudah cukup jelas
Ada pertanda yang gampang dilihat
Mari bersama-sama
Diingat di dalam hati
Jangan menyesal apa yang akan terjadi di kemudian hari)
LIVE on #Periscope https://t.co/E7QtXeW9nj
— Ursula Florene (@kuchuls) June 21, 2016
Mereka adalah Gunretno dan Sukinah, dua orang warga dari Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah. Hari ini, mereka menyambangi Jakarta khusus untuk mengadakan syukuran ulang tahun Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
Sebuah tumpeng nasi putih tersaji di hadapan keduanya, lengkap dengan lauk sederhana seperti telur rebus, ayam, dan sayuran. Ada pula sesisir pisang dan kendi berisi air.
“Semuanya disiapkan dari hasil bumi Kendeng,” kata Gunretno. Ia dan Sukinah sengaja bertolak dari kampung mereka di Pati pada Senin kemarin khusus untuk perayaan ini.
Sayang, kehadiran mereka tak bisa disaksikan langsung oleh Jokowi. Presiden ke-7 ini rupanya memilih untuk berkeliling Indonesia mengamati proyek-proyek infrastruktur ketimbang berdiam di kantor pada hari lahirnya ini.
Meski demikian, Sukinah dan Gunretno tak berkecil hati. Acara tetap dilangsungkan, menikmati tumpeng sebagai menu buka bersama hari itu.
Memperjuangkan alam Kendeng
Perjuangan warga Kendeng untuk melindungi alam mereka memang perlahan menunjukkan kemajuan. Pekan lalu, mereka bertemu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan hari ini dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.
Keduanya sama-sama membahas tentang urgensi kebutuhan pabrik semen baru yang akan didirikan di Kendeng. “Hasilnya, memang ditemukan kalau produksi semen Indonesia saat ini justru surplus,” kata Gunretno.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar pukul 12 siang tadi, Luhut menghadirkan pakar lingkungan dari kelompok masyarakat Kendeng, juga dari asosiasi pengusaha semen. Keduanya menyampaikan hal sama, hanya berbeda pada angka saja.
“Kalau di kami, surplus sampai 30 persen lebih, mereka lebih sedikit dari itu,” kata dia. Abe Rodhial Fallah, salah satu peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), membenarkan hal ini.
Menurut dia, hingga 2025 mendatang, kebutuhan semen Indonesia akan selalu surplus. Untuk tahun 2016 ini saja, sudah mencapai angka 30 persen. Serapan hanya 72 juta ton, dan masih ada 30 juta lagi yang tak terserap.
Fakta ini menunjukkan kalau pembangunan pabrik di Kendeng hanya untuk kepentingan bisnis semata. “Masyarakat tidak salah berjuang sejak awal,” kata dia.
Enggan bertindak
Perjuangan masyarakat Kendeng sebenarnya sudah berawal sejak 2010 lalu, setelah mereka memenangkan gugatan terhadap Semen Gresik. Alam daerah pegunungan karst itu tak boleh lagi hancur karena ekspansi pabrik.
Namun, kedatangan PT Sahabat Mulia Sakti, anak perusahaan Indocement, membawa ancaman baru. Para petani mungkin tak bisa lagi menggarap sawahnya dan hidup dari hasil alam, bila pabrik ini jadi berdiri.
“Sepertinya di sana (Jawa Tengah) sendiri ada keberpihakan (pada pabrik semen),” kata Sukinah. Salah satunya tampak pada perilaku Ganjar.
Menurut Gunretno, Ganjar pernah berjani untuk mempertemukan pakar lingkungan dari pihak pabrik semen dan dari masyarakat Kendeng. Namun, dua tahun telah berlalu dan janji itu masih di mulut saja.
Pada pertemuan terakhir pun, Ganjar juga masih mengucap janji saja. Karena itu, setelah lebaran, Gunretno dan kawan-kawan akan kembali menghadap dengan membawa data produksi semen, juga dampak lingkungan milik mereka. “Pemerintah juga perlu tegas, itu yang ditunggu-tunggu,” kata dia.
Hal serupa juga tampak pada pengadilan. Sebelumnya, gugatan warga terhadap pabrik sempat ditolak oleh PTUN Semarang, dengan alasan terlambat mendaftar. “Dari para ahli hukum juga harus ada kepekaan,” kata Gunretno.
Kejujuran akan menang
Jalan bagi warga Kendeng untuk membatalkan pembangunan pabrik semen masih terjal dan panjang. Pemerintah, satu-satunya harapan mereka untuk membatalkan pembangunan, masih cenderung labil.
Seperti hari ini, tak ada satu pun perwakilan dari istana yang datang untuk menemui mereka. “Kami memang tidak memberitahu kedatangan sih, tujuannya memang untuk membangkitkan kesadaran saja,” kata Gunretno.
Meski demikian, ia dan Sukinah, juga warga Kendeng yang saat ini masih tidur di tenda perjuangan, sangat optimistis. “Kebenaran akan selalu nampak, tidak peduli ditutupi gunung uang setinggi apapun. Akhirnya kejujuran akan menang,” kata Sukinah.
Tanah dan alam Indonesia bukan hanya dimiliki oleh satu pihak semata. Banyak juga penduduk yang menggantungkan hidup dari sawah dan perkebunan. Bukan hanya dari mesin pabrik semen.-Rappler.com
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.