Kisah pilu calon praja IPDN yang meninggal saat latihan di Akpol

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kisah pilu calon praja IPDN yang meninggal saat latihan di Akpol
Akademi Kepolisian ikut menempa fisik calon praja IPDN sejak tiga tahun lalu

SEMARANG, Indonesia – Hujan lebat yang mengguyur Kota Semarang pada malam hari tak menyurutkan langkah para pejabat Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) mendatangi RS Bhayangkara di Jalan Majapahit pada Minggu, 1 Oktober 2017.

Mereka masuk berbarengan dengan rombongan keluarga Dea Rahma Amanda. Isak tangis pecah tatkala seorang perempuan masuk ke kamar jenazah.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari pihak keluarga. “Ibunya masih syok,” kata seorang praja putri IPDN saat ditemui Rappler di pintu kamar jenazah.

Dea Rahma menghembuskan napas terakhirnya saat dibawa ke RS Bhayangkara pukul 08:15 WIB pagi. Semula, tubuhnya ambruk saat mengikuti latihan dasar (laksar) di Lapangan Resimen, Akademi Kepolisian (Akpol).

Gubernur Akpol Irjen Rycko Amelza Dahniel mengatakan Dea yang masih berusia 18 tahun itu sempat mengikuti latihan fisik untuk menyelesaikan program pendidikan dasar selama sebulan penuh.

Saat kejadian Dea dalam kondisi bugar. Calon praja itu masih ikut salat berjamaah dan pengajian bareng rekan seangkatannya pada pukul 04:00 WIB. Kemudian dilanjutkan lagi dengan makan bersama dan kegiatan fisik di Lapangan Resimen.

“Semua calon praja wajib lari satu putaran sebelum apel pagi untuk merapat ke kelas. Nah saat berbaris di lapangan, dia jatuh tidak sadarkan diri,” kata Rycko ketika menjenguk jenazah Dea.

Selang tak lama kemudian, tubuh Dea dibawa ke RS Bhayangkara untuk mendapat pertolongan pertama. “Kan dekat tuh jaraknya Akpol sama Bhayangkara. Makanya langsung dibawa kemari,” kata Rycko.

Selama 30 menit, Dea mendapat perawatan medis sebelum dinyatakan meninggal dunia.

Rycko mengatakan kabar meninggalnya Dea cukup mengejutkan pihaknya. Pasalnya, dalam waktu bersamaan Akpol sedang merayakan HUT ke-52.

“Saya kebetulan sedang di sana saat ada calon praja meninggal. Habis itu saya lalu ngontak Gubernur IPDN agar dapat penanganan selanjutnya,” terang Rycko.

Jika merujuk pada databasenya, Dea merupakan calon praja putri asal kontingen Lampung. Tepat 9 Oktober nanti, usia Dea genap 18 tahun.

Sejauh ini, Rycko tidak menemukan catatan riwayat sakit dan keterangan berobat dari pihak almarhumah. Berat badan Dea malah disebutkan bertambah seiring dengan peningkatan kegiatan yang ada di sekolah kepolisian tersebut.

Hanya saja, Rycko mengatakan almarhumah sebenarnya pernah mengeluh sakit asma di depan teman-temannya. Kejadian itu terungkap saat almarhumah menjalani tes kesehatan IPDN tahap pertama di Lampung.

Berawal dari situlah, dirinya berinisiatif mengonfirmasi ke IPDN. Ia tak mau disalahkan begitu saja atas kematian Dea. “Kita ingin tahu rekam medisnya. Saat ini, kita sedang melaksanakan autopsi fisik luar dan dalam untuk mengetahui penyebab kematian calon praja itu,” ungkapnya.

“Itu jadi petunjuk awal. Apalagi almarhumah tensi darahnya juga sampai 130. Cukup tinggi lho untuk ukuran remaja. Dan orangtuanya punya riwayat jantung,” sambungnya.

Ia menjelaskan pelaksanaan tes kesehatan calon praja berada di tangan IPDN. Pihak Akpol hanya menggelar latihan dasar sesuai kerjasama dengan IPDN selama dua tahun terakhir.

“Dalam kasus Dea, pemeriksaan kesehatan sudah kami lakukan dua kali di Lampung dan tingkat pusat. Kemudian saat diksar dicek lagi. Hasilnya tidak ditemukan tanda-tanda sakit,” kata Gubernur IPDN Ermaya Suradinata.

Lebih lanjut, Ermaya menyampaikan pelatihan dasar di Akpol digelar sebulan penuh mulai 9 September dan berakhir 6 Oktober nanti. Jumlah pesertanya 1.545 orang. Itu jadi program Diksar Mendik tahunan. Dirinya mendapati pelaksanaannya selama dua tahun terakhir sudah berjalan dengan baik.

“Untuk itulah, kita gelar lagi di tahun ketiga. Pelaksanaan latihan fisiknya sudah sesuai prosedur. Ini merupakan musibah, kita ikut berdukacita. Jenazah almarhumah nanti dibawa ke Lampung oleh orangtuanya,” katanya.

Berbeda dengan pernyataan Rycko, Ermaya mendapat laporan kalau sebelum meninggal, kondisi fisik Dea agak berbeda. “Selesai makan pagi, dia bilang sama temannya kalau perutnya agak kenyang. Namun sebelum jalan ditanya lagi apa ada yang sakit. Dan semuanya bilang sehat. Dugaan sementara dari analisis dokter, yang bersangkutan punya masalah kesehatan. Hasilnya setelah autopsi selesai,” katanya. 

Ermaya menerangkan latihan dasar di Akpol merupakan gagasannya sejak lama. Dengan menempa latihan fisik, ia ingin tiap praja jadi pribadi tangguh dalam mengayomi masyarakat.

Gagasan Gubernur IPDN

Ia ingin melakukan reformasi birokrasi dengan mengombinasikan program yang ada di Akpol dan IPDN sesuai persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasu Birokrasi (Kemenpan RB).

“Karena dari hasil fisiograf psikologi yang punya nilai tertinggi ternyata dimiliki praja yang ikut diklat Akpol. Maka kami minta persetujuan Pak Mendagri bagaimana mengintegrasikan program IPDN dengan Akpol mengingat tupoksi keduanya sangat bersinggungan. Pemberian pengayoman perlindungan kepada masyarakat hampir sama,” lanjutnya.

“Dengan ditempa fisiknya, kami bisa memajukan bidang humanisme dan patriotisme mereka agar dalam melayani warga menjadi lebih baik. Kan sudah terbukti dari hasil fisiografnya,” cetusnya.

Diperketat

Agar peristiwa serupa tak terulang lagi, Rycko menegaskan ke depan bakal memperketat pemeriksaan kesehatan calon praja. Hal ini seiring dengan banyaknya kegiatan fisik.

“Untuk yang kasus Dea ini kita enggak menemukan memar-memar. Biar dokter yang menuntaskan autopsinya,” tukasnya. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!