Delapan kasus baru menanti Denny Indrayana

Ahmad Nazaruddin, Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Delapan kasus baru menanti Denny Indrayana

GATTA DEWABRATA

Selain kasus sistem pembayaran paspor elektronik, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dibidik 8 kasus baru. Apa saja kasus tersebut?

JAKARTA, Indonesia — Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana dibidik 8 dugaan kasus korupsi baru oleh Markas Besar Kepolisian RI. Kasus tersebut antara lain terkait proyek di Kementerian Hukum dan HAM dan dugaan gratifikasi. 

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan pada Selasa, 21 April 2015, mengatakan bahwa ada 6 kasus selain payment gateway (sistem pembayaran paspor elektronik) yang diduga melibatkan Denny saat menjabat menjadi wakil menteri. 

Namun belum lama ini Anton mengatakan pada Rappler masih ada 8 laporan yang terkait Denny. “Ada yang lebih besar (dari kasus payment gateway). Bukan hanya di Kumham (Kementerian Hukum dan HAM) saja. Banyak. Tapi tidak bisa kami buka,” katanya.  

Kasus itu masuk saat polisi sedang sibuk mengurus kasus payment gateway. Pelapor kasus berasal dari orang yang berbeda. “Masih dalam pendalaman,” katanya. 

Kasus apa saja yang membelit Denny? 

Seorang sumber Rappler mengungkap kasus yang melibatkan Denny antara lain, kasus di maskapai yang berinisial GI, imigrasi, proyek di Kementerian Hukum dan HAM, perjalanan dinas ganda, dan dugaan penerimaan gratifikasi langsung. 

Ketika dikonfirmasi Rappler, Kepala Bagian Penerangan Umum Komisaris Besar Rikwanto menolak berkomentar terkait kasus lainnya ini. 

Denny dalam pusaran kasus payment gateway

Sementara itu, dalam sistem pembayaran paspor elektronik yang sudah diuji coba di 13 kantor imigrasi sejak 7 Juli 2014, Denny diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp32 miliar.

Ini disebabkan karena ada biaya tambahan, yang disebut Mabes Polri sebagai pungutan liar, sebesar Rp 5.000 untuk pembayaran elektronik ini. Menurut Anton, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), proyek ini diduga menguntungkan vendor sebesar Rp 605 juta. 

Menurut polisi Denny bersikeras memenangkan dua vendor, PT Finnet Indonesia dan PT Nusa Satu Inti Artha yang, untuk merealisasikan proyek payment gateway tersebut.  PT Finnet Indonesia adalah anak perusahaan PT Telkom, sementara PT Nusa Satu Inti Artha adalah perusahaan IT dengan produk yang dikenal dengan Doku. 

Padahal sudah ada proyek Simponi dari kementerian saat itu, yang tak perlu memungut biaya dari masyarakat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memberikan peringatan pada Denny terkait dengan proyek pembayaran elektronik tersebut. 

Tangggapan Kuasa Hukum 

Kuasa hukum Denny, Heru Widodo, mengaku belum mengetahui 8 kasus baru yang menjerat Denny. Ia juga menolak berkomentar. “Kami kan kuasa hukum untuk kasus payment gateway saja, jadi tidak bisa berkomentar untuk kasus lainnya,” katanya. 

Untuk kasus payment gateway, dia yakin bahwa kerugian yang dimaksud Mabes Polri sudah diklarifikasi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. “Duit Rp 32 miliar itu masuk kas negara,” katanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!