Polisi grebek tempat penimbunan daging sapi

Haryo Wisanggeni, Lauren

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polisi grebek tempat penimbunan daging sapi

EPA

Apakah para penimbun ini terlibat praktik kartel? Jalan untuk membuktikannya masih panjang.

JAKARTA, Indonesia — Dugaan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) bahwa ada praktik kartel dalam rantai distribusi pangan di tanah air, menemui titik terang. 

Pada Rabu 12 Agustus kemarin, penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menemukan ribuan sapi siap potong yang diduga sengaja tidak dilepaskan ke pasar.

Penimbunan ini diduga dilakukan oleh PT. Brahman Perkasa Sentosa dan PT. Tanjung Unggul Mandiri. Kedua perusahaan ini berlokasi di Tangerang.

“Kita curigai ada feedloater (pengusaha penggemukan sapi) yang di dalamnya tersedia sapi siap potong, tapi tidak dipotong,” ujar Kepala Polri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, Kamis, 18 Agustus 2015. 

Dari kedua tempat, tim penyidik memang menemukan sekitar 4 ribu ekor sapi yang masuk ke dalam kategori tersebut.

“Total sapi di dua tempat itu ada 21 ribu-an. Yang siap potong sekitar 4 ribu. Kami duga dia (pemilik) sengaja tidak melepaskan sapisapi itu ke pasaran,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Victor E. Simanjuntak. 

Jika terbukti melakukan penimbunan, penanggung jawab dua perusahaan ini bisa dijerat dengan Pasal 29 huruf a Undang-Undang No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan yang berbunyi “Pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang”.

Sejauh ini, para pemilik feedloater yang berinisial BH, PH, dan SH belum ditetapkan sebagai tersangka dan masih diperiksa intensif.

Jalan panjang pembuktian kartel

Kalaupun terbukti melakukan penimbunan, masih perlu diselidiki lebih jauh apakah para pelaku memang terlibat praktik kartel. 

“Jadi sesuai Undang-Undang persaingan usaha No. 5 tahun 1999 dan peraturan KPPU, (kartel) salah satunya dibuktikan dengan adanya perjanjian untuk misalnya mengendalikan harga atau menahan supply,” kata pakar hukum bisnis Universitas Indonesia Togi Pangaribuan kepada Rappler baru-baru ini.

Menurut Togi, di sinilah timbul persoalan dalam membuktikan praktik kartel. Pasalnya, kecil kemungkinan pengusaha yang bersepakat membentuk kartel akan mendokumentasikan kesepakatan tersebut dalam bentuk perjanjian.

Jalan terakhir yang bisa ditempuh dalam proses pembuktian adalah dengan menggunakan keyakinan majelis KPPU sebagai alat bukti. “Ada alat bukti yang namanya keyakinan majelis KPPU. Keyakinan ini dasarnya KPPU melihat keadaan pasar terlebih dahulu,” ujar Togi. 

Dalam menangani kasus ini, pihak Polri memang telah menyatakan akan bekerja sama dengan KPPU.

Kita akan berkoordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan beberapa kementerian soal sanksi ini,” ujar Victor.Rappler.com

Baca juga:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!