Perjalanan Ratu Airin, waria di Boyolali, mencari cinta

Mawa Kresna

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Perjalanan Ratu Airin, waria di Boyolali, mencari cinta
Ratu Airin Karla merasa tertekan jika harus menjadi laki-laki. Hubungannya dengan Dumani hanya sebatas rekan kerja di Boyolali

BOYOLALI, Indonesia — “Naluri aku seperti ini, aku hanya mengikutinya,” kata Ratu Airin Karla, seorang waria yang baru-baru ini ramai diberitakan media setelah diduga menikah dengan Dumani, pasangannya. Namun Ratu membantah pemberitaan itu.

Keputusannya mengikuti naluri itu memang tidak mudah diputuskannya. Terlebih lagi warga di Dusun Gegermoyo, Desa Cluntang, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, dan keluarganya merasa keberatan dengan pilihannya menjadi seorang waria.

Keputusan itu diambilnya ketika dia menyadari dirinya berbeda dengan laki-laki pada umumnya. Meski tingginya 175 cm dan berperawakan tegap, tetap saja tidak membuatnya merasa nyaman menjadi seorang laki-laki. 

Ratu (26 tahun) lebih suka menjadi dirinya sendiri. Bersolek, merawat kulit, dan memelihara rambutnya hingga terurai, layaknya seorang perempuan.

“Sejak umur empat belas tahun aku sudah merasa beda. Enggak suka main sama laki-laki, suka pakai gincu, mainnya sama perempuan,” ujar Ratu yang lahir dengan nama asli Darino.

Meski keluarga dan warga sekitar rumahnya kerap menasihatinya, namun semua itu tidak bisa diterimanya. Dia merasa tidak menjadi diri sendiri ketika harus berpura-pura seperti laki-laki.

“Kata mereka kalau jadi laki-laki, aku itu gagah juga. Tapi aku merasa itu bukan diriku. Ribuan nasihat mungkin sudah ada dari keluarga, dari tetangga, tapi aku tidak bisa,” ungkapnya.

Kegamangan itu selalu dia rasakan hingga saat ini. Dilema antara menjadi diri sendiri atau memilih menjadi seperti yang diinginkan masyarakat.

“Aku dandan seperti ini tidak setiap hari. Kalau sedang jualan di warung, aku pakai baju kaos biasa kayak laki-laki. Khawatir juga kalau nanti tidak ada yang mau beli. Kita tahu sendiri masyarakat ada yang belum siap menerima waria,” kata Ratu.

Beruntung, setelah keputusannya itu, keluarga dan warga di sekitar rumahnya bisa menerima dengan baik. 

RESTU KELUARGA. Ratu Airin berpose dengan ibunya di depan rumah di Boyolali, Jawa Tengah. Foto oleh Mawa Kresna/Rappler

Kakak kandung Ratu, Panisih (42), pun tidak bisa berbuat banyak. Meski adik bungsunya itu memutuskan sesuatu yang diluar kebiasaan masyarakat, namun pada akhirnya keluarga tetap mendukung.

“Bagaimana pun Ratu keluarga kami. Kami tentu tetap mendukungnya sebagai keluarga,” ujar Panisih. 

Perjalanan menemukan belahan jiwa

Sebagai seorang manusia, Ratu juga merasakan rasa cinta. Namun, perasaan itu tidak bisa diungkapkan secara gamblang lantaran statusnya sebagai seorang waria. Dia memilih menyimpan perasaan itu rapat-rapat dalam hati karena khawatir masyarakat belum bisa menerima.

“Ini hal yang sensitif. Seandainya aku jatuh cinta, tapi tetap tidak bisa menikah. Karena menurut agama tidak boleh, negara kan juga tidak sah,” ungkapnya.

Meski demikian, perkenalannya dengan Dumani pada 2007 memberikan perasaan nyaman. Pertemanan dengan Dumani berlanjut terus hingga akhirnya mereka berdua memutuskan membuat usaha bersama.

“Ini hal yang sensitif. Seandainya aku jatuh cinta, tapi tetap tidak bisa menikah. Karena menurut agama tidak boleh, negara kan juga tidak sah”

Pada 2008 mereka berdua membuat warung makan 24 jam di daerah Mojosongo, Boyolali. Bermodal Rp 3 juta, mereka sepakat menjadi rekan kerja.

“Kalau kenalan itu tahun 2007 di Aceh. Waktu itu sama-sama kerja jadi kuli bangunan. Setelah itu aku ke Jakarta. Kita kontak-kontak dan akhirnya sepakat membuat warung makan. Kalau jam 7 pagi sampai jam 7 malam aku yang jaga, kalau malam sampai pagi dia yang jaga,” ujarnya.

Kebersamaan bersama Dumani selama tujuh tahun membuatnya merasa nyaman. Baginya tidak ada teman yang bisa memahaminya sebaik Dumani.

“Dia partner kerja saja. Soulmate lah boleh dibilang begitu. Makanya aku heran sampai ada yang bilang kita menikah. Kemarin itu hanya tasyakuran karena usaha kita bersama, sampai sekarang mendatang rezeki berlimpah,” tuturnya.

Sementara itu dia merasa tidak percaya diri jika nanti harus menjadi hubungan serius dan membangun sebuah keluarga. Sebab, baginya itu hal yang mustahil karena bertentangan dengan agama dan juga tidak resmi di mata pemerintah.

“Aku tidak punya gambaran, kalau pun aku ingin membangun keluarga tapi rasanya tidak mungkin,” ujarnya. 

Ingin buktikan jika waria bisa berguna bagi masyarakat

Sebagai waria, Ratu lekat dengan stigma-stigma negatif masyarakat. Meski demikian, dia tidak merasa berkecil hati. Dia selalu ingin membuktikan jika dia juga bisa berguna bagi masyarakat.

Keterampilan merias dan suaranya yang merdu menjadi ajang unjuk gigi. Meski bukan profesional, namun dia bersenang hati membantu rias pengantin para tetangganya. Selain itu, dia juga kerap dimintai tolong warga untuk menyanyi di berbagai hajatan.

“Kalau ada yang minta tolong rias pengantin, aku senang membantu. Dasarnya memang suka dandan, jadi tidak ada masalah. Kalau campur sari-an juga begitu. Warga sering minta tolong nyanyi campur sari,” ujarnya.

Bukan hanya di masyarakat, di komunitas waria Ratu juga bergaul dengan baik dan berprestasi. Pada tahun 2011 lalu dia menyabet juara 2 lomba fasion show waria se-Jawa Tengah.

Menurutnya, ia merasa senang jika ada warga yang meminta bantuan. Itu artinya dia bisa berguna bagi masyarakat. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!