SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
Jakarta, Indonesia —Hari ini, 13 Oktober, perempuan di seluruh dunia merayakan hari tanpa bra.
Ada berbagai respons di hari tanpa bra ini, sebagian merayakan kesehatan payudara, sebagian merayakan sensualitas.
Tapi benarkah hari tanpa bra ini hanya dimaknai dan dirayakan dengan tidak memakai bra atau mengumbar foto sensualitas perempuan tanpa bra? Tentu saja tidak.
Seperti apa sebaiknya perempuan memaknai #NoBraDay menurut aktivis perempuan, sastrawan, dan dokter? Berikut penuturan mereka:
Dhyta Caturani, aktivis
Bagi Dhyta Caturani, gagasan #NoBraDay cukup bagus, karena dimaksudkan untuk memperingati hari kanker payudara sedunia.
Menurutnya, kanker payudara merupakan salah satu penyakit mematikan yang menyerang perempuan.
“Hari ini, 13 Oktober, perayaannya dimaksudkan untuk menaikkan kesadaran soal kanker payudara, ya seperti awareness. Hanya saja yang terjadi sering kali tricky, masyarakat kesadaranya rendah soal ini,” katanya pada Rappler.
Bukannya belajar mengenai bahaya penyakit kanker payudara, sebagian masyarakat merayakannya dengan pesan yang sangat seksis, terutama kaum laki-laki. Padahal artinya lebih dari itu.
Bagaimana seharusnya cara merayakan #NoBraDay? “Kalau aku mengajak satu perempuan dan laki-laki sadar tentang kanker payudara. Bukan memamerkan payudara kita,” katanya.
“Dan aku cuma bilang sama semua perempuan, ayo kita peduli dengan kanker payudara.”
Okky Madasari, sastrawan dan penulis
Okky Madasari adalah penulis novel Entrok, yang jika diartikan adalah bra. Novel yang diterbitkan pada 2010 ini terinspirasi dari kisah perjuangan neneknya di pulau Jawa untuk bisa membeli bra.
Kata Okky, pada masa itu, bra adalah simbol kemakmuran. Hanya mereka yang memiliki uang yang bisa punya bra.
“Bagi nenek saya, bra pun menjadi simbol harapan dan perjuangan untuk lepas dari kemiskinan. Ia bukan sekadar pakaian atau penutup dada. Ia adalah penopang yang membuat perempuan lebih kuat dan berani mencapai keinginannya,” katanya pada Rappler.
Seiring waktu, Okky memaknai bra bukan lagi barang mewah. Orang memiliki bra sebagaimana mereka memiliki celana dalam.
“Tapi bra tetaplah bukan barang biasa bagi perempuan. Ia menutup dada tapi sekaligus membuatnya lebih menonjol dan terlihat indah. Ia mengikat tapi sekaligus menopang sehingga membuat perempuan lebih leluasa bergerak,” kata Okky.
Kata Okky, memakai bra atau tidak memakai bra adalah bagian dari keberanian dan keleluasaan perempuan. “Memakai bra atau tidak memakai bra itu sangat terkait dengan kesadaran seorang perempuan untuk menguatkan dan membebaskan tubuhnya,” katanya.
Namun ia melihat ada yang salah dengan perayaan hari tanpa bra, misal menyebarkan foto perempuan tidak memakai bra.
Lalu bagaimana sebaiknya memaknai #NoBraDay menurut Okky?
“Ini soal rasa, soal kesadaran, soal kebahagiaan yang bisa kita dapatkan berdasarkan pilihan yang kita buat tanpa ada urusannya dengan orang lain. Jadi buat apa sebar-sebar foto tanpa bra? Itu justru mendangkalkan makna dari kebebasan yang kita miliki,” katanya lagi.
Sophia Hage, dokter
Sophia Hage mengatakan yang perlu dirayakan di #NoBraDay adalah meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama perempuan, untuk memeriksakan payudaranya secara berkala.
Merayakan dengan tidak memakai bra hari ini sah-sah saja. “Dengan memanfaatkan kesempatan tanpa memakai bra untuk meraba payudara dan mewaspadai adanya keluhan atau benjolan,” katanya.
Selain itu, memakai bra juga memang tak wajib. Dari sisi medis, memakai bra terutama yang berkawat, sebenarnya tidak baik untuk kesehatan payudara anda.
Sophie selanjutnya mengatakan tak punya perayaan khusus di hari tanpa bra ini. “Biasa-biasa saja,” katanya.
Baginya, perayaan hari ini murni untuk mengingatkan masyarakat pentingnya menjaga kesehatan payudara dan memeriksakannya.
Bagaimana kamu memperingati hari tanpa bra ini?—Rappler.com
BACA JUGA:
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.