Setahun lengser, SBY curhat disuruh ‘diam saja’ di media sosial

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Setahun lengser, SBY curhat disuruh ‘diam saja’ di media sosial
8 saran dan kritik SBY untuk Jokowi pasca lengser

JAKARTA, Indonesia — Pasca dilantiknya Joko “Jokowi” Widodo sebagai presiden pada 20 Oktober 2014 yang lalu, mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara resmi tidak memiliki jabatan apapun di pemerintahan.

Meskipun begitu, SBY kerap kali masih mengemukakan pendapatnya terkait isu-isu nasional yang sedang ramai diperbincangkan, seperti kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), atau pertimbangan Indonesia untuk bergabung dengan Kemitraan Trans Pasifik (TPP).

Sebagai presiden yang memimpin negeri ini selama 10 tahun, ia merasa memiliki pengalaman yang dapat dijadikan bahan pelajaran untuk pemerintah pada saat ini.

Namun menurutnya, ada pihak yang mengatakan bahwa kritik dan saran yang disampaikan oleh SBY melalui akun media sosialnya merupakan tanda bahwa mantan presiden RI tersebut mengalami post power syndrome.

“Kalau SBY merasa sangat perlu untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya di dalam negeri, SBY lakukan melalui Twitter dan Facebook. SBY memilih untuk menggunakan bahasa yang santun dan terukur meskipun bisa tajam,” tulisnya dalam status Facebook di akun resminya baru-baru ini.

Meski demikian, SBY curhat bahwa masih ada saja pihak-pihak yang tidak suka dengan pendapatnya —atau bahkan tidak suka dengan cara SBY menyatakan pendapat melalui media sosial.

“Ada yang mengatakan SBY mengalami post power syndrome dan meminta SBY untuk ‘diam saja’. Bahkan, belakangan ini SBY juga menerima pesan yang kurang menyenangkan dari lingkar kekuasaan. SBY sedih, karena untuk berbicarapun nampaknya tidak leluasa, sesuatu yang tak pernah dilakukan SBY ketika ia memimpin Indonesia selama 10 tahun dulu,” ungkapnya. 

//

POSISI, PERAN DAN KEGIATAN INTERNASIONAL SBY(PRESIDEN INDONESIA KE 6) SAAT INI Melalui Twitter dan Facebook…

Posted by Susilo Bambang Yudhoyono on Sunday, November 15, 2015

Apa saja saran dan kritik yang SBY lontarkan terhadap pemerintahan Jokowi ini? Berikut yang berhasil kami rangkum:

1. Kebijakan kenaikan harga BBM

SBY mengaku diinformasikan secara langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait rencana menaikkan harga BBM.

Ia merasa hal tersebut merupakan wewenang pemerintah sepenuhnya, namun pemerintah wajib menjelaskan alasan kenaikan tersebut kepada masyarakat.

 

2. Menghadapi gejolak ekonomi

SBY mengungkapkan bahwa dalam situasi ekonomi yang sedang terpuruk, pemerintah dan rakyat tidak boleh saling menyalahkan. Selain itu, SBY juga berbagi tips keluar dari krisis yang dikenal dengan “SBYnomics”.

 

3. Memerangi terorisme

Sebagai respons dari insiden yang terjadi di depan kantor majalah satir Charlie Hebdo di Paris, Perancis, SBY meminta agar pemerintahan Jokowi terus menjaga kerukunan dan toleransi, serta menanggulangi terorisme.

 

4. Kemelut Polri vs KPK

SBY merasa bahwa Jokowi mampu mengatasi kemelut antara Polri dan KPK, yang terpenting adalah agar institusi Polri dan KPK segera kembali menjalankan tugasnya masing-masing.

 

5. Sengketa teritorial di Asia Timur & Laut Tiongkok Selatan

SBY memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar memperkuat kerjasama ekonomi sekaligus mengelola konflik yang ada, sehingga dapat mencegah terjadinya benturan militer yang berbahaya.

 

6. Penghinaan terhadap presiden

Menurut SBY, pemerintah tidak perlu berlebihan dalam menanggapi kritik dari masyarakat. Kalau pemimpin tidak mengetahui perasaan dan pendapat rakyat, hal tersebut bisa menjadi “bom waktu”.  Demokrasi perlu tertib, tapi negara tidak perlu represif.

 

7. Melawan asap

SBY menyampaikan pesan yang dititipkan oleh masyarakat Riau untuk pemerintah. Menurutnya, untuk mengatasi permasalahan asap diperlukan kepemimpinan, kesatuan komando, infrastruktur, dan pengerahan petugas. Selain itu hukum juga harus ditegakkan.

 

8. Indonesia masuk TPP

SBY meminta agar pemerintah memikirkan dengan matang rencana keikutsertaan Indonesia di Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Karena adanya “hukum globalisasi”, Indonesia justru akan mengalami kerugian jika belum siap dan dipaksa masuk TPP.

 

—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!