SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia — Setelah disebut-sebut dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Panjaitan kembali menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Apa penyebabnya?
Ketika ditanya wartawan pendapat Luhut soal penertiban media sosial, Luhut mengatakan bahwa media sosial memang perlu ditertibkan.
“Bangsa ini harus disiplin. Negara demokrasi tetap harus ada aturannya. Jika tidak ditertibkan, maka akan banyak (aksi) anarkis,” kata Luhut di sela Konferensi Kelapa Sawit Indonesia (IPOC) 2015 di Nusa Dua, Bali, seperti dikutip Republika pada Kamis, 26 November.
Media kemudian mengaitkan pernyataan Luhut dengan Surat Edaran Kepala Kepolisian RI terkait ujaran kebencian (hate speech).
Seperti diketahui, Kapolri Badrodin Haiti pada awal Oktober tahun ini menerbitkan Surat Edaran No. SE/6/X/2015 tantang Penanganan Ujaran Kebencian. Surat Edaran tersebut mendapat respons beragam dari masyarakat, meski kebanyakan menentangnya.
Pengamat media Ignatius Haryanto, misalnya, mengatakan bahwa Polri harus berhati-hati dalam menerapkan ujaran kebencian, terutama bagi masyarakat yang kritis terhadap pemerintah.
“Karena kritik kepada mereka yang berkuasa akan mudah dimasukkan dalam kategori hate speech, padahal di dalamnya ada suatu kritik serius yang bukan tujuannya hanya memaki,” kata Ignatius kepada Rappler saat itu.
Luhut takut medsos?
Pengguna media social (medsos) pun bereaksi ketika berita di atas menyebar. Mereka menyebut Luhut khawatir menyikapi persepsi masyarakat terhadap dirinya dan pemerintahan Jokowi.
Tagar #LuhutTakutMedsos pun banyak digunakan oleh netizen yang mengkritik pernyataan Luhut di media tersebut.
Just Luhut pic.twitter.com/awKsSbl7Y2
— Aulia Masna (@amasna) November 27, 2015
“Media sosial harus ditertibkan.” Bet even Benny Moerdani is rolling in his grave LOL at the futility of issuing such statement nowadays
— Lynda Ibrahim (@lyndaibrahim) November 27, 2015
#LuhutTakutMedsos | Logika terbalik, Luhut ingin mengontrol Rakyat, padahal harusnya rajyat yg mengontrol Luhut.
— ANTI MEDIA SAMPAH (@ABAH_OK) November 27, 2015
Demokrasi anti kritik sama lucunya pencinta pelangi tapi takut pada gerimis #LuhutTakutMedsos
— Negri Seterah (@Restyies) November 27, 2015
Ciri2 rezim ketakutan #LuhutTakutMedsos
— #RepublikDagelan (@panca66) November 27, 2015
Tanggapan Luhut?
Rappler mencoba mendapatkan konfirmasi dari Luhut, namun yang bersangkutan berhalangan menjawab. Staf khusus Menkopolhukam bidang media, Atmadji Sumarkidjo, mengklarifikasi pernyataan yang beredar di media.
Menurut Atmadji, pernyataan Luhut harus diberikan konteksnya, bukan hanya dimaknai sebagai upaya untuk menertibkan media sosial akibat takut kritik.
“Kalimat ‘menertibkan’ harus dilihat dalam ceramahnya bertema deradikalisasi, serta bagaimana ISIS itu begitu canggih menggunakan medsos untuk merekrut tenaga serta simpatisan baru,” kata Atmadji kepada Rappler, Jumat, 27 November.
Atmadji juga menyayangkan pemberitaan media yang hanya mengutip sepotong dan menghiraukan konteks pernyataan Luhut yang sebenarnya. Apalagi, ketika berita tersebut menjadi viral di media sosial dan terlepas dari konteks awalnya.
Seperti yang sudah Rappler beritakan sebelumnya, simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia sangat aktif di media sosial.
ISIS diyakini adalah sebuah organisasi yang sangat ahli dalam menggunakan media sosial untuk propaganda dan radikalisasi. Metode penggunaan media sosial ISIS adalah dengan mengunggah konten secara konsisten untuk menarik simpati anak-anak muda yang merasa terpinggirkan. —Rappler.com
BACA JUGA:
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.