Maaf, hari ini dilarang berekspresi!

Irham Duilah

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Maaf, hari ini dilarang berekspresi!

GATTA DEWABRATA

Indeks kebebasan berekspresi dan berserikat makin melorot setelah Presiden Joko "Jokowi" Widodo memimpin pemerintahan.

JAKARTA, Indonesia – Puluhan polisi mendatangi Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Selasa, 8 Desember 2015. Mereka datang untuk mengawasi jalannya diskusi bertajuk “Pembacaan Naskah dan Diskusi Album Keluarga#50 Tahun 1965” diselenggarakan hari itu.

Sebelumnya, kepolisian melarang kegiatan yang direncanakan Festival Teater Jakarta 2015 dengan pembaca dari Kelompok Bengkel Naskah Drama DKJ. Alasannya, diskusi ini mendapat pertentangan dari kelompok lain yang mengatasnamakan Keluarga Besar Teater Jakarta Peduli FTJ. (BACA: Polisi larang ‘Diskusi Album Keluarga#50 Tahun 1965’)

Ya, polisi lebih memilih cari aman, bukan untuk melindungi kelompok kecil yang ingin menyampaikan ekspresi dan pendapatnya mengenai peristiwa berdarah 1965.

Bukan kejadian ini saja, kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam bentuk diskusi sebelumnya juga dilarang kepolisian. Di penghujung November lalu, diskusi mengenai “Teror Paris, Ujaran Kebencian dan Ancaman ISIS di Indonesia” batal dilaksanakan karena panitia penyelenggara merasa tidak mendapat perlindungan dari pihak kepolisian.

Diskusi ini batal karena kelompok FPI keberatan dengan poster undangan acara ini. Salah satu gambar kegiatan mereka yang sedang aksi dengan membawa bendera ISIS tak mau dijejerkan dengan foto ISIS, dan tragedi penembakan di Paris. Polisi pun bertindak mengeluarkan surat pembatalan kegiatan ini. (BACA: Diskusi antiteroris batal karena diprotes FPI)

Dirunut lagi ke belakang, yaitu awal November, media sosial ramai membicarakan surat edaran Hate Speech (bicara kebencian). Surat edaran ini lebih banyak menyasar para pengguna media sosial.

Tapi catatannya, surat edaran memuat pasal mengenai penghinaan, pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, serta perbuatan tidak menyenangkan. Pasal-pasal ini yang cenderung sering digunakan untuk mengkriminalisasi seseorang yang punya pendapat, kritik dan gagasan.

Selain di dalam ruang diskusi dan media sosial, larangan berpendapat dan berekspresi juga menyasar pada kegiatan demonstrasi. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengeluarkan peraturan untuk mengatur lokasi aksi demonstrasi di sejumlah tempat saja.

Lokasi berpendapat dan berekspresi  melalui unjuk rasa ditetapkan hanya boleh di parkir timur Senayan, DPR dan silang selatan Monas. Artinya, berunjuk rasa tempat lain, akan dilarang atau diancam hukuman. Aturan ini memang menuai pro dan kontra.

Sebagian orang yang biasanya dari kelas menengah setuju aturan ini diberlakukan demi dengan dalih menjaga ketertiban lalu lintas. Tapi bagi buruh yang belum hidup layak, aturan ini telah mengkebiri kekuatan mereka untuk mendorong perubahan.

Kegiatan pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat melalui regulasi dan melibatkan aparatur negara ini hanya yang terekam 3 bulan ke belakang. Entah apa lagi yang akan diatur dalam hal ini ke depannya.

Maaf, hari ini, di era kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, kebebasan berekspresi dan berpendapat pelan-pelan mulai dibatasi, atau bahkan lebih buruk lagi.

Menurut catatan lembaga pemerhati HAM, Setara Institute, indeks kebebasan berekspresi, berserikat dan berpendapat tahun ini lebih buruk dari tahun lalu. Indeks kebebasan berekspresi dan berserikat dari 2,24 pada 2014 turun menjadi 2,18 pada 2015.

Survei yang telah enam kali dilakukan itu melibatkan 215 responden ahli dari akademisi, peneliti, aktivis, dan tokoh masyarakat dengan teknik pengumpulan data secara kuesioner di 19 provinsi pada 5 November-5 Desember 2015.

Hari HAM Internasional yang berlangsung hari ini, Kamis, 10 Desember, menjadi pengingat keras kepada pemerintahan Jokowi. Kebebasan berekspresi, berserikat dan berpendapat merupakan hak warga negara yang sepatutnya dilindungi, bukan dibelenggu.

Sebab, pembatasan berpendapat, berekspresi dan berserikat merupakan tanda-tanda kehadiran kekuatan rezim yang tak lagi mewakili suara warga, melainkan suara-suara segelintir orang atau bahkan satu orang. Saya pikir tak perlu maaf, karena hari ini dan selamanya Anda bebas berekspresi, berserikat dan berpendapat. Selamat Hari HAM Internasional!—Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!