Menteri Siti terbitkan revisi moratorium hutan

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menteri Siti terbitkan revisi moratorium hutan

EPA

Ini revisi kesembilan, dan menunjukkan adanya tambahan luasan hutan. Badan Restorasi Ekosistem Gambut pun hampir final

 

JAKARTA, Indonesia – Pidato Presiden Joko “Jokowi” Widodo di forum pemimpin COP 21, di Paris, yang menjanjikan pengelolaan hutan lestari sebagai salah satu upaya untuk menurunkan emisi karbon, ditindaklanjuti kementerian teknis. 

Kemarin, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengumumkan revisi terbaru peta indikatif moratorium hutan.   “Revisi ini adalah evaluasi enam bulan sekali sesuai arahan Presiden.  Ini revisi kesembilan,” kata Siti Nurbaya dalam keterangan pers Kamis (17/12).

Revisi itu diatur dalam Surat Keputusan Menteri No. SK. 5385/MenLHK-PKTL/IPSDH/2015 mengenai Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan, dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan

Dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tertanggal 13 Mei 2015 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan gambut, atau yang lebih dikenal dengan Inpres Moratorium Hutan, disebutkan bahwa evaluasi berkala wajib dilakukan dan dilaporkan langsung ke Presiden Indonesia.

Luas area moratorium kawasan hutan pada revisi kesembilan ini menjadi 65.086.113 hektare.  Ini meningkat  71.099 hektare ketimbang revisi kedelapan yang tercatat seluas 65.015.014 hektare.  Siti mengatakan, peningkatan luas hutan karena karena adanya pengurangan penggunaan luasan lahan gambut dan hutan alam primer, perkembangan tata ruang kehutanan, dan pembaruan luasan lahan perizinan.   

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Ruang Lingkungan, San Afri Awang, menyebutkan revisi kesembilan adalah kompilasi data dari beberapa lembaga pemerintahan. Di antaranya, yaitu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Badan Informasi Geospasial.

“Ada enam komponen yang diperhatikan, termasuk luasannya,” kata San Afri. Pertama, penambahan tata ruang yang semula hutan produksi menjadi hutan lindung atau konservasi. Kedua, pencabutan sejumlah izin perusahaan hutan, seperti PT Hutani Sola (Riau) dan PT Citra Lembah Kencana (Papua) dan PT Dyera Hutan Lestari (Jambi).

Ketiga, komponen pembaruan data bidang tanah yang diperoleh dari Kementerian Agraria. Keempat, konfirmasi perizinan sebelum turunnya Inpres Moratorium tahun 2011.  Kelima, berdasarkan laporan hasil survei hutan alam primer. Keenam, laporan luasan lahan gambut yang direvisi.

Revisi pertama moratorium hutan dikeluarkan pada 20 Juni 2011, atau satu bulan setelah Inpres Moratorium hutan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 Mei 2011. Luasan revisi pertama sebesar 69.144.073 hektare.  

Menurut Siti, setelah revisi, luasan terus meningkat. Yang masih belum rampung adalah kebijakan satu peta lintas kementerian dan lembaga. “Kalau sudah rampung, saya yakin satu pekerjaan rumah Indonesia selesai dan kita punya reformasi penggunaan lahan yang tertata,” kata dia, seraya menambahkan bahwa kepala daerah harus mematuhi revisi ini.

Mengenai Badan Restorasi Ekosistem Gambut, Siti mengatakan draf peraturan presidennya sudah rampung. “Pembahasannya sudah selesai.  Tinggal menunggu rekomendasi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara kepada Presiden, karena menyangkut struktur,” kata Siti ketika dikontak Rappler. – Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!