Apakah Chiropractic direkomendasikan untuk penderita kelainan tulang?

Sakinah Ummu Haniy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Apakah Chiropractic direkomendasikan untuk penderita kelainan tulang?

Getty Images/AFP

Cerita dari mereka yang pro dan yang kontra terhadap terapi Chiropractic

JAKARTA, Indonesia — Chiropractic sedang hangat dibicarakan akhir-akhir ini, setelah kasus meninggalnya Allya Siska Nadya setelah menjalani terapi di klinik First Chiropractic di Pondok Indah Mall 1 pada 7 Agustus 2015 lalu mencuat di media massa.

Pada Rabu, 6 Januari kemarin, klinik tersebut telah disegel oleh pihak berwajib setelah ditemukan bahwa usaha tersebut tidak memiliki izin praktek.

Berdasarkan data dari Board of Chiropractic Examiners State of California, dr. Randalf Caffetery yang bekerja sebagai Chiropractice di klinik tersebut ternyata sedang menerima sanksi hukuman disiplin selama 3 tahun mulai 13 Maret 2013 karena terbukti melakukan tindakan tidak profesional dan merupakan tersangka kejahatan.

Di samping itu, pihak klinik juga tidak dapat menunjukkan surat izin praktek dr. Marek Magnowski dari Polandia sebagai dokter pengganti Caffetery.

Sebenarnya, apa itu Chiropractic?

Chiropractic pertama kali diperkenalkan oleh D. D. Palmer seorang peneliti kelahiran Kanada yang membuka Palmer School of Chiropractic di Amerika Serikat pada tahun 1897. 

Chiropractic merupakan salah satu jenis pengobatan alternatif untuk memperbaiki kelainan tulang, khususnya tulang belakang, dengan pemikiran bahwa kondisi saraf di tulang belakang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Jenis pengobatan ini pernah dilakukan oleh Jet Damazo-Santos untuk mengatasi sakit di bagian punggungnya. Jet pernah mendatangi sebuah klinik Chiropractic di Lotte Avenue, Jakarta.

“Saya direkomendasikan oleh dua orang teman saya,” kata Jet kepada Rappler saat dihubungi pada Kamis siang, 7 Januari. “Mereka memiliki filosofi bahwa dengan memperbaiki kesehatan tulang belakang juga dapat memperbaiki kondisi kesehatan tubuh kita secara keseluruhan.”

Lebih lanjut Jet menceritakan pengalamannya saat pertama kali datang ke klinik tersebut.

“Pada awalnya kamu akan diminta melakukan pemeriksaan x-ray untuk melihat kondisi tulang serta kesehatan tubuh secara umum. Setelah hasilnya keluar, mereka akan menjelaskan apa yang akan mereka lakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut.”

Setelah itu, Jet sempat menjalani terapi selama kurang lebih satu bulan sebelum akhir berhenti karena kesibukannya.

“Saat menjalankan terapi atau yang mereka sebut dengan adjustment, akan terdengar bunyi seperti patah tulang. Namun berdasarkan penjelasan dari mereka, sebenarnya mereka sedang meluruskan tulang belakang.”

Jet sempat merasa lebih baik beberapa saat setelah menjalani terapi Chiropractic, namun kondisi tersebut tidak bertahan lama.

“Beberapa saat setelah menjalani terapi, leher saya terasa lebih baik. Saya melakukan terapi sekitar 2-3 kali per minggu dalam satu bulan. Namun setelah itu leher saya kembali sakit. Mungkin itu karena seharusnya terapi saya dilanjutkan sesuai rekomendasi yang diberikan,” jelas Jet.

Menurut penuturannya, seharusnya ia datang secara rutin selama dua hingga tiga bulan, kemudian check-up satu bulan sekali di bulan-bulan selanjutnya. Meskipun lehernya kembali sakit, Jet merasa terapi Chiropractic cukup aman untuk dilakukan.

“Sebagian besar teman saya yang mencoba Chiropractic merekomedasikannya. Meskipun ada beberapa kasus pasien yang paralysed dan cedera. Tapi menurut saya hal tersebut sama saja dengan jenis pengobatan lainnya. Dokter juga bisa berbuat salah. Chiropractic telah dilakukan di seluruh dunia dalam waktu yang lama dan telah mengobati banyak orang serta direkomendasikan oleh banyak pihak. Jadi menurut saya Chiropractic aman untuk dilakukan,” ujar Jet panjang lebar.

Lain halnya dengan Jet, seorang penderita skoliosis Nur Fitri Izzati menganggap terapi Chiropractic tidak akan dapat menyembuhkan kelainan tulang yang dideritanya.

“Aku enggak yakin kalau terapi kayak gitu bisa menyembuhkan skoliosis (tulang belakang melengkung), menurunkan derajat, atau minimal bikin stabil derajat lengkungnya. Kayaknya enggak bisa dan enggak masuk akal,” kata Nur Fitri kepada Rappler Kamis sore, 7 Januari di Jakarta.

Meskipun begitu menurutnya memang banyak penderita skoliosis lain yang pernah mencoba Chiropractic karena direkomendasikan oleh keluarga mereka sebagai pengobatan alternatif.

“Selama aku menderita skoliosis, opsinya (yang diberikan dokter) adalah fisioterapi, berenang, yoga, pilates, atau operasi,” lanjut Nur Fitri. 

 

Mungkin Chiropractic dapat menjadi salah satu pilihan. Namun biaya yang relatif mahal dan cara-cara non-medis yang dilakukan membuat terapi ini masih belum sepopuler jenis terapi tulang lainnya. — Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!