Rencana penambahan kewenangan BIN bisa picu komplikasi masalah

Ryan Songalia

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Rencana penambahan kewenangan BIN bisa picu komplikasi masalah
Yang dibutuhkan adalah meningkatkan koordinasi antar-instansi

JAKARTA, Indonesia —   Rencana pemerintah menambah kewenangan Badan Intelijen Negara (BIN) merupakan bentuk sikap reaktif. Karena ingin menyikapi masalah aktual yang baru saja berkembang.

“Ini sikap reaktif. Keputusan yang dibuat dengan sikap reaktif akan tidak baik dampaknya,” kata anggota Komisi III DPR T Taufiqulhadi, kepada Rappler, Senin sore, 18 Januari 2016. Masalah peningkatan peran institusi keamanan dalam merespon aksi terorisme perlu diisikapi hati-hati.

“Sebab, sejatinya yang dibutuhkan adalah meningkatkan koordinasi,” kata Taufiq. Bukan dengan meniambah kewenangan BIN menjadi.bisa menangkap terduga teroris. “Dimana pun, kewenangan badan intelijen adalah mengumpulkan informasi. Instansi yang memiliki kewenangan menangkap, sudah ada. Untuk terorisme ada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),” katanya.

Kalau BIN berwenang menangkap, pertanyaannya, apakah juga menginterogasi, kemudian kemana tersangka akan ditahan? Apakah perlu biaya lagi untuk membangun tahanan?

“Kalau mau diperkuat, lebih baik BNPT. Karena jelas kewenangannya menanggulangi terorisme,” katanya. Atau boleh juga kalau, semua institusi tadi diperkuat peralatannya. Apakah senjatanya, pendidikannya, atau fasilitasnya.

Keberatan serupa juga disampaikan Sekjen Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto. Ia menilai bila kewenangan menangkap diberikan kepada BIN, maka justru akan menimbulkan ekses. Bisa jadi akan banyak aksi salah tangkap terhadap orang yang belum tentu bersalah.

Dalam arti belum ada bukti awal yang cukup, sudah ditangkap. “Dan ini akan sulit mencari transparansi. Sedangkan polisi yang lebih terbuka saja, masih sering salah tangkap,” katanya.

Pemerintah diminta lebih arif. Sebab masalah terorisme akan selalu ada selama ketidakadilan terus berlangsung. Baik di level intermasional maupun di level domestik. Yakni penindasan terhadap umat Islam di berbagai belahan dunia dalam waktu lama.

“Jadi kalau hujan dan rumah kita bocor, siapa yang akan disalahkan? Apakah lantainya, lap pelnya, atau gentengnya yang bocor?” katanya. Jadi, ia sangat tidak setuju dengan rencana itu.

Belum Satu Kata

Di internal pemerintah sediri masih belum satu kata soal ini. Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung menilai, penguatan BIN tidak lantas  diikuti dengan pemberian kewenangan penangkapan.

Katanya, pemerintah ingin agar penanganan terorisme tidak bertabrakan dengan hak asasi manusia. Pemerintah akan berkoordinasi dengan pimpinan lembaga tinggi negara untuk membicarakan revisi UU Terorisme agar memungkinkan dilakukan langkah pencegahan semaksimal mungkin.

Sebelumnya, Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah berharap revisi UU Terorisme, diarahkan untuk membuka peluang penangkapan pada semua terduga teroris.

“Dengan demikian, kita bisa mencegah hal yang tidak diinginkan,” ucap Luhut. Luhut menyadari bahwa kewenangan menangkap terduga teroris tidak akan serta-merta menyelesaikan masalah terorisme.

Namun, ia yakin cara ini akan menguatkan kerja intelijen dalam menggali informasi dan mempersempit ruang gerak kelompok teroris.

—  Rappler.com

BACA JUGA

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!