Kemlu: Sebagian pengungsi Rohingya menghilang dari tempat penampungan

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kemlu: Sebagian pengungsi Rohingya menghilang dari tempat penampungan

EPA

Sebagian besar pengungsi Rohingya ingin berlayar ke Kuala Lumpur untuk berkumpul dengan keluarga mereka.

 

 JAKARTA, Indonesia – Separuh pengungsi Rohingya diduga telah meninggalkan tempat penampungan mereka yang berada di Aceh dan Sumatera Utara. Diduga mereka kembali berlayar dan menyeberang ke Malaysia untuk bergabung bersama keluarga mereka yang lebih dulu tiba di sana.

Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib mengatakan perginya sebagian pengungsi Rohingya tanpa sepengetahuan Pemerintah Indonesia.

“Pengungsi yang masuk ke Indonesia semula berjumlah 1.800an orang. Warga Rohingya berjumlah sekitar 900, sisanya adalah warga Bangladesh yang merupakan imigran ekonomi dan telah secara sukarela ingin kembali ke negara asalnya. Ternyata setelah didata oleh UNHCR, separuhnya lagi sudah tidak ada di Aceh,” papar Hasan ketika dihubungi Rappler melalui telepon pada Jumat, 13 Februari.

Informasi serupa juga diterima dari Pemerintah Daerah Aceh. Hasan menduga kemungkinan besar para pengungsi itu menuju Kuala Lumpur yang lokasinya dekat dengan Aceh.

“Tujuan akhir mereka kan sebenarnya tidak hanya ingin ke Australia, tetapi ada juga yang ingin menyeberang ke Malaysia. Dari ratusan pengungsi, 31 persennya merupakan anak-anak yang tidak didampingi orang tua. Jadi, diduga mereka menyeberang menuju ke Malaysia untuk berkumpul kembali bersama kedua orang tua mereka,” kata mantan Duta Besar Indonesia untuk PBB di New York itu.

Hal serupa disampaikan oleh Wakil UNHCR di Indonesia Thomas Vargas. Dia mengaku khawatir terhadap keselamatan para pengungsi yang memilih menyeberang ke Negeri Jiran.

“Pada kenyataannya, para penyelundup telah menunjukkan betapa kejamnya mereka. Mereka mampu melakukan apa pun tanpa memperhatikan unsur kemanusiaan. Jadi, sangat jelas kami sangat khawatir ketika melihat peristiwa serupa terulang kembali,” kata Vargas seperti dikutip laman berita irinnews.

Ketika mereka menyeberang dari Myanmar, pengungsi Rohingya diselamatkan oleh nelayan lokal Aceh dan disambut dengan hangat. Menurut salah satu pendiri Yayasan Geutanyoe, Lilianne Fan, para pengungsi berharap bisa terintegrasi dengan komunitas lokal secepatnya.

“Permasalahanya terletak pada adanya batasan yang diberlakukan oleh pemerintah pusat, termasuk batasan bagi para pengungsi untuk bekerja dan memusatkan para pengungsi hanya boleh berada di tempat penampungan,” papar Fan.

Yayasan Geutanyoe sendiri telah berupaya membantu dengan menanam sayuran dan peternakan bebek, supaya bisa memberi lapangan pekerjaan bagi pengungsi Rohingya. Namun, hal itu tidak bisa mengalahkan faktor penarik ekonomi yang datang dari Malaysia. Terlebih di sana juga sudah ada komunitas Rohingya.

“Walaupun mereka bersyukur warga Indonesia menyelamatkan nyawa mereka, tetapi mereka tidak ingin tinggal di sini,” kata Chris Lewa dari Arakan Project.

Rencana alternatif

Merujuk pada pertemuan darurat tiga Menteri Luar Negeri di kota Kinabalu, Indonesia dan Negeri Jiran akan menampung pengungsi Rohingya selama satu tahun. Kemudian, mereka akan ditempatkan ke negara ketiga. Namun, pada faktanya rencana itu meleset. Hal itu disebabkan adanya arus 1 juta pengungsi yang datang dari kawasan Timur Tengah dan membanjiri Benua Eropa.

“Tadinya, para pengungsi yang ada di Indonesia sudah direncanakan akan ditempatkan di beberapa negara. Tetapi, adanya arus pengungsi dari Timur Tengah membuat Benua Eropa kewalahan. Boro-boro mereka bisa menerima pengungsi dari Indonesia,” kata Hasan.

Lalu, rencana alternatif yang dimiliki Pemerintah Indonesia?

Hasan mengatakan ada dua kemungkinan rencana yang akan mereka lakukan. Pertama, bekerja sama dengan Organisasi Migrasi Internasional (IOM) untuk mengurus reunifikasi anak-anak yang tidak didampingi orang tua.

“Apalagi jika orang tuanya diketahui ada di Malaysia, maka IOM akan berbicara dengan Pemerintah Malaysia. Jika, memang orang tuanya betul dan terdaftar di Malaysia, sedangkan anak mereka di Aceh, tidak kah sebaiknya disatukan?” tanya Hasan memberikan usul.

Rencana kedua yaitu bisa memberikan pendekatan kepada para pengungsi jika mereka ingin secara sukarela kembali ke negara asal. Tetapi, kalau pun mereka menolak maka tidak akan dipaksa.

“Proses penempatan itu tidak bisa memakan waktu satu atau dua bulan, bahkan ada yang menghabiskan waktu bertahun-tahun,” ujar Hasan.

Isu  pengungsi ini akan menjadi topik utama forum Bali Process yang rencananya digelar pada 22 dan 23 Maret 2016. Peserta yang diundang, kata Hasan, merupakan negara asal, transit dan tujuan bagi pengungsi.

“Indonesia akan mendorong agar negara asal bisa mengatasi akar permasalahan, agar warga tidak kabur dari negaranya. Namun, itu semua butuh kerja sama semua pihak,” kata dia. – Rappler.com

BACA JUGA:

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!