Otopsi ulang jenazah Siyono ditunda di tengah protes warga Desa Pogung

Mawa Kresna

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Otopsi ulang jenazah Siyono ditunda di tengah protes warga Desa Pogung
Istri Siyono menyerahkan dua bingkisan uang yang dia terima dari orang yang mengabarkan kematian suaminya

YOGYAKARTA, Indonesia – Rencana otopsi ulang jenazah terduga teroris Siyono ditunda di tengah penolakan warga Desa Pogung, Klaten, Jawa Tengah.

Tetapi Ketua Muhammadiyah bidang hukum dan HAM Busyro Muqodas mengatakan penundaan tersebut bukan karena adanya penolakan dari warga tetapi lebih karena persiapan tim dokter yang belum selesai.

“Memang ada penolakan, itu pun saya bertanya-tanya, ada apa warga kok menolak warga juga. Tapi bukan karena itu, kita tunda karena tim medis belum siap,” kata Busyro saat ditemui Rappler di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu, 30 Maret.

Siyono ditangkap di Klaten, Jawa Tengah pada 8 Maret oleh tiga orang yang diduga anggota Densus 88 dan kembali ke rumah sebagai mayat empat hari kemudian.

Pada hari Selasa, 29 Maret, Suratmi Mufidah, istri Siyono, meminta perlindungan dari organisasi masa Muhammadiyah karena kawatir dengan keselamatannya. 

Busryo merasa curiga dengan penolakan yang muncul karena Kapolri Gen. Badrodin Haiti sendiri sudah memberi izin untuk otopsi ulang.

“Ini sepertinya bukan warga karena diputuskan rapat antara RT, RW dan Kelurahan. Ini berarti aparat, bukan warga. Yang menghalangi proses otopsi ini bisa terjebak persoalan hukum,” kata Busyro.

Dia kembali menyindir tidakan Densus 88 yang sampai menghilangkan nyawa Siyono. Menurutnya, jika Polisi menganggap Siyono gembong teroris, seharus dia tidak dibunuh.

Busyro mewanti-wanti cara-cara Orde Baru untuk membungkam suara kritis telah kembali dan dilakukan oleh aparat pemerintah pada era Reformasi ini.

“Pola-polanya sama, bahkan ini lebih parah. Setelah suaminya dibunuh, istrinya diberi uang bungkam. Itu uang kan tujuannya untuk pembungkaman. Polri tidak bisa seperti ini, harus berubah,” ungkapnya.

Busyro melihat apa yang dilakukan oleh polisi saat ini adalah kriminalisasi terhadap Islam karena simbol-simbol Islam dikaitkan dengan kelompok-kelompok yang dicap teroris oleh polisi.

“Islam bukan hanya dikriminalisasi secara agama, ajaran dan sistem nilai, umatnya juga ikut di kriminalisasi. Ada 119 kasus pengilangan nyawa yang sudah terjadi, jangan sampai terjadi lagi,” katanya.

Bingkisan uang 

Pada Selasa, 29 Maret, Suratmi juga mengatakan dia diberikan uang oleh seseorang bernama Ayu, orang yang menjemputnya dari Klaten ke Jakarta saat mengabari bahwa suaminya meninggal.

“Bu Ayu yang memberikan, saya menduga bu Ayu adalah polwan, tapi saya tidak tahu pasti. Uang itu diberikan di Hotel Leaf Jakarta tempat saya menginap,” kata Suratmi pada wartawan di kantor PP Muhammadiyah, Selasa 29 Maret.

Setelah menerima dua bungkus uang tersebut, Suratmi justru merasa takut dan resah karena tidak tahu asal usul dan maksud pemberian uang tersebut.

“Uang dari mana saya tidak tahu, dari siapa juga tidak ada penjelasan dari bu Ayu,” tuturnya.

Dua bungkus uang tersebut kemudian diserahkannya kepada PP Muhammadiyah yang diwakili Busyro Muqodas. Dia berharap uang tersebut bisa digunakan sebagai barang bukti jika akan maju ke meja hijau.

“Ini untuk kepentingan proses hukum, apakah untuk barang bukti silahkan saja. Tapi saya tidak berani membukanya, sejak awal diberikan masih utuh seperti itu,” katanya. – Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!