Dituduh cabuli santri, guru mengaji terancam hukuman 15 tahun penjara

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dituduh cabuli santri, guru mengaji terancam hukuman 15 tahun penjara
Satu korban mengaku dicabuli sejak di Sekolah Dasar

 

MALANG, Indonesia – Seorang pengasuh pondok pesantren dan panti asuhan Al Ikhlas di Malang, Jawa Timur terancam dihukum 15 tahun penjara setelah polisi menemukan bukti kuat pria berumur 55 tahun itu melakukan pelecehan seksual terhadap 4 anak didiknya.

Kanit Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Malang Iptu Sutiyo mengatakan aparat telah mengantongi bukti cukup kuat untuk menetapkan pria dengan inisial CH itu sebagai tersangka. Dia akan dijerat dengan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak tahun 2014 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.

“Buktinya dari keterangan empat korban, saksi lain dan pengakuan tersangka sendiri. Sesuai pasal 184 KUHAP keterangan saksi dan pengakuan tersangka yang berkesuaian sudah memenuhi unsur sebagai alat bukti,” kata Iptu Sutiyo, Selasa 12 April 2016.

Pencabulan tersebut diduga berlangsung sejak tahun 2012 hingga 2015 dan setidaknya menimpa empat korban yang berusia 15 tahun hingga 19 tahun.

IN, salah satu korban, menyebut CH telah berkali-kali mencabuli dirinya sejak duduk di bangku SD hingga di kelas 9 di tahun 2015.

“Pak CH itu guru ngaji membaca Al Quran. Kalau mau ‘digitukan’ (dicabuli), santri sering dipanggil ke ruangannya. Mulai dari diminta membersihkan ruangan, membawa Al Quran, tapi kemudian digitukan,” kata IN yang kini berusia 16 tahun dan ditemui pada Selasa, 12 April. 

Di ruangan yang terkunci itu, CH kemudian meraba-raba tubuh IN. Tindakan terparah berlangsung pada tahun 2015. Ketika itu, IN sedang sakit dan CH memijat tubuhnya.

“Tangannya masuk ke dalam kemeja saya dan waktu itu mau masuk ke dalam rok saya. Saya menangis karena takut. Besoknya saya keluar dari pondok karena takut,” katanya.

IN yang tinggal satu desa dengan pondok pesantren tersebut tak berani melaporkan tindakan cabul itu lantaran CH selalu mengancam.

Menurut IN, empat kawannya juga menerima perlakuan sama. Ada yang diminta mencari video porno dan kemudian diminta praktik sambil direkam oleh pelaku.

“Saya diminta menulis surat perjanjian, isinya tak boleh lapor ke siapa pun. Kalau saya lapor nanti saya akan celaka, bisa ditabrak truk atau kecelakaan yang lain. Teman yang lain ada yang diminta janji di atas Al Quran, ada pula yang bikin perjanjian bermaterai,” kata IN.

Setelah keluar dari pesantren akhir 2015 lalu, IN tak segera melaporkan tindakan CH pada ibunya. IN baru mengaku setelah satu temannya kabur dari pondok, lantaran takut diperkosa oleh CH.

“Teman saya itu kabur dari pondok, baru warga di sini geger dan saya akhirnya cerita ke orang tua saya. Kemudian saya juga diperiksa polisi seminggu yang lalu,” katanya.

Dua korban ikut ujian sekolah

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Malang Hikmah Bafakih mengatakan korban CH telah menjalani serangkaian tes psikologi dan masih di bawah pengawasan petugas.

“Dua di antaranya sedang menjalani ujian sekolah. Kami harus memastikan dan menjaga kondisi psikologisnya tidak terganggu dan bisa melaksanakan ujian dengan baik,” kata Hikmah pada Selasa 12 April 2016.

Pihaknya saat ini sedang menunggu hasil tes psikologi korban untuk melihat sejauh mana tindakan pencabulan CH berdampak pada kejiwaannya. Setelah hasilnya diketahui, maka akan disediakan sejumlah konseling untuk menyembuhkan trauma tersebut.

“Sebagian besar korban pencabulan pasti mengalami trauma. Konseling dilakukan untuk menyembuhkan trauma itu,” lanjutnya.

Lembaga pendidikan tetap berkegiatan

CH dikenal sebagai pengelola lembaga pendidikan Al-Ikhlas yang berada di Jalan Tirto, Desa Pagedangan Kecamatan Turen Kabupaten Malang. Lembaga tersebut memayungi Taman Kanak-Kanak Al Quran (TKQ), Taman Pendidikan Al Quran (TPQ), Madrasah Diniyah (Madin) dan Pondok Pesantren Putra-Putri. Lembaga tersebut juga memiliki badan hukum berupa Yayasan Sosial Islam Tujuh Tangkai dan mengelola Panti Asuhan Anak Yatim Piatu Putra-Putri Tujuh Tangkai.

“Saat ini ada 30 anak didik yang mondok di sini. Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa. Ustad CH dijemput Pak Kades pada 30 Maret 2016 dan sejak itu tidak pernah kembali lagi. Kami berharap semua bisa kembali seperti semula dan ustad bisa kembali mengajar,” kata seorang santri senior yang enggan menyebutkan namanya.

Kabar itu juga membuat warga di sekitar pondok pesantren terkejut. Warga yang masih memiliki hubungan darah dengan CH mengaku terpukul sekaligus tak percaya. CH dikenal sebagai ulama yang alim, guru mengaji dan banyak terlibat dalam kegiatan keagamaan warga setempat.

“Saya dua minggu ini tak mau makan karena syok. Sebelumnya memang ada gosip seperti itu (tindak pencabulan), tapi kami takut dan segan mau bertanya karena dia guru mengaji dan terpandang. Sampai kemudian ditangkap polisi itu,” kata seorang warga yang tinggal tepat di depan pondok pesantren. – Rappler.com

BACA JUGA: 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!