Jimly Asshiddiqie minta pelaku kejahatan seksual dihukum mati

Daru Waskita

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jimly Asshiddiqie minta pelaku kejahatan seksual dihukum mati
Penjara hanya mendidik terpidana untuk menigkatkan kemampuan melakukan kejahatan

YOGYAKARTA, Indonesia – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie meminta para pelaku kejahatan seksual dihukum mati karena penjara hanya membuat mereka lebih pintar melakukan kejahatan. 

“Kejahatan seksual lebih miris dari kejahatan narkoba karena bisa merusak masa depan korbannya. Orang yang memperkosa anak kecil, masak cuma dihukum 9 tahun? Lebik baik hukum mati aja,” kata Jimly di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Selasa, 24 Mei.

Menurut Jimly, darurat kejahatan seks di Indonesia yang menimpa anak-anak di bawah umur harus disikapi dengan tegas oleh pemerintah dengan cara memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan seksual.

“Penjara saat ini semakin penuh, sekitar 40% pelaku tindak kejahatan yang telah terbebas, justru mereka lebih canggih dalam melakukan trik kejahatan. Hanya sedikit sekali yang benar-benar tobat setelah keluar dari penjara,” katanya.

Saat ini, para pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak di bawah 18 tahun diancam dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun, menurut undang-undang perlindungan anak.

Pemerintah disebut-sebut sedang merancang sebuah peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang memperkenalkan hukuman kebiri bagi para pelaku kejahatan seksual, terutama para paedofil. 

Tuntutan hukuman lebih berat bagi pelaku kejahatan seksual muncul setelah seorang gadis berumur 14 tahun diperkosa dan dibunuh oleh 14 orang, termasuk 7 anak-anak di bawah umur, di Bengkulu April lalu. Sejak saat itu, laporan pemerkosaan yang disertai pembunuhan anak perempuan di bawah umur terus bermunculan.

Jimly mendukung rencana pemerintah untuk menerapkan hukuman kebiri kepada para pelaku kejahatan seksual.

Pelaku tindak kejahatan seksual, apabila dihukum penjara, kata Jimly, justru akan semakin pintar melakukan kejahatan berikutnya. Dan dengan sistim remisi — pengurangan masa hukuman karena kelakuan baik pada hari perayaan keagamaan — anggota masyarakat tidak takut melakukan kejahatan.

Sementara itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan maraknya kejahatan seksual yang menimpa anak-anak perempuan belakangan ini sangat memprihatinkan.

“Kejahatan seksual ini adalah sesuatu yang memprihatinkan dan darurat, maka harus segera diambil langkah secara komperensif,” kata Abdul Mu’ti di Kampus UMY pada Selasa, 24 Mei.

Menurut Abdul Mu’ti tidak menjelaskan langkah komprehensif yang dimaksud tetapi dalam kondisi seperti sekarang, para pelaku kejahatan harus diganjar dengan hukuman maksimum sesuai dengan undang-undang.

Namun demikian, dia meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru menerapkan hukuman kebiri karena masih banyaknya pro dan kontra di dalam masyrakat sendiri.

“Hukuman kebiri itu ada yang pro dan ada yang kontra,  dari sisi alasannya kenapa dibuat, kalau dibuat dengan Perpu, maka seharusnya itu dibuat karena memang keadaan yang genting dan memaksa dan juga dari sisi HAM,” kata Abdul Mu’ti.

Dia berpendapat kebiri tidak menjamin kejahatan terhadap perempuan, terutama terhadap anak-anak perempuan di bawah umur, akan berhenti karena pelaku bisa saja melakukan kejahatan dalam bentuk lainnya.

“Memang perlu ada kajian untuk tidak terburu-buru, apalagi reaktif dan emosional,” kata Abdul Mu’ti.

Abdul Mu’ti juga mendorong adanya regulasi yang lebih tegas untuk media tanpa mengurangi hak masyarakat untuk mendapat informasi.

“Banyak hal yang ditayangkan media saat ini nyaris tanpa sensor dan itu dapat mendorong fantasi negatif bagi siapa saka yang menontonnya,” katanya. – Rappler.com

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!