Jangan biarkan kasus kekerasan terhadap perempuan dilupakan

Kate Walton

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jangan biarkan kasus kekerasan terhadap perempuan dilupakan
Publik harus ikut serta agar kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP) tidak hilang dan terlupakan seiring berlalunya waktu.

 

 Kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap remaja asal Bengkulu YY masih ramai diberitakan. Selang kejadian tersebut, publik kembali dikejutkan dengan tindak pemerkosaan dan pembunuhan yang menimpa EP di Tangerang. EP diperkosa dan dibunuh oleh 3 laki-laki dengan cara yang sangat sadis.

Saat ini, kedua kasus tersebut juga ramai diperbincangkan di media sosial. Tapi, seiring dengan berlalunya waktu, apa kelanjutannya? Apa yang bisa kita lakukan supaya kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) tidak hilang dan terlupakan?

Berikut hal-hal yang bisa kita lakukan:

Catat dan laporkan

Untuk mengetahui betapa luasnya fenomena Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), kita bisa mulainya dengan mencatat kasus yang terjadi lalu laporkan. Hal serupa juga harus kamu lakukan, jika ada anggota keluarga, tetangga atau orang yang kamu kenal mengalami KTP.

Kamu bisa melaporkannya kepada polisi, Komnas Perempuan, puskesmas dan Pusat Pelayanan Terpadu untuk Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) atau ke pada siapa saja yang bisa membantu. Langkah ini penting, supaya korban segera memperoleh pertolongan dan keadilan bisa ditegakan.  

Pencatatan kasus KTP di ranah publik juga penting. Saya sendiri sedang mengurus laman di Facebook yang khusus mendata kasus pembunuhan yang menimpa perempuan di Indonesia. Tujuan dari pencatatan ini bukan untuk menghibur tetapi untuk memastikan publik tahu bahwa Indonesia sedang mengalami darurat kekerasan terhadap perempuan.

Australia juga memiliki proyek yang serupa (kebetulan proyek itu adalah sumber inspirasi buat saya kali ini). Proyek tersebut dianggap memiliki pengaruh yang kuat bagi para pengambil keputusan di tingkat nasional.

Dorong media agar bekerja sesuai kode etik

Media massa berperan besar dalam penyebarluasan informasi mengenai kasus KTP, karena melalui medium tersebut publik tahu peristiwa tersebut banyak terjadi di Tanah Air. Tetapi, seharusnya media menggunakan kode etik jurnalistik ketika menulis kasus KTP, seperti jangan sebut nama korban (apalagi kalau masih hidup) atau informasi pribadi korban (seperti desa, alamat, sekolah, atau tempat kerja).

Jangan mempublikasikan foto korban jika belum disetujui oleh keluarga (seperti orang tua atau pasangan), kemudian media juga perlu memikirkan secara baik-baik apakah kronologis kejadian perlu dipublikasikan secara rinci. Jika tidak perlu, maka tak usah diterbitkan.

Kenapa saya menyarankan demikian? Sebab, masyarakat perlu mendorong media agar meliput kasus KTP sesuai dengan kode etik. Jika kamu menemukan berita yang tak sesuai dengan kode etik jurnalistik, maka bisa dilaporkan ke Dewan Pers untuk ditindaklanjuti.

Lanjutkan penyusunan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan

Pada tahun 2001 lalu, pemerintah pernah merumuskan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (RAN PKTP). Rencana seperti ini sebaiknya hanya diberlakukan antara 5 hingga 10 tahun saja. Jika lebih dari itu, situasinya sudah berubah dan rencana aksi serta anggaran perlu dipikirkan kembali.

RAN PKTP yang terakhir memang hanya berlaku hingga akhir tahun 2005. Tetapi, setelah itu kelanjutannya tidak ada. Oleh sebab itu, publik perlu mendorong pemerintah untuk menyusun RAN PKTP terbaru dan berdasarkan data yang valid. Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah menyediakan buku panduan mengenai penyusunan RAN PKTP. Jadi, pemerintah mau menunggu apa lagi?

Setelah RAN PKTP yang baru disusun, maka langkah tersebut bisa ditiru oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Mereka bisa ikut menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD). Beberapa provinsi seperti Jayapura di Provinsi Papua sudah memiliki RAD.

Dorong alokasi dana bagi penyintas kekerasan

Rencana aksi tanpa didukung dana yang cukup maka tidak akan membuat program tersebut menjadi efektif. Selama ini, pemerintah daerah mengambil dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), namun nominalnya rata-rata masih sangat rendah di Indonesia.

Publik bisa mendorong daerah lain agar mencontoh langkah Pemda Kabupaten Mimika di Provinsi Papua. Mereka telah meningkatkan anggaran untuk Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPPA) setempat dari Rp 20 miliar di tahun 2015 menjadi Rp 29 miliar pada tahun 2016.

Pemda juga meningkatkan alokasi anggaran untuk Pusat Pelayanan Terpadu untuk Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Mimika yakni menjadi Rp 1,9 miliar pada tahun 2016.  Peningkatan anggaran ini karena pemda mengakui adanya krisis tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayahnya.

Ajarkan “hubungan sehat” di rumah dan sekolah

Kasus KTP tidak hanya terjadi dalam hubungan pernikahan. Peristiwa itu bisa saja terjadi ketika masih menjalin hubungan kekasih atau pacaran.

Di Indonesia di mana budaya patriarki masih kental, mayoritas masyarakat masih percaya jika suami boleh memukul istrinya jika dia bersalah. Maka tak heran jika muncul kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, hanya karena dipicu hal sepele. Tengok kejadian di Lampung, di mana seorang laki-laki membunuh istrinya hanya karena dia menolak untuk membuat secangkir kopi.

Fakta tersebut menunjukkan hubungan antara laki-laki dan perempuan kurang sehat. Remaja perlu dididik di sekolah dan di rumah bahwa laki-laki dan perempuan harus saling menghormati. Mereka juga harus saling membantu.

Dalam sebuah pernikahan, menurut saya, idealnya peran suami dan istri harus disetujui bersama. Budaya ini harus diajarkan kepada remaja yang masih dalam masa tumbuh kembang. Tujuannya agar tidak ada lagi laki-laki yang melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan.

Ajak bicara teman dan keluarga

Masih banyak orang yang beranggapan kekerasan terhadap perempuan bukan sebuah isu yang penting. Bahkan, tidak sedikit yang menganggap kasus KTP sebagai peristiwa biasa dan wajar terjadi.

Kita harus mengubah pola pikir tersebut. Caranya? Dengan mengajak teman dan keluarga membahasnya. Katakan kepada mereka kasus KTP bukan peristiwa sepele dan harus segera dibantu.

Jika kalian ingin mencegah kasus KTP kembali terjadi, maka hal tersebut bisa dimulai dari diri kita sendiri. Apa kalian siap berkontribusi dan membuat perubahan? – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!