10 hal yang perlu kamu ketahui tentang RUU Pilkada yang baru disahkan DPR

Kanis Dursin

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

10 hal yang perlu kamu ketahui tentang RUU Pilkada yang baru disahkan DPR
Partai atau gabungan partai yang mempunyai 20 persen kursi DPRD atau 25 persen akumulasi suara tetapi tidak mengusung calon dihukum dengan tidak boleh mengusung calon di Pilkada berikutnya.

JAKARTA, Indonesia – Kabar gembira bagi anda yang ingin berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada Rabu, 15 Februari 2017. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan rancangan undang-undang Pilkada pada Kamis, 2 Juni, lalu dan anda pun sudah bisa mulai menyiapkan diri. 

 

RUU yang akan secara otomatis menjadi undang-undang sebulan setelah disahkan DPR ini mengatur berbagai hal berkaitan dengan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Rappler memilih fokus ke isu-isu yang sering menjadi perhatian masyarakat.  

1. Siapa boleh mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah? 

Siapa saja. termasuk anda. Kalau anda berumur sekurang-kuragnya 30 tahun, anda boleh menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, tetapi kalau ada masih berumur 25 tahun (sekurang-kurangnya), anda boleh menjadi calon bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota.

Dari segi pendidikan, minimal anda menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat atas  atau sederajatnya (Paket C).

Maaf, kalau anda pernah menyandang status terpidana berdasarkan keputusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap, anda tidak boleh mencalonkan diri. Kecuali kalau anda telah menyatakan secara publik bahwa anda mantan narapidana (Catatan: Satu anggota DPR mengusulkan terpidana kejahatan seksual dan narkoba tidak boleh ikut Pilkada walau sudah mengaku secara publik)

2. Bagaimana saya bisa mencalonkan diri?  

Anda bisa mencalonkan diri melalui partai atau gabungan partai. Kalau melalui partai atau gabungan partai, pastikan mereka mempunyai minimal 20 persen kursi di DPRD di daerah Pilkada atau 25 persen akumulasi suara sah dalam pemilihan legislatif terakhir.

Dalam hal partai pengusung mengalami konflik internal seperti yang terjadi pada Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 lalu, pengurus yang berhak menandatangani pencalonan anda adalah yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.

3. Bagaimana kalau anda tidak dicalonkan partai atau gabungan partai? 

Kalau anda tidak dilirik partai atau gabungan partai, anda masih bisa maju lewat jalur perseorangan atau calon independen. Namun untuk itu, anda harus mendapat dukungan dari pemilik suara yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilihan sebelumnya.  

Untuk calon gubernur dan wakil gubernur, anda harus mendapat 10 persen dukungan di provinsi dengan DPT sampai 2 juta orang,  8,5 persen di provinsi dengan DPT antara 2 juta sampai 6 juta orang, 7,5 persen di daerah dengan DPT antara 6 juta sampai 12 juta, dan 6,5 persen di provinsi dengan DPT di atas 12 juta orang.

Untuk menjadi calon bupati dan wakil bupati dan walikota dan wakil walikota, anda harus mendapat dukungan 10 persen di daerah dengan DPT sampai 250 ribu orang, 8,5 persen di daerah dengan DPT antara 250 ribu sampai 500 ribu orang, 7,5 persen di daerah dengan DPT 500 ribu sampai 1 juta orang, dan 6,5 persen untuk daerah dengan DPT di atas 1 juta orang.

4. Bagaimana kalau partai atau gabungan partai tidak mau mengajukan calon?

Partai atau gabungan partai yang mempunyai 20 persen kursi atau 25 persen akumulasi suara tetapi tidak mengusung calon dihukum dengan tidak boleh mengikuti Pilkada berikutnya. Kalau mereka tidak mengajukan calon pada 2017 di DKI Jakarta, misalnya, mereka tidak akan diizinkan mengusung calon pada Pilkada 2022, tetapi boleh pada 2027.

5. Kalau anda anggota legislatif, apakah anda boleh ikut Pilkada?

Ya, anggota DPR, DPRD, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) boleh mengikuti Pilkada. Tetapi ada syaratnya: Anda harus mengundurkan diri sesudah KPU Provinsi atau Kabupaten/Kotamadya menyatakan secara resmi sebagai calon peserta pemilihan.

Tidak hanya anggota legislatif. Pegawai Negeri Sipil, anggota Polri dan TNI juga harus mengundurkan diri jika ingin mencalonkan diri di Pilkada.

6. Apakah calon petahana juga mengundurkan diri?

Tidak. Untuk gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota atau wakil walikota yang mencalonkan diri lagi, mereka cukup mengambil cuti di luar tanggungan negara. Selama cuti, mereka tidak boleh menggunakan fasilitas negara yang berkaitan dengan jabatan mereka.

Izin cuti bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota diterbitkan oleh gubenur, sementara izin cuti gubernur atau wakil gubernur dikeluarkan oleh presiden.

7. Kalau anda seorang petahana, apakah anda boleh mencalonkan diri di tempat lain?

Boleh, tetapi harus ikut aturan. Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota yang mencalonkan diri di tempat lain harus mengundurkan diri pada saat ditetapkan sebagai calon.

8. Siapa yang memverifikasi syarat pencalonan anda?

Semua syarat pencalonan, baik calon partai atau gabunngan partai mau pun calon perseorangan, diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Kabupaten/Kotamadya.

Khusus untuk calon perseorangan, syarat pencalonan diverifikasi dengan metode sensus di mana petugas PPK dan PPS menemui langsung setiap pendukung calon. Bila pendukung calon tidak berada di tempat saat petugas PPK dan PPS tiba, pasangan calon harus menghadirkan pendukung di kantor PPS paling lambat 3 hari setelah PPS tidak menemui pendukung tersebut. (Catatan: Beberapa pengamat menganggap waktu yang begitu singkat – 3 hari – sebagai bagian dari persengkokolan partai untuk menjegal calon perseorangan).

9. Bagaimana kalau pasangan calon atau satu dari pasangan calon meninggal dunia?

Dalam hal pasangan atau salah satu calon pasangan meninggal dunia, partai pengusung boleh mengusul pengganti 30 hari sebelum pemilihan. Tetapi kalau partai atau gabungan tidak mencalonkan pasangan pengganti, calon dianggap gugur. Kalau partai atau gabungan partai tidak menunjuk pengganti salah satu pasangan calon yang meninggal, anggota pasangan yang masih hidup dianggap gugur.

Kalau pasangan atau salah satu pasangan calon meninggal dunia 29 hari sebelum pemungutan suara, partai pengusung tidak diizinkan mengganti. Kalau salah satu pasangan calon masih hidup, yang masih hidup tetap diizinkan ikut pemilu.

Bagaimana dengan calon perseorangan? Jika calon pasangan independen meninggal, maka psangan tersebut dinyatakan gugur. Bila hanya salah satu yang meninggal, calon perorangan bisa mengusulkan pengganti paling telat 30 hari sebelum pemilihan.

10. Anda ingin mendukung calon anda, tetapi nama anda tidak ada di DPT. Bagaimana anda bisa menggunakan suara anda? 

Gampang! Anda masih bisa ikut pemilu dengan menunjukkan KTP Elektronik anda atau surat dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang menerangkan domisili anda. Dalam kasus seperti ini, anda harus memilih di TPS di RT atau RW anda saja. – Rappler.com

 

BACA JUGA:

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!