Upaya memperoleh kewarganegaraan bagi anak kawin campur

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Upaya memperoleh kewarganegaraan bagi anak kawin campur

ANTARA FOTO

Ibu Gloria Hamel, paskibraka yang memiliki paspor Perancis, mengajukan uji materi terhadap UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

JAKARTA, Indonesia — Ira Hartini Natpradja Hamel menyerahkan perbaikan permohonan uji materi Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, pada Senin, 17 Oktober.

Permohonan tersebut menyangkut kasus yang sempat menimpa anaknya, Gloria Natpradja Hamel, menjelang penunjukkan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) pada upacara 17 Agustus lalu di Istana Merdeka.

Saat itu, nama Gloria dicoret dari daftar paskibraka lantaran ia memiliki paspor Perancis dan disebut bukan warga negara Indonesia.

“Pemohon menilai anak Pemohon mendapat diskriminasi akibat berlakunya ketentuan tersebut,” kata kuasa hukum Ira, Fahmi Bachmid, di persidangan Mahkamah Konstitusi pada Senin.

Dalam permohonannya, Ira selaku Pemohon mempermasalahkan Pasal 41 UU Kewarganegaraan.

Pasal tersebut menyatakan: “Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.”

Menurut Ira, seharusnya pendaftaran tersebut tak perlu dibatasi, mengingat status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campur sudah diatur dalam Pasal 6 ayat 1 dalam UU yang sama:

”Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.”

Dengan adanya pasal tersebut, Fahmi menilai keberadaan Pasal 41 justru menimbulkan ketidakpastian hukum; karena kewajiban pendaftaran 4 tahun seolah-olah mereka tak berkewarganegaraan sebelumnya.

“Gloria saat itu masih berusia 16 tahun, belum memenuhi usia 18 tahun secara administrasi untuk dapat memilih kewarganegaraan,” kata Fahmi.

Selain itu, Pasal 41 ini juga dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat dan ayat 4 UUD 1945. Kedua pasal tersebut justru melimpahkan kewajiban dalam penyelengaraan hak pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang, termasuk hak atas status kewarganegaraan.

“UU Kewarganegaraan menimbulkan kerumitan administrasi pada Pemohon yang bertentangan dengan ketentuan konsitusional yang seharusnya negara menunaikan kewajiban untuk memberi kemudahan kepada setiap orang,” kata Fahmi.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!