Barcelona vs Manchester City: Obsesi Guardiola menaklukkan Barcelona

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Barcelona vs Manchester City: Obsesi Guardiola menaklukkan Barcelona
Guardiola tak pernah menang melawan Barcelona. Bagaimana kali ini?

JAKARTA, Indonesia — “Barcelona adalah tim spesial. Mereka seperti mesin,” kata manajer Manchester City Josep “Pep” Guardiola seperti dikutip BBC.

Pernyataan itu meluncur dari bekas pelatih Barcelona tersebut jelang laga besar di Camp Nou, Kamis 20 Oktober pukul 01.45 dini hari WIB, dalam lanjutan laga grup C Liga Champions.

Pernyataan pelatih kelahiran Santpedor tersebut tidak salah. Barcelona mendominasi Liga Champions selama lebih dari satu dekade. Sejak 2000-2001, mereka tak pernah lagi terhenti di fase grup. Sepanjang 15 tahun itu, tim Blaugrana itu minimal selalu lolos ke 16 besar. 

Bahkan, sejak musim 2006-2007 atau 10 tahun belakangan, klub asal Catalonia itu selalu masuk perempat final. “Mesin Barcelona” tersebut memiliki tradisi kuat di Liga Champions. Liga yang pialanya sudah mereka gondol sebanyak lima kali. 

Kedatangan Manchester City tak ubahnya seperti pengganggu kecil. Klub kaya baru asal Inggris itu tidak memiliki tradisi sekuat Barca. Prestasi terbaik mereka di ajang perburuan Si Telinga Besar—julukan piala Liga Champions—hanya semi final. Itupun cuma sekali sepanjang klub asal kota Manchester tersebut berdiri. 

Memang, kali ini situasi berbeda. Manuel Pellegrini, pelatih yang membawa mereka ke semi final Liga Champions 2015-2016 tersebut, sudah hengkang. Sosoknya diganti seorang entrenador (pelatih) yang mengenal betul Barca: Pep Guardiola. 

Pep menghabiskan separo hidupnya di raksasa Catalonia tersebut. Tapi, waktu bisa tidak berarti apa-apa melawan Barca yang mapan. Yang permainan, nilai-nilai klub, tradisi dan karakter bermain yang dibangun sejak puluhan tahun lalu.

Apalagi, bukan kali ini saja Pep melawan mantan klubnya tersebut. Dalam Liga Champions edisi 2014-2015, dia menghadapi Barcelona dengan pasukan Bavaria, Bayern Muenchen. 

Di pertemuan pertama yang digelar di kandang Barca, Camp Nou, Pep memasang formasi 3-4-2-1. Skenarionya, dia ingin agar tim menekan Andres Iniesta dan kawan-kawan jauh ke atas. Sejak bola kali pertama digulirkan tim tuan rumah. Asumsi Pep, melawan penguasaan bola yang liat, cair, dan licin seperti Barca, tekanan harus terus diberikan. 

Masalahnya, entrenador Barca Luis Enrique tidak tinggal diam. Penguasaan bola khas Barca mendadak diganti permainan yang lebih direct dan melakukan by pass umpan. 

Muenchen yang tak mengantisipasi perubahan tersebut keteteran. Plus, mereka juga sudah kehabisan tenaga setelah sepanjang laga melakukan pressing total. Philipp Lahm dan kawan-kawan pun pulang dengan hasil pedih 0-3. 

Di leg kedua, Pep mengganti sistem bermain dengan 4-4-2 di awal laga. Pep lebih berhati-hati. Di babak kedua, strategi berubah menjadi 4-3-3. Hasilnya, mereka mengalahkan Barcelona 3-2 di Allianz Arena—meski kemenangan tersebut tak cukup mengantarkan mereka ke final.

Pendek kata, Pep sudah melakukan segala macam eksperimen demi menundukkan mantan tim asuhannya tersebut. Tapi, tidak ada yang berhasil membuat dia benar-benar bisa melewati hadangan raksasa biru-merah tersebut.

Kini, bersama Manchester City, skenario apa yang akan disiapkan Guardiola? 

Bek Barca waspadai agresi City 

Dalam laga terakhir mereka di Liga Primer melawan Everton, Pep kembali memainkan skema 3-4-2-1. Skema yang sama saat dia bersama Muenchen dibantai Barca 3-0.

Itu adalah kali pertama dia menggunakan format 3 bek. Sebelumnya, di kasta tertinggi sepak bola Inggris itu dia lebih banyak bermain dengan 4 bek. Baik 4-4-2, 4-1-4-1, maupun 4-2-3-1. 

Namun, format 3 bek itu tak terlalu berhasil. City ditahan Everton di kandang The Citizens sendiri, Etihad Stadium. Pergerakan pemain memang sangat cair. Membuat skema umpan mengalir dengan baik di setiap lini. Namun, terlihat ada kebingungan posisi dari David Silva, Kevin De Bruyne, dan Raheem Sterling. 

Apalagi, membandingkan performa De Bruyne melawan Manchester United, tim seperti lebih nyaman bermain dalam sistem  4-1-4-1 dibanding format 3 bek. 

Namun, Guardiola sendiri belum pernah mencoba sistem tersebut melawan Barca. Jika formasi itu yang kembali dipilih, dia akan kembali mengambil keputusan dengan risiko terburuk kalah besar. 

Situasi itu semakin buruk karena rekor head to head City terhadap Barca sangat buruk. Dalam empat laga, Barca selalu menang. Satu-satunya kemenangan Barca hanya terjadi dalam laga persahabatan pada 2009 lalu. 

Meskipun begitu, sejumlah penggawa Barca tak mau terlena dengan superioritas mereka atas City. Javier Mascherano, misalnya. Bek yang baru saja memperpanjang kontrak dengan Barca itu yakin City bakal tampil berbeda. Sebab, jawara dua kali Liga Primer itu mulai berbeda musim ini.

“Mereka kini lebih banyak variasi. Mereka juga mulai banyak membuat agresi yang berakibat pada tekanan besar pada lawan. Gaya permainan mereka justru mirip dengan kami,” kata Mascherano seperti dikutip Marca

Apalagi, kata Mascherano, kiprah City di Liga Champions terus berkembang. Mereka yang awalnya tak punya tradisi apapun musim lalu mencapai semi final. Karena itu, bek asal Argentina itu yakin pertemuan melawan City tak hanya kali ini saja. 

“Kami pasti akan bertemu mereka di babak selanjutnya di turnamen ini,” ungkapnya.—Rappler.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!