Elegi Fidelis untuk istri tercinta

Aseanty Pahlevi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Elegi Fidelis untuk istri tercinta
Fidelis mengaku di hadapan sidang jika ia menggunakan ekstrak ganja untuk mengobati penyakit istrinya

PONTIANAK, Indonesia – Pria ringkih itu membiarkan rambut ikalnya memanjang. Begitu juga dengan kumis dan brewok di dagunya, dibiarkan lebat. Mengenakan rompi biru, Fidelis Arie Sudewarto alias Nduk anak FX Surajiyo tiba di Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat pada 19 Juli. 

Agendanya hari itu yakni kesempatannya membacakan pledoi atau nota pembelaan di depan majelis hakim. Saat pledoi dibacakan, sontak ruang sidang itu berubah menjadi mengharu biru. Fidelis mengaku secara terbuka kepada almarhumah istrinya, karena selama ini telah mengobati penyakitnya dengan ekstrak ganja.

Ia juga menyesal dan menyampaikan permohonan maaf kepada majelis hakim dan ditulis dalam 2.800 kata. Tak sedikit pengunjung di ruang sidang yang menitikan air mata. Nduk pun terisak beberapa kali ketika membacakan pledoinya.

“Bahkan ada pengunjung yang keluar sidang, karena tidak tahan sedih,” ungkap Yohana LA Suyati, kakak Nduk. 

Pria 36 tahun itu didakwa atas kepemilikan 39 batang ganja, yang semula digunakan untuk mengobati sang istri, Yeni Riawati. Yeni didiagnosa mengidap penyakit Syringomyelia, atau kista di sumsum tulang belakang. Penyakit ini menyebabkan Yeni selalu didera sakit yang amat sangat. (BACA: Polemik penggunaan ganja sebagai penyembuh penyakit)

Nduk tak tega melihat penderitaan ibu dari dua anaknya tersebut. Dia mulai mencari pengobatan alternatif, karena perawatan medis tak mampu lagi dijalani. Dari penelusuran di internet, ditemukan pengobatan alternatif dengan menggunakan ekstrak ganja (cannabis sativa). 

Menyadari ganja merupakan tanaman yang dilarang untuk dibudidayakan atau disimpan, Nduk berupaya melakukan pendekatan kepada BNN Sanggau. Namun, selang beberapa hari kemudian ia ditangkap. 

Erma Suryani Ranik, anggota DPR RI Komisi III kemudian tergerak untuk mendukung Fidelis mendapatkan keadilan.

“Dalam sidang sebelumnya, kami juga sudah menghadirkan saksi ahli yakni Dekan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Hasyim Azizurahman,” kata Erma. 

Ia berpegang pada itikat baik Nduk yang telah berupaya berkoordinasi ke BNN Sanggau pada tanggal 14 Februari. Saat pertemuan pun diunggah ke media sosial. 

Bahkan, sorenya anggota BNN Sanggau menjenguk istri Nduk di rumah. Pihak BNN Sanggau juga kembali berkunjung pada tanggal 18 Februari. 

Namun, pada tanggal 19 Februari, BNN Sanggau mendatangi rumah Nduk, dengan membawa media massa. 

“Penangkapan dilakukan atas ‘laporan’ dari masyarakat,” katanya. 

Justru pasca Nduk ditahan, Yeni meninggal akibat penyakitnya itu. 

Sidang demi sidang dijalaninya dengan tabah. Nduk beruntung Erma memberikan bantuan dukungan pengacara terbaik untuk menangani kasusnya.

Erma mengatakan Nduk bahkan sampai menjalani tes urine sebanyak tiga kali. 

“Agaknya, Kepala BNN Sanggau tidak yakin. Jelas saja hasil negatif, Fidelis bukan pengguna. Menurut saya, sejak awal kasus ini tidak layak masuk pengadilan,” kata Erna. 

Dugaannya itu semakin menguat karena saat sidang tuntutan pada 12 Juli lalu, jaksa hanya menuntut Nduk dengan hukuman lima bulan penjara dan denda Rp 800 juta subsider satu bulan penjara. 

“Terlihat dari tuntutan jaksa, yang hanya lima bulan ini,” tutur dia.

Sidang Nduk dipimpin oleh hakim ketua Ahmad Irfir Rochman SH didampingi dua hakim masing-masing John Malvino Seda SH dan Maulana Abdillah SH. Sementara, tim JPU yakni Adam Putrayansyah, didampingi Erhan Lidiansyah, dan Shanty Elda Mayasari. 

Tanda tangan rapor

Babak mengharukan sidang Nduk tak hanya pada saat membacakan pledoi. Usai sidang, Nduk melepas rindu dengan anak-anaknya. 

Mantan PNS Sanggau itu juga harus menandatangi rapor salah satu anaknya, di balik jeruji besi yang dicat putih. Isak tangis pun kembali terdengar. 

Terlebih saat Nduk memeluk erat kedua anaknya. Anak bungsunya nampak kebingungan dengan suasana haru. Bocah yang mengenakan kaus coklat dan topi itu, melihat sekelilingnya usai dipeluk erat ayahnya.

Hasyim Azizurahman, sebagai saksi ahli dalam persidangan mengatakan setiap tindak pidana harus memenuhi unsur tindak pidana dari pasal yang disangkakan. Sementara, dalam kasus ini, terdapat pertentangan antara kepentingan dengan kewajiban hukum. Dalam situasinya saat itu, Nduk mempunyai kepentingan hukum untuk menyembuhkan istrinya.

Ahli berpendapat, syarat kumulatif dari kasus ini harus dilihat secara keseluruhan. Secara empiris, memang ada kegiatan menanam dan meracik ganja yang dilakukan Nduk. 

Perbuatan ini memang dilarang oleh undang-undang. Namun syarat kumulatif terhadap pemenuhan unsur-unsur tindak pidana, seperti unsur niat, unsur kesengajaan atau unsur objektif juga harus dilihat.

“Dalam UU Narkotika, berbeda dengan UU Tindak Pidana Korupsi. Di dalam UU Narkotika, sifatnya mengatur. Maka judulnya juga UU Narkotika, bukan tindak pidana. Di pengadilan ini, akan dicari keadilannya,” kata Hasyim.

Sementara, Yohana mengatakan coretan tangan Nduk selama ditahan yang mengisahkan sepenggal cerita hidupnya akan disusun menjadi sebuah buku. 

“Pengerjaan naskahnya terhenti saat istrinya meninggal, yakni 32 hari setelah Fidelis ditahan. Dia merasa inspirasinya hilang,” ujar Yohana.

Nduk akan menghadapi sidang putusan pada Kamis, 2 Agustus. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!