Rumah Inspirasi Buruh: Mengubah pola pikir jadi wiraswasta

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Rumah Inspirasi Buruh: Mengubah pola pikir jadi wiraswasta
Rumah Inspirasi Buruh diresmikan di Gereja Paroki Santo Ignasius Loyola, Banjardowo, Jawa Tengah, pada 30 April 2017

 

JAKARTA, Indonesia — Suara riuh terdengar dari dalam Gereja Paroki Santo Ignasius Loyola Banjardowo, pada Minggu sore, 30 April. 

Suasana gereja yang berada di tengah kawasan industri Banjardowo, Jalan Semarang-Demak, Jawa Tengah, itu cenderung ramai dibandingkan hari biasanya.

Selama kurang lebih dua jam, ada puluhan orang yang ikut menghadiri peresmian Rumah Inspirasi Buruh sebagai wadah bagi para pekerja pabrik yang selama ini tak punya basis organisasi buruh di Semarang.

“Saya sendiri sudah 10 tahun bekerja di pabrik PT Siba Surya tetapi sampai sekarang belum punya satupun wadah buruh. Baru ikut acara ini karena kebetulan saya jadi jemaat di Gereja Ignasius Loyola,” kata Yosep Herlambang, seorang buruh kepada Rappler saat hadir dalam acara tersebut.

Yosep mengatakan ada banyak manfaat yang ia dapatkan dari peresmian Rumah Inspirasi Buruh. Diakuinya pula pemahamannya soal strategi peningkatan kesejahteraan kaum buruh jadi meningkat sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh pengurus gereja serta perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada acara tersebut.

“Menurut saya pribadi, sekarang jadi tambah wawasan berwirausaha juga. Artinya kita enggak cuma terus-menerus menuntut upah yang layak ketika Hari Buruh tiba. Tapi kita juga harus bisa memahami bahwa pengusaha juga punya kesulitan yang sama. Ya, kita jadi saling tahu lah,” tuturnya sembari menghisap rokok dalam-dalam.

Di Gereja Ignasius Loyola sendiri para jemaat secara rutin dibekali kemampuan berwirausaha. Tiap sebulan sekali mereka dikumpulkan untuk berlatih membuat ragam panganan kecil hingga membatik agar mereka semakin termotivasi untuk membuka usaha secara mandiri.

Setelah melaksanakan ibadah, pada minggu keempat tiap sebulan sekali, ia selalu ikut pelatihan kewirausahaan. Yosep mengaku sangat senang bisa dilatih membuat batik. 

“Apalagi pelatihannya diberikan gratis selama 3 jam,” akunya.

Meningkatkan ekonomi keluarga

Apakah Rumah Inspirasi Buruh itu? Foto oleh Fariz Fardianto/Rappler

Dalam sesi pelatihan kewirausahaan, panitia acara menekankan kepada tiap buruh bahwa apa yang mereka kerjakan selama ini tidak akan berkembang bila tidak dibarengi dengan upaya meningkatkan penghasilannya masing-masing. Berwirausaha jadi opsi bagus ditengah himpitan ekonomi yang mendera mereka selama ini.

“Kalau bisa, ya, harus berani melepaskan diri dari buruh. Atau bisa juga jadi buruh yang berkualitas,” kata Yosep.

“Istilahnya kita selama ini dilatih membangun konsep dobel gardan. Ini artinya, jika yang satunya sakit, satunya lagi bisa membantu menafkahi keluarga. Dalam hal ini, mengajak istri yang ada di rumah untuk giat berwirausaha demi meningkatkan perekonomian keluarga,” ungkap pria yang tinggal di Sayung Demak itu.

Sedangkan, Ketua Apindo Jateng, Frans Kongi yang hadir dalam acara itu berpendapat, konsep dobel gardan ini menjadi solusi yang ampuh untuk meningkatkan taraf hidup para buruh pabrik. 

Ia mengapresiasi upaya yang dilakukan buruh-buruh yang jadi jemaat Gereja Ignasius Loyola dengan merancang strategi peningkatan pendapatan melalui konsep dobel gardan.

“Solusi nyatanya bisa seperti itu, saya kira itu menarik sekali, tiap pasangan suami istri bahu-membahu meningkatkan perekonomian keluarga sehingga jadi seorang wirausahawan yang sukses. Ini justru sangat menginspirasi yang lainnya,” ujarnya.

Ubah pola pikir buruh

Pada tempat yang sama, V Ferryanto, Pengurus Gereja Paroki Santo Ignasius Loyola mengungkapkan, Rumah Inspirasi Buruh ke depan bisa jadi perkumpulan yang mampu meningkatkan kesejahteraan bagi keluarga buruh yang saban hari bekerja di kawasan industri Banjardowo.

Program kewirausahaan yang sudah berjalan selama 4 bulan terakhir ini diharapkan mampu menyasar suami maupun istri supaya mereka punya peningkatan kesejahteraan yang layak.

“Kursus kewirausahaannya dikelompokan jadi beberapa bagian sesuai minat mereka. Kita serius mendidik mereka supaya penghasilannya dapat bertambah.  Ada kurus membuat kue pukis, donat, sabun cuci, sabun mandi cair, membatik dan hari ini membuat kue leker,” katanya.

Sejauh ini antusiasme peserta ikut kursus sangat tinggi. Tiap kursus diikuti 25 orang. Ia ingin para peserta kursus bisa lepas dari status buruhnya dan beralih jadi seorang wirausaha.

Kawasan industri Banjardowo paling banyak terdapat buruh pabrik garmen, kardus, farmasi dan pengolahan plastik. 

Mengubah pola pikir buruh memang tak mudah, kata Ferryanto. Makanya, ia menanamkan di benak para buruh bahwa untuk mendapatkan penghasilan tambahan ada banyak cara.

Jika hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah maka hidupnya tak akan berkembang. Namun, apabila bentuknya kursus berwirausaha pasti mereka bisa termotivasi sekaligus mengembanhkan diri jadi lebih baik lagi. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!