‘Bukan Perawan Maria’ mengajak kita untuk relaksasi beragama

Dzikra Fanada

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘Bukan Perawan Maria’ mengajak kita untuk relaksasi beragama
Melalui karya fiksi beserta pameran dan festival, Feby Indirani ingin meredam isu ketegangan beragama

JAKARTA, Indonesia — Sebuah tafsir rupa dari kumpulan cerita pendek (cerpen) karya Feby Indirani yang berjudul Bukan Perawan Maria digelar di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Acara ini merupakan sebuah pameran dan festival mini yang berlangsung selama 10 hari, dimulai dari 15 hingga 25 Juli.

Bukan Perawan Maria merupakan sebuah karya fiksi yang disajikan dalam kumpulan cerpen. Lewat kumpulan cerpen pertamanya, Feby memiliki kehendak untuk mengupayakan detoksifikasi atau pembersihan racun. 

Ada 19 cerita yang disajikan dalam buku ini. Kesemuanya merupakan tawaran untuk lebih santai, semacam relaksasi, melalui pendekatan yang empatik terhadap berbagai kepercayaan yang hidup dalam keberagaman di sekitar kita.

Masuk ke dalam area pameran, kamu akan disuguhkan berbagai karya seni dari para seniman yang merespon 19 cerita di dalam Bukan Perawan Maria.

“Kita semua di sini dibantu oleh tujuh orang seniman yang semuanya merupakan teman-teman kita. Mereka memberikan respon positif terhadap karya Feby,” ujar kurator dari Pabrikultur, Hikmat Darmawan.

Pengunjung yang datang bisa menuliskan pertanyaan untuk malaikat. Ini merupakan salah satu interaktivitas antara pengelola pameran dan pengunjung. Foto oleh Dzikra Fanada/Rappler

Selain itu, kamu juga bisa menuliskan pertanyaan yang kamu punya untuk malaikat di tempat yang sudah disediakan. Ini merupakan salah satu bentuk interaktif antara pengurus pameran dengan pengunjung yang datang.

Uniknya lagi, beberapa karakter di karya tersebut memiliki akun Twitter. Dalam pameran tersebut, ada satu layar yang menampilkan percakapan para karakter tadi. 

“Ketika baca cerpennya dan buka Twitter, pengalamannya akan lebih kuat,” kata Hikmat.

Berbeda dengan acara perilisan buku pada umumnya, Hikmat sebagai penerbit merasa ini merupakan cara yang unik untuk merepresentasikan suatu karya fiksi. 

“Sama seperti yang lain, kita ada acara ngobrolin bukunya juga. Tapi sayang kalau karya fiksi hanya sekadar menjadi bahasan saja,” ujarnya.

Tersedia layar untuk memperlihatkan beberapa karakter di dalam cerpen tersebut yang sedang bercuit di twitter. Foto oleh Dzikra Fanada/Rappler

Lewat pameran ini juga, Feby dan Hikmat memulai gerakan atau kampanye bertajuk Relaksasi Beragama. Gerakan ini dibuat agar orang-orang yang terbiasa ada di rutinitas beragama bisa mencoba untuk lebih rileks dan berempati dalam menanggapi pihak lain yang berbeda pemahaman.

Feby sendiri mengaku bahwa ia banyak menerima respon positif dari pembaca. “Ketika cerita seperti ini dibuat dalam bentuk fiksi, banyak orang yang membaca keseluruhan dan mengerti apa isi dari karya ini,” ujar Feby.

Bukan hanya di Jakarta, pameran ini juga disambut baik di luar daerah ibu kota. 

“Kemarin ada yang minta untuk buat pameran ini di beberapa tempat. Kami senang karena responnya positif, tetapi masih harus dikaji lagi untuk rencananya bagaimana dengan pihak disana,” kata Hikmat. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!