Mereka yang terjerat pasal penodaan agama

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mereka yang terjerat pasal penodaan agama
Sejak reformasi ada 50 kasus penodaan agama

JAKARTA, Indonesia – Pasal penodaan agama terus menebar ancaman. Korban terbaru yang terjerat pasal ini adalah Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. 

Ahok divonis bersalah melanggar Pasal 156a KUHP. Majelis Hakim dalam sidang yang digelar di Gedung Kementerian Pertanian pada Selasa, 9 Mei 2017, memvonisnya dengah hukuman 2 tahun penjara. 

Semua bermula ketika Ahok menyinggung Surah Al Maidah ayat 51 saat berpidato di Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Saat itu ia berkata, “Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu enggak bisa pilih saya. Dibohongin pakai Surat Al Maidah 51.” . 

Ucapan ini ternyata menyinggung banyak orang. Bahkan ada yang melaporkannya dengan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama ke Bareskrim Mabes Polri. 

Pasal tersebut berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

  • a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
  • b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Peneliti dari Setara institute Ismail Hasani mengatakan beberapa orang terjerat kasus ini divonis bersalah bukan karena mereka telah menodai agama, melainkan semata karena mereka memiliki tafsir yang berbeda dari tafsir mayoritas.

Ismail Hasani mencontohkan kasus yang menimpa Ustad Tajul Muluk di Sampang. “Orang menafsirkan kalau berbeda dengan (tafsiran) MUI (Majelis Ulama Indonesia) itu bisa dipenjara,” kata Ismail Hasani sepert dikutip dari media

Sifatnya yang multitafsir alias karet membuat korban pasal penodaan agama terus berjatuhan. Setara Insitute mencatat, sebelum reformasi, kasus penodaan agama hanya tercatat 10 kasus. Setelah reformasi, jumlahnya melonjak menjadi 50 kasus.

Vonis terhadap Ahok dalam kasus penistaan agama belum termasuk dalam 50 kasus tersebut. Berikut beberapa di antara mereka yang pernah terjerat pasal penodaan agama:

Enam pengurus Gafatar  

Enam pengurus Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Aceh divonis masing-masing 3 dan 4 tahun penjara. Mereka dinyatakan bersalah dalam kasus penistaan agama oleh hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, Senin 15 Juni 2015. 

Mereka yang divonis bersalah yaitu Teuku Abdul Fatah, Muhammad Althaf Mauliyul Islam, Musliadi, Fuadi Mardhatillah, Ayu Ariestiana, Ridha Hidayat. 

Keenamnya didakwa melanggar Pasal 156a KUHP karena dianggap menyebarkan faham Millata Abraham, yang sudah dilarang dan dinyatakan sesat oleh musyawarah pimpinan daerah dan ulama di Aceh.  

Tajul Muluk

Pemimpin syiah di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Haji Ali Murtadho alias Tajul Muluk dihukum dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sampang pada 12 Juli 2012. 

Tajul Muluk didakwa melakukan penodaan dan penistaan agama dan menyebarkan ajaran sesat. Padahal, menurut Kontras (Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) Jawa Timur, Tajul Muluk hanya mengajarkan faham syiah, salah satu cabang dalam Islam.

“Ustadz Tajul hanya berdakwah syiah yang kebetulan ajarannya adalah minoritas di masyarakat yang mempunyai keyakinan mayoritas. Dan seharusnya negara melindungi kebebasan berkeyakinan meskipun itu minoritas,” kata Koordinator Kotras Jawa Timur Andy Irfan Junaidi

Antonius Richmond Bawengan 2011

Antonius Richmond Bawengan  didakwa melakukan penistaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung karena menyebarkan tiga selebaran dan dua buku yang dianggap melecehkan agama tertentu. 

Tiga selebaran berukuran kertas folio tersebut berjudul “Bencana Malapetaka Kecelakaan (Selamatkan Diri Dari Dajjal), “Tiga Sponsor-Tiga Agenda-Tiga Hasil” dan “Putusan Hakim Bebas”. 

Adapun dua buku yang disebarkan berjudul “Ya Tuhanku, Tertipu Aku!” yang dan “Saudaraku Perlukah Sponsor”. Dua buku dan tiga selebaran ini memicu kemarahan warga. 

Pengadilan Negeri Temanggung kemudian memvonis Antonius Richmond Bawengan dengan hukuman penjara lima tahun pada 8 Februari 2011.

Lia Eden 2006

Pemimpin sekte Tahta Suci Kerajaan Tuhan, Syamsuriati alias Lia Eden, harus mendekam di penjara setelah dinyatakan bersalah dalam kasus penodaan agama.

Lia Eden dijatuhi vonis penjara dua tahun enam bulan oleh oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 2 Juni 2009. Ia dianggap menistakan agama setelah menyebarkan 4 risalah kepada berbagai institusi.

Lia juga dianggap mengancam kerukunan umat beragama. Sebelumnya, Lia pernah dihukum untuk kasus yang sama pada 2006.

Yusman Roy

Pengasuh Pondok I’tikaf Ngaji Lelaku Yusman Roy dijerat dengan pasal 156a tentang penodaan agama karena mengajarkan salat dengan dua bahasa.

Jaksa menuntutnya lima tahun penjara namun pengadilan pada 20 Agustus 2005 memutuskan Yusman Roy tidak terbukti melakukan penodaan terhadap agama.

Meski begitu Roy harus tetap menjalani kurungan salama dua tahun karena dianggap bersalah dalam dakwaan subsider.

Arsewendo Atmowiloto

Penulis Arsewendo Atmowiloto juga pernah merasakan pahitnya pasal penodaan agama saat memimpin redaksi tabloid Monitor pada 1990.

Saat itu, pada edisi 15 Oktober 1990, tabloid Monitor menurunkan hasil angket mengenai tokoh yang paling dikagumi pembaca. Hasil angket itu cukup mengejutkan.

Sebab Nabi Muhammad hanya menempati urutan kesebelas. Sementara Aswendo Atmowiloto menempati peringkat ke sepuluh, satu tingkat di atas Nabi Muhammad.

Arswendo pun dianggap melakukan penodaan agama. Ia kemudian dijerat pasal 156a KUHP, dan mendekam di penjara selama lima tahun. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!