Polri: Pasal makar bisa dikenakan jika terbukti rencanakan permufakatan jahat

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polri: Pasal makar bisa dikenakan jika terbukti rencanakan permufakatan jahat

ANTARA FOTO

Polisi telah memantau akvitias 11 orang itu selama 4 minggu terakhir pasca aksi 4 November

JAKARTA, Indonesia – Polisi akhirnya membebaskan 8 dari 11 orang yang diduga akan melakukan perbuatan makar dan menggulingkan pemerintahan yang sah pada tanggal 2 Desember. Kadiv Humas Mabes Polri, Boy Rafli Amar, mengatakan alasan subjektif menjadi penyebab mengapa mereka tidak ditahan.

Kedelapan orang yang tidak ditahan yakni Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Eko, Adityawarman, Firza Husein, Ratna Sarumpaet, Alvin Indra, dan Ahmad Dhani. Sisanya yakni Jamran, Rizal Kobar, dan Sri Bintang Pamungkas masih terus menjalani pemeriksaan.

Sri Bintang diperiksa di Mako Brimob, sedangkan Rizal dan Jamran dibawa ke Direktorat Kriminal Umum Khusus.

“Kedelapan orang itu tidak ditahan setelah menjalani pemeriksaan selama 1X24 jam. Kendati tidak ditahan, tetapi mereka telah dinyatakan sebagai tersangka,” ujar Boy ketika memberikan keterangan pers di Mabes Polri pada Sabtu, 3 Desember.

Sebanyak 8 orang dikenai tuduhan melakukan perbuatan makar. Sementara, Rizal Kobar dan Jamran disangkakan menyebarluaskan hate speech di media sosial. Ahmad Dhani diduga melakukan penghinaan terhadap simbol negara.

Polri telah mengantongi barang bukti sebelum menetapkan status tersangka kepada 11 orang itu. Jumlah tersangka bertambah satu dengan ikut ditangkapnya Alvin Indra. Dia turut diduga melakukan tindak pidana makar seperti yang diatur dalam Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP. Menurut Boy, Alvin ditangkap di daerah Kedaung pada Jumat, 2 Desember.

Barang bukti yang sudah dikantongi antara lain tulisan tangan dan pemantauan percakapan. Polisi menduga mereka berencana untuk memanfaatkan massa dalam aksi damai 2 Desember untuk menduduki gedung DPR.

“Mereka berencana untuk memaksa agar bisa dilakukan sidang istimewa dan menuntut pergantian pemerintahan,” tutur Boy.

Makar beda dengan kritik

Pria yang pernah menjabat sebagai Kapolda Banten itu menjelaskan sebelum dilakukan penangkapan 11 orang tersebut, tim kepolisian sudah memantau aktivitas mereka. Menurut polisi, ke-11 orang itu terdeteksi pernah melakukan pertemuan, kegiatan dan permufakatan untuk menggulingkan pemerintahan.

“Kami sudah memantau kurang lebih selama 3 pekan terakhir sejak bulan November. Semua berlangsung selama 20 hari dan sangat intens, khususnya setelah (aksi) 4 November,” ujar Boy.

Ketika masyarakat antusias berunjuk rasa, justru ada upaya yang tidak sejalan dengan aspirasi yang sebenarnya dan membuat tujuan lain. Menurut Boy, insiden ini menjadi pembelajaran yang baik di era demokrasi, bahwa kebebasan tidak bersifat absolut di negara yang berlandaskan hukum.

Dia turut menjelaskan makar dan kritik adalah dua hal yang berbeda. Merujuk kepada pasal 107 jo 110 KUHP makar diartikan sebagai upaya penggulingan pemerintahan yang sah melalui permufakatan. 

Ada juga, kata Boy, makar yang biasanya diiringi penggunaan senjata api. Walau dalam kasus ini, hal tersebut belum terjadi.

“Makar bisa dimasukan ke dalam sebuah permufakatan dan dikategorikan sebagai perbuatan delik formal. Tidak harus menjadi sebuah kenyataan dulu baru bisa dihukum, tetapi bisa juga dengan adanya deteksi pertemuan, kegiatan dan penyelidikan,” tutur Boy.

Rumusan bahwa akan ada tindakan makar secara perlahan-lahan dikumpulkan oleh tim penyidik dari Mabes Polri. Sementara, kritik merupakan pandangan terhadap kebijakan tertentu yang diambil oleh pemerintah.

“Pandangan yang kritis itu lumrah di negara demokrasi. Tapi, rambu hukum tetap dipegang. Jangan sampai di negara hukum, semua serba dibolehkan,” kata dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!