Apakah keberatan TNI terhadap materi pengajaran di Australia berlebihan?

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Apakah keberatan TNI terhadap materi pengajaran di Australia berlebihan?
Pengajar Kopassus menemukan materi pengajaran yang menyudutkan TNI dan poster berisi tulisan Pancagila

JAKARTA, Indonesia – Hubungan Indonesia dan Australia kembali menghangat di awal tahun 2017 setelah menikmati bulan madu pasca terpilihnya Perdana Menteri Malcolm Turnbull. Persoalan bermula dari temuan seorang pengajar Kopassus di markas militer di Campbell Barracks, Perth, Australia pada akhir tahun 2016.

Dia menemukan beberapa materi pengajaran dan kurikulum yang dianggap menyudutkan Indonesia dengan menyinggung isu sensitif seperti lepasnya Timor Timur dan Papua barat. Pengajar itu juga menemukan adanya poster yang dilaminating bertuliskan Pancagila, plesetan dari Pancasila. Bahkan, sila pertama hingga kelimanya pun ikut diplesetkan. (BACA: Dianggap hina Pancasila, Australia sampaikan permintaan maaf)

Kejadian itu kemudian dilaporkan kepada Kepala Staf Angkatan Darat TNI. Isu yang semula disimpan rapat dari publik, tiba-tiba mencuat sejak ditulis oleh Harian Kompas pada Selasa, 3 Januari 2017 dengan judul “TNI tunda kerjasama militer dengan ADF”. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Wuryanto yang dikonfirmasi Rappler membenarkan isi pemberitaan tersebut.

Kesalahpahaman mulai tercipta ketika Wuryanto menyatakan bentuk kerjasama militer yang ditangguhkan sementara mencakup semua bidang. Padahal, kerjasama yang ditunda hanya mencakup pengajaran Bahasa Indonesia bagi personil Australia Defense Force (ADF) di Perth.

Isu semakin memanas ketika langkah yang ditempuh Panglima TNI Gatot Nurmantyo itu disebut tidak dikonsultasikan lebih dulu kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo. (BACA: Panglima TNI sudah laporkan ke Presiden soal penangguhan kerjasama militer dengan Australia)

Titik terang mulai nampak, ketika muncul klarifikasi dari Gatot dan Jokowi. Menkpolhukam Wiranto dan Menhan Ryamizard Ryacudu ikut memberikan pernyataan resmi untuk menghilangkan kebingungan publik.

Pernyataan pejabat di Indonesia yang mengalami perubahan drastis ditanggapi rasa bingung dan terkejut dari pihak Australia. Bahkan, sebagian ada yang menganggap sikap Indonesia terlalu berlebihan dan reaktif. Tapi apakah betul demikian? Dalam pandangan pengamat hubungan internasional dari CSIS, Evan Laksamana, keberatan TNI dianggap sebagai hal yang wajar dan sah-sah saja. Apalagi jika materi yang digunakan untuk latihan dan pendidikan itu dianggap menyudutkan TNI.

“Saya rasa penting bagi kedua negara untuk sama-sama paham, bagaimana penerimaan satu sama lain. Pihak-pihak yang mengatakan sikap Indonesia berlebihan ini bukan menyampaikan posisi resmi Pemerintah Australia. Sebab, mereka sudah menyatakan akan menindaklanjuti itu secara serius dan melakukan investigasi,” ujar Evan yang dihubungi Rappler pada Kamis malam, 5 Januari.

Tetapi, Evan mengakui memang sulit menemukan bahan perkuliahan dalam Bahasa Inggris yang tidak kritis terhadap sejarah TNI. Sebab, sebagian besar literatur mengenai TNI dalam Bahasa Inggris ditulis di era ketika Presiden Soeharto masih berkuasa.

Sementara, jika ingin mendapat informasi berimbang dalam Bahasa Indonesia, tak semua personil militer Australia menguasainya.

“Tetapi, saya rasa itu bukan sesuatu yang disengaja (oleh ADF), karena kalau mereka sedang mempelajari militer Indonesia tetapi tidak bisa menggunakan bahasa setempat, maka mau tidak mau mereka harus mengandalkan materi berbahasa Inggris. Sementara, materi dalam Bahasa Inggris jarang sekali yang tidak kritis,” kata pria kandidat doktor di Maxwell School of Citizenship and Public Affairs of Syracuse University, New York itu.

Jadi, diakui oleh Evan memang ada gap informasi secara akademis. Tapi, dia yakin itu bukan sesuatu yang sengaja dilakukan Australian Defense Force (ADF) untuk memojokkan TNI.

Menurut Evan, sejak awal hal tersebut bisa dihindari jika ada niat untuk berkomunikasi dari kedua belah pihak untuk membahas mengenai silabus dan penggunaan materi yang digunakan.

Lalu, apakah penangguhan kerjasama pengajaran bahasa ini akan berlangsung lama? Evan mengatakan hal itu tergantung dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Australia.

“Kalau investigasinya sudah rampung dan diikuti dengan janji hal serupa tidak akan diulangi kembali oleh Australia, maka saya tidak melihat ada alasan bagi TNI untuk mempertahankan suspension ini. Harusnya sudah dianggap selesai. Kecuali, dalam hasil investigasi ditemukan hal lain yang memperparah situasi, mungkin bisa lebih lama,” tuturnya.

Indonesia juga bisa mengambil contoh format dokumen tata kelakuan baik (COC) yang ditanda tangani untuk mengakhiri kisruh skandal penyadapan. Di dalamnya bisa dimasukan mengenai kesepakatan soal isi materi training dan joint exercise yang tidak menyudutkan TNI.

Tetangga dekat dengan ekspektasi tinggi

BLUSUKAN. Presiden Joko "Jokowi" Widodo (kanan) mengajak PM Australia, Malcolm Turnbull (kiri) blusukan ke Pasar Tanah Abang pada Kamis, 12 November 2015. Foto oleh Muhammad Adimaja/ANTARA

Pepatah mengatakan kita tidak bisa memilih dengan siapa kita bertetangga, tapi masih memiliki peluang untuk memilih siapa yang dijadikan teman dan sahabat. Agaknya, itu juga yang dialami oleh Indonesia.

Didukung fakta lokasi geografis kedua negara yang berdekatan, membuat Indonesia mau tidak mau harus berkomunikasi dengan Australia. Bahkan, belakangan intensitas komunikasi keduanya tergolong tinggi, khususnya ketika kursi PM dijabat Malcolm Turnbull.

Di bidang hubungan antar warga (people to people), Australia kerap dijadikan negara tujuan bagi WNI untuk berlibur. Sebaliknya, Pulau Bali menjadi destinasi favorit warga Negeri Kanguru menghabiskan waktu senggang mereka.

Sekitar 17 ribu WNI tercatat menimba ilmu di Australia. Bahkan, tidak sedikit alumninya yang telah dan masih duduk di pemerintahan di Indonesia. Tapi anehnya, mereka belum bisa menjadi jembatan untuk mengakomodasi perbedaan perspektif kedua negara.

Ketidakpahaman dalam memahami satu sama lain kemudian tereskalasi menjadi konflik. Terbaru, Australia pernah memanggil pulang Duta Besarnya, Paul Grigson pasca dua warganya Myuran Sukumaran dan Andrew Chan yang juga terpidana mati kasus narkoba dieksekusi di Cilacap pada tahun 2015. (BACA: Panas dingin hubungan Indonesia-Australia)

Evan pun mengakui krisis di antara kedua negara yang mengancam hubungan bilateral memang cukup sering. Selain disebabkan salah paham, Indonesia juga dianggap belum memperhatikan Australia walau bertetangga dekat. Padahal, dalam hubungan militer, ADF-TNI sudah memiliki kerjasama yang kuat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Cakupan aspek kerjasamanya pun tergolong luas, mulai dari latihan bersama hingga diklat. Begitu pula perwira militer Indonesia yang dikirim untuk mengikuti program di Australia, datang dari berbagai tingkatan.

Itu sebabnya, ketika Australia yang notebene dianggap sebagai negara sahabat, ikut andil dalam lepasnya Timor Timur dari pangkuan Indonesia, pemerintah sempat berang.

“Persepsi lepasnya Timor Timur ini belum bisa sepenuhnya hilang di kalangan TNI, baik kepemimpinan dulu maupun yang sekarang. Padahal, sudah ada traktat kerjasama yang ditanda tangani pada tahun 1990an bersama Australia. Tetapi, tidak bisa mencegah Timor Timur lepas dari Indonesia,” ujar Evan.

Walau muncul krisis, faktanya kedua negara tetap berkomitmen menjaga hubungan baik untuk kepentingan jangka panjang. Ini menjadi bukti hubungan kedua negara sudah dewasa.

Ekspektasi pun kembali tinggi, agar kedua negara meningkatkan kerjasamanya. Salah satu bidang potensial yang dianggap belum digarap secara maksimal yakni perdagangan.

Oleh sebab itu, salah satu agenda Jokowi dan Kepala BKPM, Thomas Lembong dalam kunjungan kerja ke Australia yang sempat tertunda pada November 2016 yakni mendorong terealisasinya kemitraan ekonomi atau lazim disebut CEPA. Peningkatan kerjasama di bidang ekonomi merupakan realisasi dari keinginan kedua pemimpin yang ingin berbagi kesejahteraan bagi rakyat kedua negara. (BACA: Indonesia dan Australia sepakat bahas kerjasama ekonomi komprehensif)

“Itu pula yang menyebabkan Pak Jokowi mengajak PM Turnbull untuk blusukan ke Pasar Tanah Abang dan dia juga pemimpin negara pertama yang diajak ke sana,” kata Evan. 

Sementara untuk kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan, pria yang sudah 7 tahun bekerja di CSIS itu menyarankan agar pemerintah ikut menambah stakeholder lainnya di luar dari TNI dan ADF. Dua aktor yang diusulkan Evan untuk ditambah dalam kerjasama hankam yakni Polri dan Bakamla.

“Kedua negara juga bisa membentuk sub komite yang melibatkan operator-operator keamanan lainnya seperti Bakamla, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teror) dan Polri. Kemudian dimasukan ke dalam kerangka kerjasama sehingga masing-masing stakeholder tidak berjalan sendiri-sendiri lagi,” tutur dia. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!