FUIS tolak perayaan Cap Go Meh di Masjid Agung Jateng

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

FUIS tolak perayaan Cap Go Meh di Masjid Agung Jateng

ANTARA FOTO

“Cap Go Meh hanya bertujuan menjaga persatuan dengan menjalin kebersamaan. Makanya kami ingin mengadakan di MAJT biar membaur dengan budaya Islam,” kata Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia Jateng

 

SEMARANG, Indonesia — Panitia penyelenggara acara Cap Go Meh menyayangkan tindakan Forum Umat Islam Semarang (FUIS) yang berusaha menggagalkan perayaan tersebut di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).

Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jawa Tengah Dewi Susilo Budiharjo mengaku kesal dengan aksi penolakan tersebut. Ia mengatakan, acara Cap Go Meh merupakan kegiatan kebudayaan khas Tionghoa yang banyak ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas.

“Tidak lebih dan hanya untuk menjaga persatuan. Kita ingin menciptakan kerukunan. Kenapa di MAJT? Menurut kami MAJT selama ini mewakili sikap toleransi dan juga simbol Jawa Tengah,” kata Dewi kepada Rappler, Sabtu, 18 Februari, sehari jelang perayaan tersebut digelar.

Acara yang semula digelar di masjid termegah di ibu kota Jawa Tengah pada Minggu petang, 19 Februari, itu terpaksa dipindahkan ke pelataran Balai Kota Semarang di Jalan Pemuda. 

Dewi mengatakan, pemindahan tempat tersebut dipastikan tak mengganggu penyelenggaraan Cap Go Meh. Acaranya tetap digelar dengan rencana semula.

Menurutnya, Cap Go Meh tetap digelar semarak dengan konsep jamuan makan besar dan menyajikan lontong Cap Go Meh sebagai ikon khas Tionghoa yang telah menyatu dengan budaya Jawa.

“Jangan mencampuradukkan aqidah Islam dengan kontes budaya lokal, apapun itu bentuknya.”

“Cap Go Meh hanya bertujuan menjaga persatuan dengan menjalin kebersamaan. Tak ada niatan lain, makanya kami awalnya ingin mengadakan di MAJT biar bisa membaur dengan akulturasi budaya Islam. Mari kita jaga kerukunan dan saling menjaga kedamaian,” ujarnya.

Ia pun mengeluhkan mengapa niat baiknya untuk menyuarakan betapa kondusifnya Semarang, justru mendapat respon penolakan dari segelintir orang. 

“Padahal saya ingin menampilkan akulturasi budaya agar dikenal dunia bahwa Semarang benar-benar guyup dan rukun,” kata Dewi.

Cap Go Meh perkuat persahabatan umat lintas agama

Romo Aloysius Budi Purnomo, seorang pastor Gereja Paroki Kristus Raja Ungaran, yang ikut menginisiasi Cap Go Meh, juga tampak tak bisa menutupi kekecewaannya saat acaranya batal digelar di MAJT.

Kendati demikian, ia secara gamblang tak takut sedikitpun dengan adanya penolakan tersebut. 

“Biar saja mereka melakukan hal-hal itu, pasti ada hikmahnya di balik persoalan ini. Saya malah merasa lokasi acara di Balai Kota lebih mudah dijangkau banyak orang, tempatnya sangat strategis. Paling tidak, jemaat yang saya ajak tahu lokasinya,” tuturnya.

ILUSTRASI. Warga Tionghoa mempersiapkan lontong Cap Go Meh di Vihara Dhanagun, Kota Bogor, Jawa Barat, pada 10 Februari 2017. Foto oleh Yulius Satria Wijaya/Antara

Ia berpendapat Cap Go Meh mampu memperkuat persahabatan umat lintas agama. 

“Tidak perlu melawan api dengan api, tapi dengan senyuman. Saya tidak ingin Cap Go Meh ini melukai siapapun,” ujar Romo Budi.

Perayaan di masjid berpotensi menimbulkan bentrok

Di lain pihak, Ketua Pengelola MAJT Noor Achmad mengungkapkan alasannya membatalkan Cap Go Meh di masjidnya. Jika hal tersebut terjadi, diyakini akan berpotensi menimbulkan bentrok, terlebih perayaan dilakukan di malam hari. 

“Dengan berat hati jangan di sini, supaya tidak terjadi pengerahan massa sebagai tandingan,” kata Noor.

Sedangkan Wahyu, seorang anggota FUIS, menyatakan tak terima kalau Cap Go Meh diadakan di masjid. Ia menuding masjid bukan tempat yang tepat untuk acara tersebut. 

“Jangan mencampuradukkan aqidah Islam dengan kontes budaya lokal, apapun itu bentuknya,” ungkap Wahyu. 

Meski pindah tempat, perayaan Cap Go Meh di Balai Kota Semarang nantinya tetap menampilkan diskusi keberagaman umat dengan narasumber ulama kharismatik Nahdlatul Ulama, KH Musthofa Bisri alias Gus Mus, Habib Luthfi bin Yahya dari Pekalongan, serta Pastor Paroki Kristus Raja Ungaran Romo Aloysius Budi Purnomo.

“Kita akan memecahkan rekor makan lontong Cap Go Meh sebanyak 11 ribu orang, mengalahkan rekor Kabupaten Berau yang dicetak tahun lalu,” kata Damar Sinuko, selaku penggagas acara. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!