Melepas Lucky Boy dan Titik ke alam bebas

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Melepas Lucky Boy dan Titik ke alam bebas
Kementerian LHK terus memonitor populasi bekantan, satwa lokal khas yang dilindungi. Konflik dengan masyarakat dan kebakaran hutan membuat mereka terancam

 

BANJARMASIN, Kalimantan Selatan – Lucky Boy nampak bingung melihat seratusan orang mengelilingnya, pada Sabtu, 18 Februari, di Pulau Bakut, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.  

Mata Bekantan berusia tujuh tahun itu membelalak dari balik kandang berjeruji. Di sampingnya berjajar tiga kandang serupa. Di situ ada Titik, bekantan betina berusia lima tahun; Mantuil, bekantan jantan usia lima tahun; dan seekor bekantan betina usia lima tahun yang belum punya nama.  

Beberapa saat kemudian,  Siti Nurbaya Bakar memberinya nama, Lola Amalia.

Lucky Boy dirawat di pusat karantina Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Bekantan Indonesia sejak tahun lalu. Bekantan ini bermigrasi menyeberangi Sungai Barito, gara-gara konflik dengan warga daerah Anjir, Provinsi Kalsel. Warga melaporkan kedatangan bekantan itu ke Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam (BKSDA) setempat, yang lantas mengevakuasinya.

Kisah hidup yang dialami Titik lain lagi. Bekantan ini berasal dari sekitar hutan di dekat Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum, Kabupaten Banjar. Titik ditemukan dalam keadaan luka cukup parah di sekitar jalan raya di sana pada 2015.  

Rupanya Titik ditabrak mobil saat menyeberangi jalan raya Gubernur Subarjo. Titik ketakutan dan menyeberangi jalan karena saat itu terjadi kebakaran hutan dan lahan saat itu. Satwa ini kemudian dirawat oleh LSM Sahabat Bekantan Indonesia dan direhabilitasi untuk dikembalikan ke habitatnya.

Melepas Lucky Boy, Titik, Mantuil, dan Lola Amalia ke alam bebas di Taman Wisata Alam Pulau Bakut adalah bagian dari upaya melestarikan populasi bekantan (Nasalis Larvarus). Menurut perkiraan BKSDA Banjarmasin, ada 62 ekor bekantan yang menghuni TWA Pulau Bakut. 

Total bekantan yang ada di wilayah Kalimantan Selatan sekitar 1.200 sampai 2.000 ekor. Bekantan hamil selama 166 hari dan kemudian melahirkan seekor anak. Biasanya bekantan hidup dalam kelompok 20 ekor dengan empat jantan.

“Pemerintah menugasi TWA Pulau Balut untuk memonitor populasi bekantan. Sejak 2014, populasinya bertambah dari 30 ekor saat itu di Pulau Balut saja,” kata Siti.  

Bekantan masuk ke dalam 25 spesies yang dilindungi di Indonesia. Spesies lain yang dilindungi di wilayah Kalsel adalah orangutan, beruang madu, binturung, elang bondol, trenggiling, burung julang emas, kancil, rusa sambar, owa-owa, buaya puara, penyu, dan ikan arwana. 

Wilayah pesisir sungai dan pantai laut di Kalimantan Selatan merupakan habitat endemik bekantan, namun seiring dengan perubahan tata ruang wilayah, maka populasi bekantan semakin menurun. 

Usai pelepasliaran, Siti Nurbaya berpesan, “Setelah dilepasliarkan, perlu dilakukan pemantauan populasi Bekantan di TWA tersebut, jangan sampai melebihi daya dukung”.

Hari Peduli Sampah Nasional 2017

Menteri LHK Siti Nurbaya (kedua kiri) bersama pejabat KLHK dan pemerintah setempat berfoto bersama pelajar asal Amerika Serikat dalam peringatan Hari Sampah Nasional, pada 18 Februari 2017. Foto oleh Uni Lubis/Rappler

Melepas empat Bekantan ke alam bebas adalah bagian dari peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2017. Di Banjarmasin, Siti dan Wali Kota Ibnu Sina juga mengukuhkan 20 orang pemangku sungai, 60 siswa Duta Babarasih atau penjaga kebersihan lingkungan, Duta Konservasi, dan Duta Bekantan.  

“Di Banjarmasin ada 104 sungai. Kami mendeklarasikan sebagai kota sungai terbersih di Indonesia,” kata Ibnu.  

Tantangan paling berat, menurutnya, adalah mengurangi sampah plastik termasuk botol bekas minuman yang biasanya dibuang sembarangan ke sungai.

(BACA: Dua ancaman laut: Penangkapan ikan dan sampah plastik

Di Pulau Balut, Siti bersama sejumlah pejabat tinggi kementerian dan pemerintah daerah juga menanam 100 batang pohon jenis-jenis endemik untuk mendukung habitat satwa bekantan, yaitu jenis Bintaro, Ketapang, Cempaka, Belangeran, dan Mahoni dengan tinggi bibit berkisar 1-2 meter.

Di wilayah provinsi Kalimantan Selatan, terdapat dua kawasan konservasi habitat Bekantan, yaitu TWA Pulau Kembang dan TWA Pulau Bakut. Kedua TWA ini merupakan obyek wisata yang sangat berpotensi di Kalimantan Selatan.  

Pengunjung bisa menyeberang ke Pulau Bakut dengan taksi air selama 5 menitan, karena letaknya masih di wilayah kota.

“TWA Pulau Bakut masih perlu dikembangkan dan dilengkapi sarana prasarana, sehingga menjadi obyek wisata yang baik,” kata Siti.  

Tiga pelajar asal Amerika Serikat ikut menyaksikan Lucky Boy, Titik, Mantuil dan Lola Amalia berlarian dan naik ke pohon begitu pintu kandang dibuka.  

Ketiga pelajar muda yang bernama Amelia, Abigail, dan Ely itu mengatakan, “Bekantan harus diselamatkan karena mereka terluka”. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!