Benarkah kasus penodaan agama menggerogoti elektabilitas Ahok?

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Benarkah kasus penodaan agama menggerogoti elektabilitas Ahok?
"Jalannya sidang tidak membuat elektabilitas Ahok semakin menurun,"

JAKARTA, Indonesia — Calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama seharusnya berkampanye pada Selasa, 14 Maret 2017 ini. Namun, alih-alih menyapa warga Jakarta, pria yang akrab disapa Ahok ini justru melipir ke Auditorium Gedung Kementerian Pertanian.

Sebab Ahok harus mengikuti sidang kasus dugaan penodaan agama yang menempatkan dirinya sebagai terdakwa. Ia dituduh menodai agama melalui ucapannya tentang Surah Al Maidah ayat 51 di Kepalauan Seribu, 27 September lalu.

Dengan status terdakwa, Ahok pun tak punya pilihan selain menghadiri persidangan yang digelar setiap Selasa. Sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, persidangan ini tentu saja sangat merugikannya. 

Ia, misalnya, tidak lagi bisa kampanye setiap Selasa karena harus mengikuti sidang. Selain itu kasus ini konon juga melahirkan sentimen negatif dari pemilih muslim terhadap dirinya. 

Namun benarkah kasus penodaan agama mempengaruhi tingkat keterpilihan atau elektabilitas Ahok dalam Pilkada DKI?

Pada awal kasus penodaan agama bergulir, tingkat eletabilitas Ahok-Djarot Saiful Hidayat memang langsung melorot. Hal ini terungkap dalam suvei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada 31 Oktober-5 November 2016.

Dengan 440 responden, Ahok-Djarot hanya mendapatkan 24,6 persen suara. Angka tersebut turun 6,8 persen jika dibandingkan pada Oktober 2016, ketika itu Ahok-Djarot dipilih oleh 31,4 persen responden. Bahkan, pada Maret 2016, elektabilitas Ahok-Djarot mencapai 59,3 persen.  

Namun tingkat elektabilias Ahok kembali naik pada Desember 2016. Hal ini terekam dalam hasil survei yang digelar Lembaga Survei Indonesia. Survei digelar pada 3 – 11 Desember 2016. Hasilnya, Ahok-Djarot mengantongi 31,8 persen suara, lebih tinggi dari Agus Harimurti-Sylviana Murni (26,5 persen) dan Anies-Baswedan-Sandiaga Uno (23,9 persen).

Tingkat keterpilihan Ahok-Djarot terus mengalami kenaikan pada Januari 2017. Ini bisa dilihat dari hasil survei sejumlah lembaga yang menempatkan Ahok-Djarot di posisi teratas. 

Saiful Mujani Research Center (SMRC) yang menggelar survei pada 14-22 Januari 2017 menyebutkan Ahok-Djarot memperoleh 34,8 persen. Sementara Anies-Sandi 26,4 persen dan Agus-Sylviana 22,5 persen.

Hasil serupa disampaikan Indikator Politik yang menggelar survei pada Januari 2017. Dalam survei mereka, Ahok-Djarot mendapatkan 38,2 persen suara. Disusul Agus-Sylvi 24,1 persen dan Anies-Sandi 22,7 persen. 

Sementara Lingkaran Survei Indonesia menyebutkan duet Ahok-Djarot mendapatkan 32,6 persen, kalah dari Agus-Sylvi yang mendapatkan 36,7 persen suara. Meski begitu, suara untuk Ahok-Djarot di survei ini masih lebih besar dari Anies-Sandi yang hanya memperoleh 21,4 persen.  

Hasil survei lembaga-lembaga tersebut tak meleset terlalu jauh. Sebab, duet Ahok-Djarot ternyata memenangi putaran pertama Pilkada DKI Jakarta. Komisi Pemilihan Umum pada 4 Maret lalu mengumumkan Ahok Djarot memperoleh 42,99 persen suara.

Mereka unggul atas pasangan Anies-Sandiaga yang mendapatkan 39,95 persen suara dan Agus Harimurti-Sylviana Murni dengan 17,07 persen.

Kuasa hukum Ahok Teguh Samudra mengatakan kemenangan Ahok pada putaran pertama Pilkada DKI Jakarta menunjukkan jika warga Jakarta tidak percaya Ahok menodai agama. “Ini buktinya dia tidak menodai agama,” kata Teguh, Selasa 21 Februari lalu.

Sementara Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengatakan kembali naiknya elektabilitas Ahok setelah sempat anjlok pada September lantaran sidang kasus penodaan agama itu sendiri. Yunarto menilai, alih-alih merugikan Ahok, sidang tersebut justru meningkatkan elektabilitasnya.   

“Pada saat sidang yang berjalan, ternyata ketika diuji, survei Ahok malah meningkat. Jalannya sidang tidak membuat elektabilitas Ahok semakin menurun,” kata Yunarto dalam jumpa pers di Kantor Charta Politika Indonesia, Rabu 1 Februari.

Namun, meski kasus penodaan agama tak membuat Ahok terpental dari bursa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, namun Ahok belum sepenuhnya bisa bernafas lega. Sebab sidang masih berlangsung dan Pilkada Jakarta masih akan bergulir hingga April mendatang.

Sampai hari pencobolosan putaran kedua yang rencananya akan berlangsung pada 19 April mendatang, segala sesuatu bisa saja terjadi. Sebab politik itu mirip laju Bajaj, sulit ditebak arahnya!

—Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!