Kisah TKI Masamah yang lolos dari hukuman mati karena diberi maaf majikan

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kisah TKI Masamah yang lolos dari hukuman mati karena diberi maaf majikan
Masamah diminta oleh penyidik untuk menanda tangani berita acara pemeriksaan (BAP) tanpa didampingi oleh penerjemah, sehingga dia tidak tahu dokumen apa yang telah ditanda tanganinya.

JAKARTA, Indonesia – Senin, 13 Maret menjadi hari yang tak terlupakan bagi TKI asal Cirebon, Masamah binti Raswa Sanusi. Sebab, Majelis Hakim Tabuk, Arab Saudi, akhirnya menyatakan dia tidak bersalah dari tuduhan membunuh seorang anak perempuan berusia 11 bulan.

Peristiwa itu terjadi pada tahun 2009. Masamah yang baru bekerja selama tujuh bulan di kediaman Ghaleb Nasir al-Hamri al-Balawi kemudian dituding telah membunuh puterinya. Ketika peristiwa itu terjadi, Ghaleb sedang berada di area Qurayyat untuk menghadiri prosesi pemakaman. Sementara, sang istri berada di area Tabuk.

Mereka terkejut mengetahui ketika mengetahui puterinya tewas. Berdasarkan laporan autopsi, mereka menemukan adanya lebam di punggung dan tanda kemerahan di bagian wajah.

“Kami tidak ingin menyalahkan siapa pun. Tetapi, usai polisi datang, mereka menanyakan asisten rumah tangga yang kami pekerjakan tujuh bulan lalu,” ujar Ghaleb kepada media Saudi, Al Arabiya pada Jumat, 24 Maret.

Menurut keterangan Masamah kepada polisi, dia mengaku telah membekap puterinya dengan sebuah selimut dan menekannya hingga tewas.

“Asisten rumah tangga kami kemudian terus diinvestigasi dan proses penuntutan dimulai,” katanya lagi.

Menurut informasi dari Pelaksana Fungsi Konsuler III KJRI Jeddah, Rahmat Aming dan Atase Hukum dan HAM KBRI Riyadh, Muhibuddin Muhammad Thaib Masamah sempat dijatuhkan vonis penjara selama lima tahun. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan banding yang kemudian dikabulkan oleh Mahkamah Banding. Selanjutnya, Mahkamah Tabuk kembali menggelar persidangan atas kasus Masamah hingga tahap akhir persidangan.

Sejak kasus ini bergulir, majikan atau ahli waris korban bersikukuh menuntut Masamah dengan hukuman mati qisas. Dalam persidangan tanggal 26 Februari diputuskan sidang yang digelar tanggal 13 Maret lalu sedianya akan menjadi pembacaan vonis terhadap terdakwa.

Hakim rupanya masih mempertimbangkan untuk menggali lebih dalam keterangan dari para saksi yang dulu pernah mengikuti jalannya sidang, termasuk dari Kepala Mahkamah Tabuk terkait legalitas pengakuan Masamah. Menurut Aming, sejak awal persidangan bergulir Masamah mengaku tidak membunuh puteri Ghaleb.

“Saya sama sekali tidak membunuh M (inisial puteri majikan). Waktu kejadian itu, saya tinggalkan M sebentar untuk ke dapur dan membuatkannya susu. Tapi, waktu kembali saya telah menemukan dia meninggal,” ujar Masamah seperti tertulis dalam keterangan pers KJRI Jeddah 16 Maret lalu.

Bahkan, dia bersikeras tidak pernah membuat surat pernyataan atau pengakuan membunuh.

“Waktu itu saya hanya disuruh tanda tangan saat di kantor polisi tanpa mengetahui isinya apa,” katanya yang mengaku tidak didampingi penerjemah saat dirinya diperiksa oleh penyidik kepolisian 8 tahun lalu.

Aming beralasan, pihak KJRI atau KBRI tidak diberi tahu oleh pihak kepolisian setiap kali proses interogasi dilakukan, sehingga mereka tidak menyediakan jasa penerjemah.

Beri pengampunan

KELUARGA. Foto keluarga Masamah yang tinggal di Cirebon. Foto dari KJRI Jeddah

Lantaran kasus ini ditetapkan sebagai hukuman mati qisas, maka satu-satunya cara untuk membebaskan Masamah yakni dengan memperoleh pengampunan dari majikan atau ahli waris. Maka tim KJRI terus melakukan upaya pendekatan dengan berbagai cara dengan harapan Ghaleb mau mengubah pikirannya.

“Kasihan kan Masamah sudah begitu lama dipenjara. Tidak ada bukti yang kuat pula bahwa dia pelaku (pembunuhan puterinya),” kata Aming yang bolak-balik Jeddah-Tabuk untuk menghadiri setiap sidang perkara yang berjarak 1.000 kilometer dari Jeddah.

Salah satu pendekatan dilakukan dengan bersilahturahmi ke rumah majikan setiap kali sebelum sidang digelar. Ghaleb pun sebenarnya menginginkan agar proses hukum segera rampung.

Tanpa diduga, dalam persidangan 13 Maret lalu, Ghaleb menyatakan mengampungi Masamah dan memberinya pemaafan.

“Aku maafkan Masamah karena mengharap pahala dari Allah,” katanya sambil terisak dengan suara terbata-bata.

Ketika hakim menanyakan kembali mengenai pemaafan bagi Masamah, Ghaleb menegaskan bahwa dirinya secara ikhlas dan penuh kesadaran telah memaafkannya tanpa syarat dan tidak meminta uang diyat sedikit pun. Dia hanya berharap ada kebaikan untuk dirinya dan Masamah.

“Lagi pula melihat dia (Masamah) dihukum tidak akan mengembalikan puteri saya. Di samping itu, saya mungkin akan merusak seluruh hidupnya karena dia masih muda. Bersyukur, usai kematian puteri saya, Tuhan memberikan saya tiga anak, dua laki-laki dan satu perempuan,” katanya lagi.

Sebelum mengambil keputusan itu, Ghaleb mengaku telah berkonsultasi kepada istrinya. Hingga saat ini, istrinya memang masih ragu terhadap keputusan yang telah dia buat, khususnya karena khawatir terhadap apa pendapat teman-temannya soal pemaafan tersebut.

Menurut Aming, kendati sudah dibebaskan dari tuduhan membunuh, Masamah tidak lantas dibebaskan dari penjara. Menurutnya, Masamah masih harus menjalani proses persidangan untuk hak khusus. Sidang di mana dia dibebaskan dari semua tuduhan membunuh itu merupakan hak umum.

“Masamah kini masih ada di penjara Tabuk dan akan disidangkan kembali untuk hak khususnya dua bulan kemudian,” tutur Aming kepada Rappler melalui pesan pendek pada Minggu, 26 Maret.

Dengan dibebaskannya Masamah, maka jumlah WNI yang berhasil terhindar dari hukuman mati di Saudi bertambah. Ini menjadi kasus pertama di tahun 2017. Sedangkan data Kementerian Luar Negeri, sudah ada 7 WNI yang lolos hukuman mati di Saudi.

Sistem hukum Saudi

Dalam hukum yang berlaku di Saudi, jika seseorang divonis hukuman mati qisas maka memperoleh pemaafan dari ahli waris korban menjadi salah satu cara. Selain itu, dia juga bisa melalui pembayaran uang diyat.

Dalam hukum Islam, Qisas bermakna pembalasan. Mirip dengan istilah “hutang nyawa dibayar nyawa”. Dalam kasus pembunuhan, hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta agar pelaku dijatuhi hukuman mati.

Jika ahli waris tidak memaafkan pelaku, maka proses qisas tetap berjalan. Bahkan, Raja Arab Saudi pun tidak bisa menghalangi proses tersebut.

Ahli waris juga bisa meminta uang diyat yang dalam Bahasa Arab bermakna tebusan. Ada dua jenis diyat yakni berat dan ringan. Idealnya diyat berat diberikan dengan menyerahkan 100 ekor unta dengan rincian 30 ekor unta betina usia tiga sampai empat tahun. Lalu, 30 ekor unta betina berumur empat hingga lima tahun dan 40 ekor unta yang mengandung.

Sementara, diyat ringan jumlah unta yang diserahkan sama yakni 100 ekor. Namun, dibagi menjadi lima bagian, masing-masing 20 ekor unta betina dengan usia berbeda, yakni usia 1-2 tahun, usia 3-4 tahun, dan 4-5 tahun. Serta 40 ekor unta betina usia 2-3 tahun.

Jika tidak mampu memberikan unta, maka pelaku wajib membayar dengan uang yang setara dengan harga unta saat itu. Jika korban pembunuhan perempuan, maka diyat yang harus dibayarkan hanya separuh dari korban laki-laki. Uang diyat ini wajib dibayar pelaku kepada keluarga korban dalam jangka waktu tiga tahun.

Pembayaran pun bisa dilakukan dengan mengangsur setiap tahun. Uang diyat ini menjadi polemik di Tanah Air, lantaran banyak tuduhan yang menyebut keluarga korban hanya sekedar mencari keuntungan materi dengan meminta nominal diyat yang sangat tinggi kepada pelaku. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!