Polemik penggunaan ganja sebagai penyembuh penyakit

Aseanty Pahlevi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polemik penggunaan ganja sebagai penyembuh penyakit
Fidelis Aris Sudarwoto terancam dibui seumur hidup karena menggunakan ganja untuk mengobati istrinya.

PONTIANAK, Indonesia – Masalah Fidelis Aris Sudarwoto bagai makan buah simalakama. Dia harus menghadapi kenyataan bahwa satu-satunya obat yang dapat mengurangi rasa sakit istrinya adalah ganja cannabis sativa. Imbasnya, dia harus dibui karena kepemilikan ganja yang merupakan narkotika golongan I. 

Fidelis diancam hukuman maksimal seumur hidup. Pada 19 April lalu berkas perkara Fidelis memasuki tahap II. 

“Tersangka dan barang bukti sudah kami serahkan kepada jaksa penuntut umum,” ujar Kepala Seksi Pemberantasan BNN Sanggau, Sudiarto ketika dihubungi pada Jumat, 5 Mei. 

Fidelis dijerat dengan pasal 111 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup. Sesuai dengan arahan Kepala BNN, Budi Waseso, tidak ada perlakukan khusus untuk kasus yang dihadapi Fidelis. Kini Fidelis menanti dihadapkan ke ‘meja hijau’.

Atas kasus ini, anggota Komisi III DPR RI, Erma Suryani Ranik, dari daerah pemilihan Kalimantan Barat, bereaksi keras. 

“Harusnya ada pengecualian dalam kasus ini. BNN harus membuka mata bahwa tersangka sebelumnya sudah mencoba berkonsultasi dengan aparat,” ujar Erma.

Dia berpatokan pada foto yang diunggah Fidelis di akun Facebooknya. Di jejaring sosial ini, Fidelis kerap mencurahkan kegalauan hatinya dalam mengobati istri tercinta.

Pada tanggal 14 Februari, Fidelis mengunggah foto tengah berkonsultasi dengan seorang pria. Di dalam caption foto, Fidelis menyebutkan bahwa lokasi tersebut berada di BNN Sanggau. 

Namun, pada tanggal 19 Februari, BNN Sanggau membawa media massa menggrebek kediaman Fidelis. Kasus ini pun mencuat, setelah diunggah di media massa, sesaat setelah istri Fidelis, Yeni Riawati akhirnya meninggal pada 25 Maret. 

Di dalam rapat kerja Komisi III dengan BNN pada tanggal 11 Maret 2017, Erma menyampaikan kritikannya ini. Dia menyampaikan bukti berupa screenshot dari status FB Fidelis. 

“Agar menjadi perhatian semua, kami tidak mendukung legalisasi ganja. Namun ini merupakan cara zalim menangkap Fidelis, yang menanam ganja untuk mengobati istrinya. Padahal cara konsultasi sudah ditempuh,”kata Erma. 

Terlebih, hasil tes urin Fidelis pun negatif. Artinya, ganja tersebut tidak dikonsumsinya. Fidelis bukan pecandu.

Erma menyatakan apresiasi terhadap kinerja BNN yang telah menangkap beberapa sindikat narkotika di Kalimantan Barat. Beberapa di antaranya ditembak mati. Namun, upaya Fidelis untuk berkonsultasi harus dihargai. Mengingat, hal itu merupakan solusi untuk penyakit langka yang diderita almarhumah istrinya. 

“Saya ingin agar kepala BNN Sanggau dievaluasi,” tutur Erna.

Dalam rapat tersebut, kata Erma, Kepala BNN Budi Waseso, menyatakan setuju dan akan menurunkan tim internal untuk menyelidiki kasus penangkapan Fidelis. 

“Saya ingin Fidelis segera mendapat keadilan dan bertemu dengan anaknya setelah istrinya meninggal,” katanya. 

Saat ini, anak semata wayang Fidelis harus diasuh oleh keluarganya, setelah ibunya wafat dan ayahnya mendekam di penjara.

Ganja disalahgunakan?

Pandangan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Barat, Berli Hamdani, terhadap kasus ini merujuk pada UU 35/2009 tentang Narkotika. Narkotika, menurut Pasal  1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU 35/2009”) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.                        

“Dalam dunia kedokteran memang ada beberapa center pelayanan kesehatan ataupun pusat pendidikan kedokteran serta penelitian-penelitian kedokteran dengan prosedurnya yang menggunakan ganja,” kata dia. 

Secara hukum, ujar Berli, hal ini legal karena bukan penyalahgunaan. Namun yang menjadi masalah adalah penyalahgunaan.                        

Kasus Fidelis di  Sanggau dianggap penyalahgunaan, sampai hukum membuktikan berbeda dengan berbagai alasan. Ganja tidak bisa digunakan oleh individu yang bukan dokter atau bahkan tidak semua dokter praktik. 

Itu pun hanya dokter yang berlisensi yang boleh menggunakan obat-obatan golongan narkotika. 

“Cara metode aturan serta farmakokinetika ganja juga belum diketahui oleh Fidelis, dan banyak hal-hal terkait etikomedikolegal,” katanya.                        

Dalam kedokteran atau praktik kedokteran, hubungan pengobat atau dokter dengan pasien adalah hubungan yang sakral. 

“Bahkan hubungan keluarga, apalagi suami/istri/anak antara dokter-pasien sangat dihindari, karena akan bias,” jelasnya.

Tidak lagi digunakan

Namun, bagaimana keberadaan ganja dalam pengobatan alternatif? Arsip yang menyatakan tanaman ganja sudah dipakai dalam pengobatan herbal ditemukan dalam dokumen Mesir Kuno dari masa 1.550 SM. Pada lempengan tanah liat yang dibuat bangsa Sumeria pada masa 3.000 tahun SM juga diperoleh catatan lengkap tentang manfaat tanaman ganja.

Di Kota Pontianak, Kalimantan Barat pengobatan alternatif dengan herbal China merupakan hal yang lazim. Toko-toko obat alternatif memajang banyak ramuan kering di toples bening. 

Masing-masing toples mengandung khasiat masing-masing. Sebut saja Santosa (73 tahun), salah seorang pemilik toko obat herbal di Jalan Gajahmada Pontianak, mengaku obat-obatan kering diimpor langsung dari Tiongkok. 

“Mungkin dulu ada. Tapi sekarang tidak digunakan lagi. Kegunaannya macam-macam. Tapi semenjak dilarang, tidak lagi digunakan,” kata Santoso.

Dia mengaku, mendapatkan pengetahuan racikan herbal untuk pengobatan secara turun temurun. Ayah dan neneknya yang mewariskan pengetahuan meracik. Ibaratnya, dia adalah apoteker. 

Untuk racikan obat penyakit umum, tidak perlu resep. Sementara, untuk racikan khusus, biasanya shinse atau tabib yang memberikan catatan atau resep kepada pasien. Catatan dalam tulisan Bahasa Mandarin tersebut, diberikan kepada toko obat. 

“Kalau yang pakai ganja saya tidak tahu. Selain penyebutannya berbeda dalam bahasa China. Sudah lama tidak digunakan,” tutur dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!