Soal kasus Ahok, dua pakar hukum terbelah

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Soal kasus Ahok, dua pakar hukum terbelah
Todung Mulya Lubis menilai unsur pidana dalam pasal 156 yang dijeratkan jaksa kepada Ahok tidak terpenuhi

 

JAKARTA, Indonesia — Praktisi hukum Todung Mulya Lubis meyakini Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama tidak melakukan penistaan agama. Keyakinan Todung ini berdasarkan tuntutan jaksa yang tidak memasukkan Pasal 156 a KUHP tentang penodaan agama.

“Namun demikian, JPU tetap menyatakan bahwa Ahok memenuhi unsur pidana pasal 156 KUHP,” kata Todung secara tertulis pada Senin, 8 Mei 2017 lalu. Menurut Todung, unsur pidana yang disebutkan jaksa pun sebenarnya tidak terpenuhi.

Sebab, Todung melanjutkan, unsur terpenting yang harus dipenuhi dalam tindak pidana dalam pasal ini adalah tindakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia atas dasar ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Selama masa pembuktian, sejumlah saksi ahli berpendapat kalau ucapan Ahok terkait surah Al-Maidah 51 tersebut diarahkan pada ‘oknum elite politik.’ Hal tersebut juga tercantum dalam bukunya pada tahun 2008 yang berjudul ‘Merubah Indonesia.’

Dengan demikian, tuntutan jaksa yang menyebutkan kalau ucapan Ahok tentang Surah Al Maidah sengaja ditujukan untuk menyinggung umat Islam menjadi tidak terbukti. “Dengan demikian kami tidak melihat bahwa unsur-unsur tindak pidana dalam pasal 156 KUHP dalam hal ini terpenuhi,” kata Todung.

Berdasarkan pertimbangan ini, Todung berharap hakim dapat memberikan keputusan sebaik-baiknya. Putusan yang tepat dan terhormat berdasarkan pertimbangan yang jernih dapat menjadi preseden baik bagi kasus-kasus serupa ke depannya.

“Bahwa suatu proses peradilan yang baik akan berpegang teguh pada rasa keadilan dan tidak menyimpang dari filosofi/tujuan yang sesungguhnya dari suatu pemidanaan sebagaimana dimaksud oleh pembuat undang-undang,” kata dia.

Kekecewaan GNPF

Sementara ahli hukum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Kapitra Ampera menyampaikan kekecewaannya terkait tuntutan jaksa. Menurut dia, bukti yang ada justru merujuk pada penodaan agama Islam.

“Tidak satupun keterangan di persidangan yang menyatakan adanya penodaan golongan tetapi semua keterangan dan barang bukti telah membuktikan Ahok melakukan penodaan agama Islam,” kata dia lewat pesan pendek kepada Rappler.

Bila putusan hakim justru merujuk pada penodaan golongan, ia menyebutnya sebagai bentuk anarki penegakan hukum. “Pasti umat Islam tidak dapat menerimanya karena ini adalah bentuk tirani yang nyata,” kata dia.

Hari ini pun, massa gabungan ormas Islam akan mengawal sidang putusan. Kadiv Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan pihaknya sudah menerima surat pemberitahuan dengan jumlah massa 5 ribu orang.

Menerima putusan hakim

Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengingatkan agar massa menerima apapun keputusan hakim. “Kita percaya saja majelis hakim apapun dan kita harus hargai apapun keputusan hakim. Kan negara kita tetap saja negara hukum. Tidak perlu ada intimidasi macem-macem,” kata dia di TPU Pondok Ranggon pada Senin lalu.

Ia mengaku bingung dengan cara berpikir orang-orang yang berupaya mengintimidasi lewat aksi unjuk rasa. Menurut dia, hal tersebut tak perlu dilakukan supaya majelis hakim bisa membuat keputusan sejernih-jernihnya tanpa tekanan dari pihak manapun.

Majelis Hakim sendiri akan membacakan putusan mereka terhadap perkada dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok pada hari ini. Sidang akan digelar di Auditorium Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum menuntut Ahok dengan tuntutan 1 tahun pidana dengan masa percobaan 2 tahun. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!