Upaya pemerintah memblokir Telegram dikritik

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Upaya pemerintah memblokir Telegram dikritik
Pemblokiran dinilai bukan upaya yang tepat mencegah terorisme

JAKARTA, Indonesia – Permintaan Kementerian Menteri Komunikasi dan Informatika memblokir situs yang berhubungan dengan aplikasi pesan instan Telegram mendapat banyak kecaman, salah satunya dari LBH Pers.

“Langkah pemerintah memblokir telegram ini bisa mengakibatkan pengguna telegram messenger lain yang tidak menggunakannya untuk kepentingan terorisme mengalami kerugian,” kata Direktur LBH Pers Asep Komaruddin saat dihubungi Rappler, Sabtu 15 Juli 2017. 

Asep mengatakan pemblokiran situs yang berhubungan dengan Telegram bukan solusi yang tepat untuk mencegah terorisme. “Memang kelompok (teroris) sementara akan kesulitan berhubungan satu sama lain, namun mereka bisa berpindah ke aplikasi digital lain,” kata Asep.

Asep kemudian mempertanyakan apakah pemerintah juga sudah mempersiapkan langkah pemberantasan terorisme, terutama lewat dunia maya. Bila hanya bergantung pada blokir saja, tidak akan efektif.

“Apakah pemerintah akan melakukan blokir lagi dan lagi pada setiap platform digital di mana aksi terorisme berada? Dan tidak melakukan upaya serius untuk mencari cara lain?” kata dia.

Pemblokiran yang dianggap reaksioner ini harus kembali dievaluasi, karena berpotensi merugikan masyarakat yang menggunakan aplikasi Telegram bukan untuk kegiatan terorisme. Mereka juga sudah melampaui wewenang dari UU ITE Nomor 19 tahun 2016 yang sekaligus menjadi dasar pemutusan layanan.

“Dalam pengaturan mengenai internet di Indonesia, yang dianggap muatan dilarang adalah pronografi, perjudian, juga pencemaran nama, penodaan agama, pengancaman,” kata Asep.

Pemerintah sebelumnya berencana memblokis situs-situs yang berkaitan dengan aplikasi pengirim pesan Telegram karena penyedia aplikasi tersebut aplikasi tersebut tidak mau bekerjasama dalam menangkal penyebaran konten berita palsu dan radikalisme. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!